Gara-gara pernyataannya yang dianggap kontroversial, nama Maudy Ayunda menjadi bahan pembicaraan. Di kanal YouTube Felicia Tjiasaka, Maudy menyebutkan keinginannya untuk menghapus soal pilihan ganda jika dirinya menjadi Menteri Pendidikan.
Maudy Ayunda, secara tegas menyebut bahwa soal pilihan ganda kurang membuat siswa berpikir secara kritis. Jadi, lebih baik menggunakan soal essay saja supaya mutu pendidikan di Indonesia bisa lebih baik
Wah, Mba Maudy ini, loh. Beliau tidak hanya cantik di luar, tapi juga di dalam. Buktinya, dia mau repot-repot mencari solusi meningkatkan mutu pendidikan tanah air. Makasih, ya, Mbak. Jos bener sampeyan. Tak heran jika banyak yang mengidolakan bahkan menjadikan sampeyan sebagai role model.
Sebagai guru, saya setuju sekali kalau kita menghapus soal pilihan ganda. Gimana, ya? Bikin soal pilihan ganda itu sejatinya lebih capek daripada essay. Bayangkan saja, selain harus mikir soal, guru juga harus mikir opsi pilihan jawaban untuk siswa. Kalian pikir gampang?
Begini aturan soal pilihan ganda, Mbak Maudy Ayunda
Nih, saya kasih tahu ya, Mbak Maudy Ayunda. Saat membuat soal pilihan ganda, guru harus memperhatikan banyak hal. Secara umum, guru wajib membuat soal sesuai indikator. Ini harga mati. Kemudian, guru juga harus merumuskan soal dengan jelas dan tegas, serta tidak memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar.
Selain itu, pokok soal juga tidak boleh mengandung pernyataan negatif ganda. Contoh, nih, salah besar jika ada soal pilihan ganda yang bunyinya seperti ini:
“Yang tidak termasuk syarat sah salat, kecuali….”
Aturan opsi jawaban
Itu baru kaidah penulisan soal. Nah, bikin opsi jawaban pada soal pilihan ganda juga nggak bisa seenak udel. Guru harus membuat soal secara homogen dan logis. Selain itu, panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Nggak boleh ada yang panjangnya mencolok, Mbak yang pinter banget.
Kenapa? Karena ada kecenderungan siswa akan memilih jawaban yang paling panjang. Sering terjadi, seorang siswa yang menganggap kalau jawabannya panjang, pasti paling lengkap. Sehingga, mereka akan menganggap jawaban tersebut adalah jawaban yang benar. Guru harus menghindari opsi jawaban seperti itu.
Tidak hanya sampai di situ, Mbak Maudy Ayunda. Kita juga harus mengurutkan penulisan jawabannya. Jika berupa angka, maka kita mengurutkan dari nilai yang paling kecil ke paling besar, atau sebaliknya. Begitu juga jika opsi pilihannya berupa kalimat. Urutkan dulu panjangnya. Kalau opsi jawabannya tentang waktu, maka kita mengurutkan berdasarkan kronologis waktunya.
Jumlah soal
Ribetnya lagi, Mbak Maudy Ayunda, yang namanya soal pilihan ganda itu nggak mungkin cuma 5 biji doang. Minimal guru harus membuat 20 bahkan 50 supaya bisa mewakili materi yang diajarkan. Dijamin, butuh waktu lebih lama bagi guru untuk membuat soal pilihan ganda.
Yang bikin nyesek, bikin soalnya lama, tapi siswa cuma butuh hitungan menit untuk mengerjakannya.
Lain cerita kalau soal essay. Sudahlah nggak perlu bikin opsi jawaban, bikin soalnya juga nggak sebanyak soal pilihan ganda. Artinya, tidak menyita waktu. Guru bisa mengerjakan tugas administratif lainnya.
Eh, Mbak Maudy Ayunda tahu, kan, kalau tugas administratif guru itu banyak sekali?
Maka sudah benar itu kalau Maudy Ayunda usul supaya kita menghapus pilihan ganda. Itu tandanya, selain peduli dengan kualitas pendidikan tanah air, Mbak Maudy juga perhatian dengan kita. Sudah, dukung saja niatan beliau.
Nanti, kalau ide beliau benar-benar terealisasi, begitu tiba waktunya mengoreksi lembar pekerjaan siswa, kita suruh saja Mbak Maudy yang mengoreksi. Biar dia paham betapa lelahnya mengoreksi jawaban soal essay di kelas yang jauh dari kata “ideal” dalam hal jumlah siswa. YAKALI GURU CUMA PEGANG SATU KELAS!
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Maaf Maudy Ayunda, tapi Lord Rangga Lebih Tepat Jadi Jubir G-20