Kampus Merdeka sering menjadi perbincangan hangat mahasiswa di sudut-sudut kampus. Memang, Kemendikbudristek berhasil menggagas dan menawarkan program yang menarik. Mahasiswa jadi bisa merasakan berbagai manfaat, misalnya pengalaman bekerja di beberapa perusahaan besar.
Pengalaman mengeksplorasi dan belajar di luar kampus tentunya menjadi sebuah kebanggaan tersendiri. Mahasiswa bisa terlibat dalam aktivitas magang, riset, proyek sosial, atau kegiatan lain. Akhirnya, mahasiswa bisa meningkatkan keterampilan praktis dan memperluas jaringan. Aktivitas ini sangat membantu mahasiswa kelas setelah lulus.
Oleh sebab itu, mahasiswa jadi bersemangat untuk terlibat di program Kampus Merdeka. Mahasiswa bisa mengeksplorasi ide-ide baru tanpa terkekang oleh struktur kurikulum dan mendapat Bantuan Biaya Hidup (BBH) sekitar Rp2,8 juta setiap bulan.
Mahasiswa mana yang tidak senang. Contohnya, ya saya, salah satu mahasiswa pengangguran yang kerjanya cuman tidur-makan-ngampus. Namun, kenyataan di lapangan sungguh miris. Berikut beberapa “ampas” yang terjadi di dalam program Kampus Merdeka.
Orientasi cuma uang ketika magang di Kampus Merdeka
Orientasi dari program Kampus Merdeka adalah supaya mahasiswa bisa merasakan dunia kerja dan punya skill setelah lulus. Nah, beberapa perusahaan tidak menjamin mahasiswa mendapatkan honor selama magang. Oleh sebab itu, program Kampus Merdeka yang menyediakannya.
Makanya, Kampus Merdeka menyediakan BBH sebesar Rp2,8 juta. Ingat, ini sifatnya adalah bantuan, bukan gaji bulanan. Jadi, tidak pada tempatnya kalau mahasiswa malah protes.
Sudah ada yang protes, ada pula yang fokusnya malah ke bantuan uang itu. Makanya, muncul pertanyaan tentang motivasi di balik partisipasi mahasiswa. Apakah mereka benar-benar tertarik pada pengalaman kerja atau semata pada insentif finansial?
Mahasiswa jadi tidak bisa melihat pentingnya program ini. Padahal, Kampus Merdeka membantu pengembangan keterampilan, memperluas jaringan profesional, dan memperoleh wawasan tentang dunia kerja. Ada juga aspek pendidikan karakter yang dari pengalaman magang ini.
Lalu, hal-hal penting yang bisa menjadi bekal ketika bekerja seperti kerja tim, tanggung jawab, kedisiplinan, dan keterampilan komunikasi juga dilupakan. Semua hal ini merupakan aset berharga, tapi peserta magang Kampus Merdeka pikirannya soal uang melulu. Ampas!
Milih lowongan jangan modal fomo dan nggak pengin ketinggalan doang
Mentang-mentang dapat program yang mempermudah, kok seakan-akan kita malah ngegampangin. Banyak dari mahasiswa yang mendaftar magang di Kampus Merdeka itu kadang cuman fomo dan nggak mau ketinggalan dari kawan-kawan lainnya.
Nggak bisa riset, skill masih abu-abu, dan nggak tahu mau ngapain, mereka nekat apply. Mereka memegang teguh anggapan sesat bahwa, “Daftar aja dulu, rezeki nggak ada yang tahu.”
Percaya diri itu nggak salah, toh juga nanti bakal ada screening CV, tes, dan tahapan lain. Tapi ini kayak aneh saja, jika misalnya nanti ternyata kita qualify dan tergabung, tetapi karena riset kita terhadap perusahaan yang kita ikuti tidak mendalam, eh malah membuat kita merasa tidak nyaman.
Menurut saya, partisipasi dalam program magang Kampus Merdeka seharusnya tidak semata-mata karena FOMO. Lebih baiknya, mahasiswa perlu meluangkan waktu untuk mempertimbangkan dengan cermat sebelum memilih posisi magang. Ini mencakup menyesuaikan posisi magang dengan minat pribadi, keterampilan yang dimiliki, serta tujuan karier.
Pendekatan seperti ini akan menghindarkan mahasiswa dari beban yang tidak perlu karena posisi magang yang tidak sesuai. Memilih posisi magang yang sesuai membantu mahasiswa fokus dalam belajar dan mengembangkan diri, memaksimalkan peluang untuk memperoleh keterampilan yang relevan, serta memperluas jaringan profesional.
Langkah ini memungkinkan mereka untuk meraih manfaat yang lebih substansial dari program magang Kampus Merdeka. Peserta juga bisa memberikan landasan yang kuat bagi perkembangan pribadi dan pencapaian tujuan karier di masa depan. Jangan FOMO, lah, ampas!
Penulis: Agung Anugraha Pambudhi
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Kampus Mengajar, Program untuk Mahasiswa yang Ingin Merasakan Penderitaan Guru Honorer
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.