Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Komentar Negatif dan Hal Tak Menyenangkan Lainnya

Zaki Annasyath oleh Zaki Annasyath
11 September 2019
A A
komentar negatif

komentar negatif

Share on FacebookShare on Twitter

 

Awal September 2019, saya menemani Kevin, Kawan sejurusan, berbincang tentang rambut miliknya yang baru saja dipangkas. Rambut gondrong yang ia pelihara selama setahun, kini tampak tak ada rekam jejak sama sekali. Alasannya: PPL mengkoyak-koyak, sedang kegiatan itu tak memiliki ruang bagi laki-laki berambut panjang sebahu. Demikian, Maka sekarang ia tengah duduk di depan saya, memakai kaos polo, celana panjang hitam, sembari menceritakan pengalamannya.

“Aku kurang suka sama hal kayak gini, mangkas rambut,” ungkap Kevin mengawali cerita. Lalu ia melanjutkan soal semua orang, dari masa lalunya hingga kini, yang selalu berkomentar negatif tentang rambut yang ia miliki.

Saya mengangguk, waktu menunjukkan pukul setengah 12 siang dan saya lapar. Sebab itu, Fokus meniti kata-kata Kevin menjadi berkurang, mata mengantuk. Ditengah desakan lambung yang menjerit, saya tetap mencoba memahami setiap detail ceritanya.

“Sampai sekarang, meskipun ikut ketawa mendengar teman berceloteh soal rambutku, setelah itu tetap aja terasa sakit,”. Kevin melanjutkan ceritanya tanpa helaan napas.

Benar kata sebagian orang, cerita selalu bersambung tiada henti. Dan saya percaya itu. Terbukti, Kevin seakan menceritakan kisah sunyi yang ia tempuh tanpa pernah terlihat sebuah ujung. Saya mulai terjerat lalu menyelam ke perbincangan, ketika Kevin mengajukan pertanyaan sederhana namun selalu sulit untuk dijawa—bahkan Fadli Zon mungkin tak bisa menjawab!—“Salah nggak sih aku baper sama hal kayak gitu?” tanyanya.

Saya tercenung. Perihal benar dan salah, tentu saja kami pemula. Lebih baik perkara itu kami serahkan kepada Habib Rizieq—saya yakin pembaca yang budiman pasti setuju—namun, sadar Habib Rizieq masih bersemayam di Arab, kami pun coba mendiskusikan masalah itu bersama.

Menilik perbincangan tadi, kebaperan Kevin tidaklah aneh. Perasaan itu tentu merupakan luapan dari pengalaman yang menghantamnya bertubi-tubi, setiap saat, setiap waktu. Sebagian orang menyebut fenomena itu dengan istilah kuantitas menjadi kualitas. Ibarat penindasan beruntun para raja kepada rakyat, kemudian lahirlah revolusi. Saya pikir dua hal itu memiliki pola yang sama, hanya ini masalah rambut, bukan revolusi.

Baca Juga:

Apa pun Kejahatan di Surabaya, Orang Madura Selalu Dijadikan Kambing Hitam

Hilangnya 9 Besi Penutup Got di Bangkalan Menegaskan kalau Orang Madura Memang Tak Layak Dibela

Lalu, luapan perasaan itu selalu muncul tanpa diminta kalau suatu saat pengalaman yang sama terulang. Kevin mengalami itu, selalu. Dan tanpa sadar, saya pun suatu kali pernah berkomentar negatif soal rambutnya, meskipun dengan nada bercanda. Namun tentu saja, kita tak bisa mengendalikan perasaan setiap orang. Dan rasa bersalah pun muncul bertahap, maaf cuk!.

Kami kemudian mulai membicarakan mengenai pikiran masyarakat. Dalam hal ini, mustahil mengendalikan pikiran masyarakat untuk berkomentar sesuai kehendak kita. Bahkan kepemimpinan otoriter sekalipun.

