Meminjam judul buku Agus Mulyadi, Sebuah Seni untuk Memahami Kekasih, kali ini saya ingin menulis artikel tentang seni memahami masa aktif kuota internet. Ini jadi keresahan banyak orang. Sebab, banyak provider saat ini yang menjanjikan masa aktif hingga satu bulan atau 30 hari, kenyataannya kuota internet hanya aktif selama 28 hari.
Dari banyaknya bulan di kalender, kok ya bulan Februari menjadi tolak ukur masa berlaku kuota internet. Dan, masyarakat terpaksa tunduk mengikuti sistem ini karena kuota internet sudah menjadi kebutuhan dasar.
Isu ini pernah dibahas dengan sangat baik oleh salah satu penulis Terminal Mojok, Alban Hogantara, beberapa hari lalu. Kali ini saya ingin menambahkan dan memberikan perspektif lain. Percayalah, ketentuan masa aktif kuota 28 hari ini bikin pengguna benar-benar menderita secara keuangan!
Pengisian ulang kuota internet maju 2-3 hari
Sudah banyak yang merasakan dampak dari masa kuota internet 28 hari. Salah satunya adalah pengisian ulang menjadi maju beberapa hari. Bisa maju sampai 2-3 hari.
Ya kalau dalam satu bulan 30 hari, majunya 2 hari. Sementara, yang satu bulannya 31 hari majunya menjadi 3 hari. Hal ini akan berlanjut terus ke bulan-bulan berikutnya. Akibatnya, saya harus beli kuota internet dua kali dalam sebulan.
Dengan begini, saya jadi kesulitan mengelola keuangan saya. Padahal, dulu saya cukup melakukan satu kali pembelian kuota untuk satu bulan.
Masa berlaku kuota habis justru lebih menyakitkan daripada kehabisan kuota internet itu sendiri. Pikirkan saja, jika masih punya sisa kuota yang cukup banyak, tetap saja tidak berguna karena masa berlaku sudah habis. Nyesek kan?
Banyaknya pilihan paket internet membuat pengguna dilema
Banyaknya pilihan kuota internet dengan masa berlaku 28 hari membuat saya bingung. Memang, masih ada kuota internet dengan masa berlaku 30 hari. Tapi, biasanya lebih mahal atau mendapatkan kuota lebih sedikit.
Saya beri contoh konkritnya. Saya menggunakan provider Tri. Di dalam aplikasi Bima+, ada dua paket internet Tri yang membuat saya bingung memilih. Bisa memakan 15 menit lebih untuk saya mempertimbangkan keputusan.
Ada paket bulanan dengan harga Rp100 ribu. Saya bisa mendapatkan kuota 55GB dengan masa berlaku 28 hari. Satunya, ada paket hot sale dengan harga yang sama. Mendapatkan kuota 50GB, namun dengan masa berlaku 30 hari.
Mungkin beda tipis secara kuota internet dan masa berlakunya. Tapi, bagi saya yang punya uang pas-pasan, ini seperti pilihan antara hidup dan mati. Konsekuensinya cukup besar dan membuat saya dilema. Itu tadi baru contoh kecilnya saja.
Pilihan membingungkan seperti ini tidak hanya terjadi pada Tri. Di provider lainnya juga tidak kalah rumitnya. Kalau tidak percaya bisa kalian cek.
Gaji belum turun, tapi kuota internet sudah menjerit
Bagi saya yang merupakan karyawan biasa dengan gaji UMK, masa berlaku kuota internet 28 hari membawa masalah serius. Lha karyawan saja baru mendapat gaji setelah satu bulan (30 hari atau 31 hari) bekerja. Ini kuota belum sampai satu bulan sudah minta jatah isi ulang.
Terdapat tiga cara agar tetap memiliki kuota internet sampai gajian tiba. Mau tidak mau harus memilih di antara tiga opsi tersebut agar tetap bisa memenuhi kebutuhan dasar.
Pertama, dengan membeli paket harian. Setelah masa berlaku kuota internet 28 hari sudah habis, saya biasanya membeli paket internet yang harian. Bisa yang per satu hari, tiga hari, bahkan yang tujuh hari. Lalu apabila gajian sudah tiba, beli lagi produk yang masa berlakunya 28 hari.
Kedua, membeli paket internet yang mahal sekalian di awal. Tujuannya dapat kuota gede plus masa berlaku 30 hari. Biasanya harus membayar di atas Rp100 ribu. Cara ini cukup mantap, walaupun dompet menangis.
Ketiga, menggunakan pembayaran paylater untuk kondisi darurat. Tak dipungkiri biasanya di akhir bulan lagi kere. Jadinya sulit membeli kuota internet lagi. Dengan paylater beli sekarang bayar nanti kalau sudah gajian, jos!
Begitulah masalah pelik yang saya (dan banyak orang mendang-mending lain) harus hadapi untuk memenuhi kebutuhan kuota internet selama sebulan. Semoga pemerintah membuat regulasi untuk melarang adanya masa berlaku produk yang hanya 28 hari. Semua harus kembali ke masa berlaku 30 hari. Kalau perlu sampai 31 hari sekalian!
Penulis: Nafiuddin Fadly
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Free WiFi yang Sesungguhnya Nggak Benar-benar Free
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
