Bagi pejuang receh yang kerap melempar tulisan-tulisannya ke media online, laptop adalah senjata. Dia adalah saksi bagaimana kita bergulat mengubah ide jadi tulisan. Dia pula yang setia menyimpan tulisan-tulisan kita yang setengah jadi atau bahkan baru judul sekalipun. Dan ketika kita membukanya kembali setelah sekian lama bermaksud untuk melanjutkan, tapi tetap tidak selesai, dia tidak pernah protes atau menertawakan.
Itu sebabnya, laptop rusak adalah musibah. Dan itulah yang sedang saya alami saat ini. Keyboard laptop mulai bertingkah. Beberapa tuts di keyboard tidak bisa beroperasi dengan baik. Ndilalah, laptop saya menggunakan password untuk bisa log in. Sialnya, salah satu huruf di password adalah huruf yang kebetulan tidak berfungsi di keyboard.
Setelah diperiksa ke teknisi pun, teknisinya menyebutkan harus ganti spare part, tapi spare part-nya sulit didapat. Alhasil, saya cuma punya dua pilihan: pakai keyboard eksternal atau beli laptop baru. Sebagai orang yang masih mikir ongkir saat checkout di Shopee, jelas saya pilih opsi yang pertama, yakni pakai keyboard eksternal. Hari-hari saya bergumul dengan keyboard eksternal pun dimulai.
Sejak keyboard eksternal menjadi bagian dari laptop, otomatis saya harus selalu membawa piranti ini. Jelas itu merupakan sesuatu yang nggak praktis, blas. Tas laptop jadi tambah penuh. Beban di pundak jadi tambah berat karena selain harus mikirin negara (ehm), saya harus membopong serta si keyboard eksternal. Pada akhirnya, ketidakpraktisan ini membuat saya jadi ogah-ogahan untuk membawa laptop ke tempat kerja. Berat, Mbok…
Soal nambah-nambahin volume dalam tas ini, saya pernah menyiasati pakai keyboard yang bisa digulung. Selain nggak makan tempat, keyboard jenis ini juga lebih bersahabat dari segi bobot. Sayangnya, keyboard dengan bahan luar karet dan rubber dome pada bagian dalamnya ini nggak nyaman dipakai. Buat ngetik terasa nggak enak. Ah, mungkin jari-jari saya yang ndeso. Berhubung nggak mungkin ganti jari, saya balik lagi ke keyboard eksternal yang umum, yang ada kabel nglewer-nglewer itu~
Sekarang, kegiatan di depan si laptop selalu saya awali dan akhiri dengan mencolokkan kabel USB keyboard eksternal. Semua lancar. Tapi, keyboard eksternal bukanlah Pegadaian yang bisa mengatasi masalah tanpa masalah. Masalah-masalah baru muncul seiring saya menggunakan keyboard jenis ini. Yang paling terasa ya itu tadi, nggak praktis.
Bukan hanya nggak praktis saja sih, keyboard eksternal ini juga menghabiskan slot USB di laptop. Sebetulnya, keyboard yang modelnya wireless juga ada. Tapi menurut saya, secara performa lebih enak keyboard yang ada colokannya. Akhirnya kalau lagi butuh banyak colokan, terpaksa saya menyiasati pakai slot tambahan. Tapi ya gitu deh, nambah-nambahi pritilan. Benda yang masuk ke dalam tas jadi makin banyak.
Sebagai orang yang kesehariannya nggak bisa jauh dari laptop, saya membayangkan suatu ketika bakal ada teknologi yang bisa mengatasi ketidakpraktisan keyboard eksternal ini. Belajar dari vacuum cleaner, deh. Dulu kali pertama mesin penyedot debu ditemukan, ukurannya segede kuda. Suaranya pun berisik kayak knalpot geng motor. Tapi sekarang? Vacuum cleaner menjelma jadi piranti yang bisa dibawa ke mana-mana. Ukurannya mungil, suara halus, tapi kemampuannya dalam hal sedot-menyedot ini tetap teruji.
Maka, bukan hal nggak mungkin bila nanti di masa depan, keyboard eksternal juga akan mengikuti jejak si vacuum cleaner. Bisa jadi akan muncul keyboard eksternal yang cuma seukuran koyo cabe. Cara memakainya cukup ditempelkan di dahi saja. Persis seperti ketika kita memakai koyo yang sebenarnya.
Kemudian, keyboard seukuran koyo itu akan dengan cerdas membaca pikiran kita. Menuangkan apa yang kita pikirkan ke aplikasi Word, tanpa perlu jari-jari kita mengetik. Nanti ketika kita mengalami writer’s block, keyboard koyo itu juga bisa berfungsi selayaknya koyo sungguhan yang bikin kepala kita jadi hangat. Lumayan bikin kepala terasa enteng, jadi bisa lanjut mikir lagi.
Sambil menunggu lahirnya keyboard yang seperti itu, saya akan berdamai dulu dengan keyboard yang sekarang. Nggak apa-apa nggak praktis, yang penting masih bisa buat nulis. Biarpun makan tempat, yang penting saya sehat.
BACA JUGA Pengalaman Servis Laptop dan Berakhir Ditipu karena Nggak Jeli atau artikel Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.