Dibandingkan kelurahan lain di Kota Cimahi, Leuwigajah adalah kelurahan paling populer di telinga warga Bandung Raya. Kok bisa ya?
Kota Cimahi merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kota ini berdiri pada tanggal 21 Juni 2001, sebelumnya Cimahi masih bagian dari Kabupaten Bandung. Cimahi merupakan kota terkecil kedua di Jawa Barat sesudah Cirebon. Luas wilayahnya 40,37 kilometer persegi. Lantaran tidak terlalu luas, hanya ada 3 kecamatan dan 15 kelurahan di sini.
Dari 15 kelurahan yang berada di Kota Cimahi, Kelurahan Leuwigajah adalah yang paling populer dan familier bagi warga Bandung Raya. Kelurahan ini berada di Kecamatan Cimahi Selatan. Lantas, apa yang membuat kelurahan satu ini lebih mentereng dibandingkan kelurahan lainnya? Berikut alasannya.
Asal-usul Leuwigajah Cimahi
Asal-usul nama Leuwigajah berasal dari cerita gajah yang mandi. Lebih tepatnya, dimandikan di leuwi. Dalam bahasa Indonesia, leuwi kira-kira sama artinya dengan lubuk.
Berdasarkan Babad Batulayang, seperti yang dikutip dalam buku Sejarah Cimahi, dulu Dalem Batulayang, yaitu Dalem Abdul Rohman, ditugaskan membantu VOC di Palembang. Jabatan Dalem Batulayang lalu diserahkan kepada adiknya. Tahun 1770, Abdul Rohman kembali pulang ke Batulayang sambil membawa oleh-oleh berupa seekor gajah besar. Makanya Abdul Rohman dikenal juga sebagai Dalem Gajah.
Selama gajah itu hidup, ia selalu dimandikan di sebuah leuwi atau lubuk di daerah Cimahi Selatan. Akhirnya tempat memandikan gajah itu dikenal sebagai Leuwigajah.
Untuk menghias dan mempercantik Kelurahan Leuwigajah, Pemerintah Kota Cimahi banyak membuat ornamen-ornamen bertema gajah dan sebuah patung gajah di dekat Jembatan dekat Tol Leuwigajah.
Ereveld Leuwigajah
Walaupun Kota Cimahi dijuluki sebagai Kota Tentara, setahu saya di Kelurahan Leuwigajah tak ada satu pun bangunan, perumahan, atau markas tentara. Karena Kelurahan Leuwigajah merupakan pintu menuju kawasan industri yang sebagian besar berada di Kecamatan Cimahi Selatan.
Meski begitu di sini ada sebuah ereveld, yakni Ereveld Leuwigajah. Ereveld adalah kompleks kuburan yang dikelola oleh yayasan makam kehormatan Belanda, Oorlogs Graven Stichting (OGS).
Makam-makam di ereveld umumnya ditandai dengan patok salib putih yang menampilkan nama dan tanggal lahir serta kematian almarhum. Ada berbagai bentuk patok salib, seperti yang berhiaskan hiasan untuk makam Katolik, berbentuk mirip kubah masjid untuk makam Islam, dan bintang segi enam untuk makam Yahudi. Makam yang identitasnya tidak diketahui ditandai dengan tulisan “Onbekend” yang berarti “tidak dikenal” dalam bahasa Belanda.
Di Indonesia sendiri setidaknya ada tujuh ereveld termasuk di Leuwigajah Cimahi. Ereveld tersebut berada di Menteng Pulo dan Ancol (Jakarta), Kalibanteng dan Candi (Semarang), Pandu (Bandung), dan Kembang Kuning (Surabaya). Di antara ereveld tersebut, Ereveld Leuwigajah menampung jasad terbanyak, yakni sekitar 5000 jasad di area seluas 3 hektare.
Makam-makam yang berada di Ereveld Leuwigajah tersusun dengan rapi dan simetris di atas hamparan rumput yang hijau. Tempat ini merupakan tempat bersejarah dan menyimpan cerita menarik untuk diteliti dan dikulik.
Kampung Adat Cirendeu
Kelurahan Leuwigajah Cimahi juga memiliki kampung adat bernama Cireundeu. Cireundeu berasal dari nama pohon reundeu, karena sebelumnya di kampung ini banyak sekali ditemukan pohon reundeu. Pohon reundeu itu sendiri adalah pohon untuk bahan obat herbal.
Sebagian besar penduduk kampung adat Cirendeu bermata pencaharian bertani ketela atau singkong. Makanan pokok sehari-hari warga di sini memang bukan nasi seperti masyarakat Indonesia pada umumnya, melainkan rasi atau beras singkong (beras yang terbuat dari singkong).
Kampung adat Cireundeu sendiri memiliki luas 64 hektare terdiri dari 60 hektare untuk pertanian dan 4 hektare untuk permukiman warga. Sebagian besar penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan hingga saat ini. Mereka konsisten dalam menjalankan ajaran kepercayaan serta terus melestarikan budaya dan adat istiadat turun-temurun dari nenek moyang mereka. Warga Cireundeu memiliki prinsip “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman”.
Itulah beberapa alasan yang membuat Kelurahan Leuwigajah merupakan kelurahan yang paling mentereng di Kota Cimahi. Sekedar informasi, dulu kelurahan ini banyak dibicarakan dan masuk dalam berita nasional karena pernah terjdi tragedi longsor sampah di TPA Leuwigajah pada 21 Februari 2005.
Peristiwa tersebut menewaskan lebih dari 150 orang. Longsor terjadi akibat gunungan sampah selebar 200 meter dan setinggi 60 meter tidak lagi mampu berdiri di tengah guyuran hujan lebat. Longsor ini juga diperparah oleh ledakan gas metana yang terkumpul di gunungan sampah yang telah lama tertimbun. Karena peristiwa ini, pemerintah pusat menetapkan tanggal 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN).
Penulis: Acep Saepulloh
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Warga Margaasih Kabupaten Bandung Hanya Butiran Debu Tanpa Kota Cimahi.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.