Khayalan saya melayang. Mungkinkah Soeharto selama 32 tahun berusaha mengendalikan pikiran rakyat sebab mempunyai trauma soal rambutnya? Jawabannya: Bisa iya bisa tidak. Toh, Kita tidak tahu motivasi sejati Soeharto apa, kan? Lebih baik berimajinasi sekehendak hati terhadap itu. Mumpung belum dilarang, hehe.

Jadi sangat jelas, mengendalikan pikiran masyarakat sangat mustahil. Kata orang: kita yang musti berubah. Apa betul itu solusi terbaik? saya rasa tidak. Komentar orang akan terus ada dan berlipat ganda meskipun kita sudah berubah sedemikian rupa. Menuruti setiap komentar orang, hanya menyisakan kelelahan yang tak berujung.

Pilihan paling logis adalah, menyikapinya dengan sambat setiap hari. Sambat terhadap apapun komentar orang lain, saya pikir merupakan sebuah kebijaksanaan. Lha, kita bukan manusia sempurna je yang bisa selalu sabar terhadap komentar negatif, hinaan serta cacian orang lain. Jadi Sambat pada tembok, lemari, meja, kasur adalah upaya menenangkan diri paling manjur.

Sambat saya yakini sebagai jalan keluar pada keyakinan saya bahwa manusia tak akan bisa saling memahami sepenuhnya satu sama lain. Saya selalu memegang keyakinan itu sepenuhnya. Masalah Kevin mungkin kecil di mata orang lain. Dan itu yang membuat orang lain tak pernah paham. Namun apa yang kecil apa yang besar? Goenawan Moehammad (GM) mengajukan pertanyaan itu pada esai “The Death Of Sukardal”.

Suatu hal menjadi kecil dan besar tergantung perspektif seseorang. Begitulah, Namun perspektif penguasa, pada akhirnya, selalu mendominasi suatu hal dan akan selalu begitu. Maka, pada suatu siang yang hangat itu, Saya terlelap pulas dengan perut keroncongan. Cerita Kevin dan pertanyaan GM seakan menjelma sebuah mimpi. Ah, seperti kata Poe, mimpi dalam mimpi.

BACA JUGA Tidak Ada Orang yang Benar-Benar Keparat di Dunia Ini atau tulisan Zaki Annasyath lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 12 September 2019 oleh

Tags: komentar negatifstereotip
Zaki Annasyath

Zaki Annasyath

Medioker

ArtikelTerkait

Kalau Istilah 'Kampungan' Artinya Udik, Kenapa Nggak Ada Istilah 'Kotaan' yang Artinya Tamak? terminal mojok.co

Kalau Istilah ‘Kampungan’ Artinya Udik, Kenapa Nggak Ada Istilah ‘Kotaan’ yang Artinya Tamak?

16 Februari 2021
pemuja setan

Saya Pencinta Musik Keras dan Saya Bukan Pemuja Setan, Ingat Itu!

1 Juli 2019
Menampik Label bahwa Anak Dosen Selalu Cerdas Seperti Orang Tuanya_ Nggak Mesti, Lho! terminal mojok

Menampik Label bahwa Anak Dosen Selalu Cerdas seperti Orang Tuanya: Nggak Mesti, lho!

15 September 2021
5 Stereotip Keliru Soal Jurusan Pariwisata Terminal Mojok

5 Stereotip Keliru Soal Jurusan Pariwisata

13 Maret 2022
Suka Duka Menjadi Orang Jampang Sukabumi, Daerah Paling Berbahaya di Tanah Sunda karena Jadi Pusat Praktik Ilmu Hitam

Suka Duka Menjadi Orang Jampang Sukabumi, Daerah Paling Berbahaya di Tanah Sunda karena Jadi Pusat Praktik Ilmu Hitam

26 Januari 2024
orang jawa timur

Nggak Semua Orang Jawa Timur Ngomong Kasar dan Suka Misuhan

5 April 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025
Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.