Culture Shock Penduduk Planet Bekasi Saat Merantau ke Kota Semarang: Bangjo? Apa Itu? Lho, Siomai kok Digoreng?

Masjid di dekan kawasan simpang lima semarang underground city bekasi

Kawasan Simpang Lima Kota Semarang, Jawa Tengah. (Saefullah_14 via Shutterstock.com)

Saya adalah orang yang lahir dan tumbuh di Kota Bekasi, yang orang-orang biasa memplesetkannya menjadi Planet Bekasi. Semenjak kuliah, saya harus merantau ke ibu kota Jawa Tengah, Kota Semarang. Selama tinggal di Kota Semarang, saya mendapatkan hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah dirasakan dan diketahui.

Awal-awal tinggal di kota ini, muncul culture shock dan sebagainya karena belum terbiasa dan belum mengakrabkan diri dengan lingkungan Semarang, tapi akhirnya saya pun mencoba untuk mengakrabkan diri dengan lingkungannya. Berikut ini saya bagikan beberapa hal yang bikin saya geleng-geleng ketika merantau ke Kota Semarang.

Kuliner

Yang menjadi perhatian saya awal-awal adalah soal kuliner. Di Semarang, banyak kulinernya yang sebelumnya belum saya rasakan dan temukan di Bekasi, misalnya siomai digoreng. Nah, ini yang membuat saya kaget sekaligus takjub. Kaget karena ternyata siomai di sini itu digoreng, dan takjub karena ternyata rasa enak dan nikmat.

Terus, soto di sini ternyata nasinya dicampur bukan dipisah. Soalnya, selama saya hidup di kawasan Jabodetabek, rata-rata antara soto dan nasinya dipisah. Beda dengan di Semarang, yang nasi dan sotonya berada di dalam satu wadah.

Ternyata, warung burjo yang kalau di Jabodetabek menjual bubur kacang ijo, tapi kalau di sini malah kebanyakan nggak menjual kacang ijo. Aneh bin ajaib, dari namanya aja burjo alias bubur kacang ijo, tapi di sini unik dan beda memang. Burjo di Semarang juga banyak banget, terutama di sekitaran kampus-kampus.

Lampu merah

Di sini, orang-orang menyebut lampu merah atau lampu lalu lintas dengan sebutan bangjo atau kepanjangan dari abang ijo. Saat pertama kali saya ke Semarang, mengira bahwa bangjo adalah nama bank lokal karena namanya terdengar seperti bank jo. Mana ada bangjo di Bekasi, ya jelas lah saya bingung.

Masyarakat di sini pun tampaknya taat aturan dan agak lambat ketika lampu lalu lintas berubah warna dari merah ke hijau. Saya heran, nggak ada klakson berbunyi ketika perubahan warna lalin itu. Beda dengan di Jabodetabek, khususnya Bekasi, yang dalam beberapa detik pun pengendara langsung membunyikan klaksonnya sebagai tanda pengingat supaya pengendara di depan gercep.

Muter-muter Semarang cuma seribu rupiah

Di Kota Semarang, ada transportasi umum yang sangat bersahabat dengan kantong mahasiswa, yaitu Trans Semarang. Untuk mahasiswa, tarif Trans Semarang cuma dikenakan sebesar seribu rupiah. Dengan seribu, kita bisa muter-muter Kota Semarang.

Sistem layanan Trans Semarang pun tergolong baik karena sudah bisa menerapkan sistem cashless dan ada aplikasinya yang sudah dilengkapi dengan berbagai fitur, serta sudah menjangkau tempat-tempat strategis, sehingga nggak rugi kalau memanfaatkan transportasi umum ini untuk melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat lainnya. 

Hal ini beda dengan Trans Patriot milik Kota Bekasi. Bukannya membanding-bandingkan, tapi faktanya Trans Semarang masih jauh lebih baik ketimbang Trans Patriot, dari segi harga dan rute yang dilewati. Masih banyak PR yang mesti dikerjakan pemerintah Kota Bekasi untuk membenahi transportasi umumnya yang semrawut.

Geografis Kota Semarang yang unik

Kota Semarang merupakan kota yang punya kondisi topografi yang unik berupa wilayah dataran rendah yang sempit dan wilayah perbukitan yang memanjang dari sisi barat hingga sisi timur Kota Semarang. Wilayah dataran rendah di Kota Semarang sangat sempit.

Beda dengan Bekasi yang wilayahnya datar, kalau di Semarang terbagi menjadi dua: Semarang atas dan Semarang bawah. Sesuai namanya, Semarang atas merupakan daerah yang ada di permukaan tinggi, misalnya Kecamatan Gajahmungkur, Candisari, Banyumanik, Tembalang, Gunungpati, Ngaliyan, dan Mijen. 

Sementara itu, Semarang bawah  merupakan daerah yang ada di permukaan bawah dan menjadi merupakan bagian sentral kota dan menjadi pusat ekonomi utama di Semarang. Di sini, kawasan sentral berfungsi sebagai pusat segala aktivitas, termasuk hiburan, bisnis, layanan publik, dan pemerintahan. Wilayahnya misalnya Kecamatan Semarang Utara, Tugu, Semarang Barat, Semarang Tengah, Semarang Selatan, Semarang Timur, Gayamsari, Pedurungan, dan Genuk.

Di Kota Semarang juga unik, ada pantai, sawah, perkebunan, dan kelihatan juga pemandangan pegunungan. Ada persamaan antara Bekasi dan Semarang, ya … sama-sama panas. Di sini dan di sana saya merasa cuaca dan hawanya panas. Tapi, untungnya saya nggak terlalu kaget ketika merasakan panas di Semarang karena di kota kelahiran saya pun panasnya demikian. 

Ya, begitulah yang saya rasakan sebagai perantau dari Bekasi yang sudah menetap bertahun-tahun di Kota Semarang. Ada suka ada duka, sekian dari saya terima kasih, Paduka.

Penulis: Raihan Muhammad
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Selamat Tinggal Bekasi, Ternyata Semarang Lebih Indah untuk Ditinggali

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version