Lowongan Kerja sebagai Tukang Tagih Merebak, Pertanda Berutang Semakin Dianggap Normal?

Lowongan Kerja sebagai Tukang Tagih Merebak, Pertanda Berutang Semakin Dianggap Normal? utang

Lowongan Kerja sebagai Tukang Tagih Merebak, Pertanda Berutang Semakin Dianggap Normal?

Buka portal loker, isinya lowongan tukang tagih. Apakah utang beneran udah jadi norma di zaman sekarang?

Sebagai lulusan baru, saya kini mencoba untuk menikmati hidup lebih santai setelah menyelesaikan skripsi yang cukup menguras energi. Namun, tentu saya nggak bisa untuk duduk diam di kamar terus-terusan. Terhitung baru dua bulan pasca saya diwisuda, saya sudah gatel ingin segera bekerja karena bosan di rumah tanpa adanya pekerjaan.

Alasan itulah yang membuat saya, selama satu bulan ini, giat mencari pekerjaan paruh waktu. Sayangnya, beberapa pekerjaan yang saya lamar tidak kunjung memberikan jawaban. Selain itu, entah sudah berapa kali saya melihat lowongan pekerjaan yang terbuka di Indonesia dengan tanda yang terpampang jelas bertuliskan “dibutuhkan segera” hanyalah sebagai tukang tagih pinjaman. Duh, apakah ini pertanda, ya kalau berutang itu jadi jalan pintas orang-orang dan mulai dianggap normal?

Dengan berutang, hidup jadi lebih menantang

Beberapa hari lalu, saya mengunduh empat aplikasi pencari kerja di ponsel. Dari aplikasi tersebut, hasilnya sama, seluruhnya dipenuhi oleh lowongan pekerjaan sebagai tukang tagih, mulai dari tukang tagih pinjaman bank hingga koperasi. Bahkan, lowongan sebagai tukang tagih tersebut muncul di halaman pertama, bagian paling atas bertuliskan direkomendasikan, ampun, deh!

Kata salah seorang teman, pekerjaan yang paling banyak ditawarkan, berarti menunjukkan fenomena yang tengah terjadi di masyarakat. Lalu, apa mungkin kegiatan berutang kini jadi fenomena yang meluas?

Fenomena pekerjaan sebagai tukang tagih ini nggak cuma dijumpai di Jogja saja, lho, di kota-kota lain juga ada. Ini jelas, sih membuat saya bertanya-tanya, memang kini semua orang memilih membeli barang dengan cara mencicil dan berutang, ya daripada lunas? Atau mungkin, mereka butuh hal yang menantang dalam hidupnya kali, ya jadi memilih berutang?

Saya nggak akan cocok jadi tukang tagih

Saya mengamati fenomena pekerjaan yang memiliki gaji tinggi di Indonesia. Ya, selain kerja kantoran yang sudah jelas tanggung jawab pekerjaannya, ada dua mata pencaharian yang paling sering ditawarkan dan dipasang di laman pencari kerja, yakni sales dan tukang tagih. Kalau saya disuruh milih, sih saya nggak akan ambil keduanya.

Maaf, lho bukan bermaksud apa-apa, tapi karena kepribadian saya tergolong introvert dan (bahasa kerennya) never beg for anyone, saya jelas nggak akan cocok untuk jadi sales dan tukang tagih utang. Apalagi dengan wajah saya yang kata orang-orang nggak pernah cocok untuk terlihat galak, masa iya saya harus jadi tukang tagih? Suara saya juga sering diprotes terlalu kecil, kalau begini, saya jelas nggak cocok untuk membentak dan berbicara dengan nada tinggi, hmm.

Iming-iming gaji tinggi

Seperti yang sudah saya bilang, bahwa pekerjaan sales dan tukang tagih ini bisa dikatakan menawarkan gaji yang cukup tinggi, bahkan mungkin, bisa melebihi nominal gaji karyawan perkantoran. Namun, di balik gaji tinggi tersebut, tentu ada tekanan kerja yang nggak main-main.

Misalnya, kejadian yang saya perhatikan sendiri dari sales makanan yang mengunjungi rumah saya dan menawarkan produk minuman baru yang harganya cukup murah. Saya menolak penawaran produk tersebut, karena produknya kurang laku di pasaran. Sales tersebut nggak kemudian langsung meninggalkan rumah saya, tetapi bersandar terlebih dahulu di motornya selama sepuluh menit dengan tatapan kosong.

Atau tekanan kerja seorang tukang tagih yang harus mengunjungi rumah-rumah peminjam dan menagih pembayaran sesuai kesepakatan. Mereka nggak langsung menjumpai orangnya dalam sekali jalan, lho. Mereka bisa menunggu berjam-jam, ditinggal sembunyi hingga nggak tahu mau mencari ke mana lagi.

Ya, kira-kira begitulah fenomena lowongan kerja yang saya temukan akhir-akhir ini. Semoga, para pencari kerja baru, seperti saya, bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak, ya! Juga, semoga orang-orang bisa segera lepas dari kegiatan berutang.

Penulis: Cindy Gunawan
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Apa Salahnya Lulusan Sarjana Jadi Debt Collector? Pekerjaan Ini Legal dan Menghasilkan kok

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version