Pada Agustus 2022, saya melaksanakan KKN di salah satu desa di Kabupaten Brebes. Sebagai gambaran, akses menuju desa tersebut hanya satu. Jalan itu pun tidak tembus ke mana-mana (baca: jalan buntu). Khusus masuk ke desa tersebut. Selain itu, desa tempat saya KKN persis seperti area persawahan yang sering digunakan sebagai syuting FTV di SCTV itu, loh. Kebetulan, penduduk aslinya juga berbahasa Sunda.
Namun, kali ini saya tidak ingin membahas mengenai keluh kesah masa KKN. Yang namanya KKN itu kan wajib, mau bagaimanapun saya harus menuntaskannya. Kali ini saya ingin membahas mengenai Kabupaten Brebes dan permasalahan yang menghantuinya, yaitu, kemiskinan.
Banyak media yang mengungkapkan bahwa Kabupaten Brebes masuk dalam kemiskinan ekstrem di Jawa Tengah. Bahkan, dalam suatu acara Q and A yang dipandu oleh Andini Effendi, Ganjar Pranowo merasa GAGAL dalam memimpin Jawa Tengah. Hal ini karena Brebes tak kunjung berangsur dari kemiskinan ekstrem.
Tapi, selama saya berada di Kabupaten penghasil bawang merah ini, saya tidak merasakan bahwa penduduk Brebes ini diliputi kekurangan (baca: kemiskinan). Bahkan sebaliknya.
Tentang petani Brebes
Berdasarkan website djkn.kemenkeu.go.id mayoritas mata pencaharian masyarakat Brebes adalah petani bawang. Memang, pekerjaan seorang petani adalah profesi yang berpenghasilan pas-pasan. Namun, rata-rata warga khususnya di desa saya KKN masih mempunyai lahan yang luas. Selain itu, mereka juga bisa mengelola lahan milik pemerintah dengan sistem bagi hasil.
Di kampung saya (Purbalingga) orang yang memiliki lahan luas sudah bisa disebut sebagai seorang juragan. Bagaimana tidak? Harga tanah makin tahun semakin mahal. Kira-kira kenapa warga Brebes yang notabenenya masih memiliki tanah luas memiliki angka kemiskinan yang tinggi? Berdasarkan hasil pengamatan, mungkin karena kebanyakan daerah di Kabupaten Brebes, khususnya Brebes selatan masih berupa hutan yang jarang dijamah. Salah satu faktor yang membuat harga tanah mahal adalah dekat dengan jalan raya. Kalau jalan raya saja belum ada mau harga tanahnya mahal? Ya ndak bisa.
Baca halaman selanjutnya
Sandang, pangan, papan
Bicara tentang kemiskinan, maka bicara tentang sandang, pangan dan papan. Mengenai sandang, saya rasa manusia di masa kini (termasuk masyarakat Brebes baik yang di kota maupun desa) sudah menggunakan pakaian yang layak. Ya nggak ada bedanya sama yang lain gitu lho.
Masalah pangan, masyarakat Brebes pedalaman (baca: desa) bisa makan dari hasil panen sawah atau kebun mereka. Para petani bisa makan tanpa mengeluarkan biaya, bahkan mereka masih bisa menjual hasil panennya ke pasar. Terakhir, masalah papan. Ya nggak ada masalah juga dengan ini. Ya selayaknya rumah-rumah yang Anda lihat gitu.
Peternak di Brebes
Selain mayoritas petani, banyak juga yang berprofesi sebagai seorang peternak. Kaum peternak pun nggak bisa dibilang sebagai profesi yang biasa. Bahkan, sebagian besar peternakan di tempat saya KKN adalah peternak yang sukses. Memiliki rumah tingkat, mobil dan hewan peliharaan seperti kambing dan sapi yang jumlahnya puluhan.
Yang terakhir, mungkin, masyarakat Brebes tergolong Kabupaten dengan kemiskinan ekstrem (kurang dalam masalah ekonomi), tetapi, di kabupaten ini kalian masih mudah menjumpai warga yang hobi berbagi. Jika hasil panen tiba, banyak warga yang mementingkan untuk sedekah dan berbagi kepada sesama daripada untuk menimbun kekayaan untuk diri sendiri.
Terkadang, kemiskinan versi statistik berbeda dengan realitas. Statistik mengukur dengan indikator yang rigid, sedangkan manusia begitu dinamis. Mungkin Brebes miskin secara angka, tapi tetap bisa bahagia. Macam Jogja lah, termiskin, tapi paling bahagia. Kalau Jogja bisa, kenapa Brebes nggak?
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Orang Brebes Pasti Bisa Bahasa Ngapak? Tentu Tidak!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.