Bagaimana Ceritanya Koruptor Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan? Maling Duit Rakyat Dianggap Pahlawan Itu Nggak Pernah Masuk Akal!

Bagaimana Ceritanya Koruptor Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan? Maling Duit Rakyat Dianggap Pahlawan Itu Nggak Pernah Masuk Akal! edy rumpoko

Bagaimana Ceritanya Koruptor Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan? Maling Duit Rakyat Dianggap Pahlawan Itu Nggak Pernah Masuk Akal! (Pixabay.com)

Tak seperti acara pemakaman pada umumnya yang diselimuti banyak tangisan. Acara pemakaman mantan wali kota Batu, Edy Rumpoko justru diselimuti banyak gunjingan dan cibiran. Hal ini terjadi bukan lantaran pak mudin yang telat datang. Melainkan karena beliau disemayamkan di Taman Makam Pahlawan.

Pemakaman Edy Rumpoko di Taman Makam Pahlawan Batu, jelas menuai sorotan dari berbagai pihak. Gimana nggak, Edy Rumpoko, semasa hidupnya telah 2 kali mengenakan rompi oranye. Pertama, karena suap. Yang kedua, karena terjerat kasus gratifikasi. Lah, iyo, kok bisa-bisanya seorang mantan koruptor dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

Tapi, oke lah, saya nggak mau terkesan mengorek-ngorek dosa orang yang sudah meninggal. Kurang etis menurut adat ketimuran. Tapi, saya nggak mau abai terhadap kasus ini juga. Sebab, di kasus ini, saya justru tertarik untuk mengorek alasan, kok bisa seorang mantan koruptor bisa disemayamkan di tempat suci itu.

Apa pun alasannya, koruptor tak boleh dimakamkan di Taman Makam Pahlawan

Penghargaan dari LVRI yang diterima Edy Rumpoko pada tahun 2015 silam, menjadi alasan utama di balik aksi konyol ini. Ya, memang penghargaan dari LVRI adalah salah satu persyaratan kelayakan seseorang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Namun, pertanyannya, apakah penghargaan tersebut masih layak disematkan pada koruptor? Label koruptor sebagai penghianat bangsa masih berlaku, kan?

Pembelaan tak cukup sampai di situ. Beberapa komentar tentang kepuasan masyarakat terhadap kinerja Edy sebagai Walikota Batu juga menyeruak di berbagai laman sosial media. Banyak yang mengatakan Edy berhasil membangun infrastruktur, menjadikan sekolah berbiaya murah, dan beberapa aksi sosial blio terhadap masyarakat miskin. Pertanyaan saya, bukankah pejabat emang digaji untuk melakukan itu, ya? Itu kan, emang jobdesc-nya mereka.

Bukan bermaksud menutup mata dari kebaikan blio. Tapi, bukankah aneh, bila kita membela orang yang mencuri uang kita, lalu mensejajarkannya dengan para pahlawan? Bagi saya, tak ada alasan lagi. Koruptor ya koruptor. Untuk urusan kebaikannya dicatat Malaikat Raqib atau tidak, itu lain lagi.

Prosedur yang perlu diketatkan lagi

Jujur, nggak hanya KPK dan istri mendiang Munir saja yang kecewa. Saya yakin, mayoritas masyarakat juga akan kompak bilang “gathel” ketika mendengar berita ini. Bahkan, beberapa orang di media sosial sampai berpendapat untuk membongkar saja makam blio ini. Ya, mau gimana lagi, hal ini memang sudah mencederai keyakinan kita. Sejak kecil, kita sudah didoktrin bahwa Taman Makam Pahlawan adalah tempat peristirahatan paling suci di negara ini. Lha, kok, sekarang malah ada koruptornya.

Mengenai hal ini, lumrah bila desakan demi desakan datang silih berganti pada sang empunya wewenang untuk lebih berhati -hati lagi dalam menjalankan prosedurnya. Karena jika tidak, bukan tidak mungkin suatu saat ada koruptor lain yang mencoba memanfaatkan celah ini.

Penegakkan prosedur tentang siapa yang layak dimakamkan di TMP, juga sangat diperlukan demi menjauhkan masyarakat dari sikap skeptis terhadap tempat suci ini. Selain itu, seperti kata Suciwati, pemakaman seorang koruptor di Taman Makam Pahlawan sangat besar kemungkinannya untuk melukai hati keluarga pahlawan lainnya. Iya juga sih, jangankan Bu Suciwati, kalau saja kakek saya dimakamkan di TMP Batu, pasti saya juga akan mencak-mencak mendengar berita ini.

Tapi, ya, mau bagaimana lagi. Semua sudah kadung terjadi. Yaa, harapan saya untuk ke depannya, sih, nggak muluk-muluk. Saya hanya ingin, baik LVRI maupun Dinsos tidak mengulangi hal ini, itu saja sudah cukup. Selain mengecewakan banyak pihak, hal ini juga terkesan menjadi plot twist bagi pemerintah pusat. Gimana nggak, yang di pusat sibuk teriak berantas korupsi. Eh, yang di daerah malah mensejajarkan koruptor dengan pahlawan.

Mau heran, tapi kok ya Indonesia. Sulit.

Penulis: Rino Andreanto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Mau Profesi Minim Risiko? Jadilah Koruptor!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version