Kota Bandung Itu Indah Cuma di Konten “Kenapa Bandung?”, Aslinya sih Penuh Masalah dan Nggak Terurus!

Bandung Kota Romantis di Titik Tertentu Saja, Lainnya ya Suram Mojok.co kota bandung

Bandung Kota Romantis di Titik Tertentu Saja, Lainnya ya Suram (unsplash.com)

Beberapa minggu ini, laman media sosial saya banyak memperlihatkan potongan video “Kenapa Bandung?” yang intinya bilang bahwa Bandung itu romantis dan cocok banget untuk mempraktikkan gaya hidup slow living. Tidak seperti kota besar lainnya seperti Jakarta yang segalanya serba cepat.

Saya akui Bandung memang romantis dan cocok untuk slow living, dengan catatan kalian tinggal di daerah estetik seperti Braga, Dago, Asia Afrika dan Jalan Riau 20-30 tahun saat Dilan dan Milea masih duduk di bangku SMA. Alias syarat dan ketentuan berlaku.

Cuaca dan kualitas udara Bandung saat ini sudah tidak sebagus dulu. Bandung sudah menjadi kota yang panas dan penuh polusi. Selain karena faktor perubahan iklim, daerah hijau di Lembang dan kawasan Bandung Utara lainnya banyak yang dipangkas jadi perumahan, hotel, hingga tempat wisata.

Lalu lintas Bandung pun parah banget karena ibu kota provinsi ini nggak punya sistem transportasi publik yang proper. Hal ini belum diperparah dengan begal dan genk motor yang kerap kali meresahkan warga, banjir, premanisme, pungli, upah kerja yang belum layak, hingga masalah sampah. Ditambah, kasus korupsi yang melibatkan dua Wali Kota Bandung, yakni Dada Rosada dan Yana Mulyana. Eh sekarang Sekda Kota Bandung, Ema Sumarna ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Hadeh.

Ibarat sebuah pesawat, Kota Bandung adalah kota autopilot. Ia berjalan sendiri, tanpa arahan yang jelas. Tentu saya sampai pada kesimpulan itu, sebab pemimpinnya masuk lapas semua. Sekalipun mereka tak terjerat kasus, tak ada perbedaan signifikan juga. Ya kayak jalan aja gitu, autopilot.

Setiap kali ada masalah di Kota Bandung, penanganan Pemkot saya nilai lelet. Mereka baru bergerak setelah viral. Benar-benar autopilot. Apabila tidak segera dibenahi, bukan tidak mungkin pesawat tersebut (baca: Kota Bandung) akan hilang arah tanpa tujuan bahkan mengalami kecelakaan, bukan? Tanpa mengurangi rasa hormat pada (Pj) Wali Kota Bandung Bambang Tirtoyuliono, itulah yang warga Bandung rasakan, Pak!

Baca halaman selanjutnya

Agak mendingan waktu dipegang Ridwan Kamil

Kota Bandung agak “mendingan” pas dipegang Ridwan Kamil

Dahulu, di era kepemimpinan Ridwan Kamil sebagai Wali Kota, Bandung “lumayan” tertata. Setidaknya, Ridwan Kamil saya anggap sukses mempersiapkan Kota Bandung dalam hajatan Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika 2015. Tapi ya suksesor blio belum ada yang bisa memelihara apa yang sudah blio bangun.

Banyak taman kumuh tak terawat, banyak trotoar rusak, banyak lampu PJU yang gelap di malam hari, hingga pelayanan publik yang buruk. Tentu ada faktor lain seperti masyarakat yang tak kooperatif, tapi itu tetap saja bukan faktor utama. Pemegang dan penegak aturan lah yang tetap bertanggung jawab.

“Coba kamu urus Kota Bandung sendiri deh! Jangan cuma bisa mengkritik saja. Minimal kasih solusi!”

Lha, kalau saya harus kasih solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan di Bandung, buat apa saya bayar pajak? Masak rakyat ngasih solusi ke pemerintah, ini lebih aneh. Job desc siapa, yang ngerjain siapa.

Sudahlah, hentikan konten (bodoh) meromantisasi Kota Bandung. Makin disebarkan, makin sakit melihat hal-hal indah yang digemborkan itu tak ada di realitas. Bandung sudah berubah, dan tak ada semburat indahnya.

Kalau pembaca bisa menemukan keindahan Bandung, selamat. Tapi, tidak boleh dimungkiri juga, keindahan tersebut dibarengi dengan hal-hal tak menyenangkan yang banyak orang alami.

Penulis: Raden Muhammad Wisnu
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Buat Orang Jogja Kayak Saya, Bandung Itu Magis dan Spesial!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version