Ketika Series “Sex Education” Dibuat di Indonesia

sex education

Ketika Series "Sex Education" Dibuat di Indonesia

Edukasi tentang seks di Indonesia, kebanyakan, kalau nggak dianggap tabu ya hanya sebatas pamflet yang dibagikan di puskesmas. Jika di sekolah, paling hanya dipelajari dalam kelas. Itu pun sekadar dalam buku Biologi dan disambut dengan malu-malu. Pol mentok, terpampang dalam poster UKS dengan gambar anatomi penis dan vagina. “Ini namanya ovum, ureter, kandung kemih,” dan lain semacamnya. Jika hanya itu, anak SD saja sanggup menghafal.

Jangan terlalu berharap dengan televisi mengedukasi tentang ini karena setelah lengsernya TVRI, tugas stasiun swasta bukanlah mencerdaskan manusia Indonesia. Ya, bagaimana mau berharap lha wong foto Sandy Cheeks yang notabene sehewan tupai yang memakai bikini saja tidak lolos uji. Atau patung torso wudo saja nggak lupa kena sensor. Apa lagi mau mengedukasi tentang seks.

Mak bedundug, muncul sebuah drakom yang menelanjangi semua hal tabu tersebut. Sex Education (2019) judulnya, memang tidak senyentrik The Girl Next Door, American Pie atau Skin, namun melalui Otis Milburn (Asa Butterfield) sang pemeran utama drakom ini, kita dibawa untuk mentertawakan ironi ketimbang menggurui.

Premisnya sama dengan drakom lain bertemakan seks, namun eksekusi jelas berbeda. Ketika American Pie menelanjangi remaja kikuk dan perjaka mencari celah untuk melepaskan keperjakaannya, lain halnya dengan Sex Education dan Otis sebagai tokohnya. Alih-alih menyalakan lampu di dalam kegelapan, Otis justru menjadi jembatan bagi tokoh-tokoh lain. Pun, hal-hal tabu di negeri ini seperti homofobia, penyakit seksual hingga aborsi, dibahas secara berimbang.

Menengok budaya tayangan televisi di negara ini yang gemar meniru tema dari luar, bagaimana jadinya jika ada yang mau membuat Sex Education dibuat versi Indonesia? Alih-alih tokoh utamanya seorang anak bawang seperti Otis, bisa saja yang jadi tokoh utama adalah guru biologi. Atau scene ketika Maeve (Emma Mackey) hendak aborsi, bukannya memberi pemahaman, yang ada malah scene ibu-ibu sedang mengolok-olok Maeve dengan mata melotot. Kata-kata di Bonbin ditambah anak haram atau sundal, keluar semua.

Di sini saya punya skenario yang tepat agar drakom Sex Education bisa ramah untuk ditayangkan di negara yang memperbolehkan tayangan Dokter Boyke di atas jam sembilan malam saja. Begini sekiranya.

Otis tidak pernah pacaran seumur hidupnya. Jika dalam drakom aslinya Otis tindak pernah pacaran dan swaseks karena waktu kecil ia tidak sengaja melihat ayahnya selingkuh sehingga menimbulkan perasaan jijik, lain halnya dengan Otis versi Indonesia. Ia memutuskan tidak pacaran karena ia adalah kader Indonesia Tanpa Pacaran.

Lalu, Sex Education versi Indonesia pasti tidak blak-blakan menggambarkan karakter-karakternya. Sudah pasti tidak akan lolos sensor karena yang lolos itu sinetron anak muda yang hobi tawuran dan motornya ninja semua.

Pokoknya jangan pernah mengatakan orientasi seksual Eric (Ncuti Gatwa) adalah homoseksual di televisi. Selain bakal kena teguran, bisa-bisa rumah produksi drakom ini digeruduk masa. Atau Maeve yang doyan baca bacaan feminis, bisa-bisa dimarahin mba-mba grup Facebook. Mereka pasti bakal menegur dengan gambar-gambar untuk DP BBM yang burem.

Untuk cari aman, gambarkan saja ciri mereka dengan sesuatu yang lain. Konsumsi membaca portal media barangkali. Misalkan Eric suka membaca Mojok dan Maeve suka membaca Magdalene. Tunggu dulu, bukan berarti Mojok adalah gambaran orientasi seksual Eric. Namun, sifat riang dan slengekan Eric sangat cocok digambarkan sebgai pembaca setia Mojok. Kalau Maeve….ya, begitulah. Mother Earth banget. Jadi, televisi bisa aman dari terma-terma tabu tersebut.

Konflik dimulai ketika Otis melihat pasangan muda-mudi sedang pacaran di halaman sekolah. Sebut saja pasangan tersebut bernama Boy dan Reva. Dengan penuh jiwa membara, Otis mendatangi mereka dan berkata, “stop pacaran! Mendingan menikah saja! Kita kurangi beban orangtua kita!” katanya dengan menggebu. Ia membagikan stiker-stiker Indonesia Anti Pacaran.

Maeve dan Eric datang. Ujug-ujug, Eric nyelekop begini, “wah, Otis nggak sedikit nakal banyak akal banget, deh. Kurang mbois dalam menasehati dan memberikan arti.” Maeve juga nimpali, “iya, nggak women-focused publication with a feminist perspective banget.”

Otis kembali menasehati Boy dan Reva yang lagi naik motor Ninja dengan mesra. Lha yo to, hora Ninja hora mesrah. Otis menunjukkan ponselnya, ia merekomendasikan kanal YouTube favoritnya. Nih, bisa dijadikan contoh dan rujukan! Video tersebut berjudul “Hamil 17 Tahun”.

Eric dan Maeve yang dari tadi memperhatikan sahabatnya ini kemekelen sambil bisik-bisik berkomentar. Eric ngrememeng begini, “awokawokawok hamil 17 tahun, lama banget, buos! Keluar-keluar bayinya udah brengosen kayak Adam Inul.”

Maeve pun turut berkomentar, “ckckck, sangat standar ganda sekali kawan kita yang satu ini.”

Otis yang menceramahi Boy dan Reva pun kembali mengeluarkan khotbah no jutsu. “Nih, baca thumbnail! Gimana rasanya pertama kali tidur sama suami? YouTuber Ukhti Mega Official memang panutan di antara semua panutan. Makanya, nikahlah ketimbang baper melihat orang lain nikah muda!” katanya sampai ngumpluk.

Eric kembali berkomentar, “awokawokawok yang lain sibuk mengejar prestasi, dia sibuk baper liat orang hamil 17 tahun. Dap, dap, utek kok isine mung kuawuin wae awokawokawok.”

Melihat peluang ini, Maeve pun melihat celah bisnis. Ia mengajak Otis untuk membuat sebuah grup seks terapis untuk anak-anak di sekolah ini. Tujuannya satu, mempropagandakan pendidikan seks. Otis pun langsung nimpali, “pendidikan seks adalah budaya liberal aseng komunis sosialis smurf the simpson! Ide macam apa ini?” dibuat lebay karena konsumsi pasar Indonesia suka drama yang penuh efek suara dan transisi seperti sinetron India.

Berbeda dengan drakom aslinya yang mereka berdua saling tertarik, di sini justru berbeda. Maeve dan Eric rajin menulis untuk portal media kesukaan mereka. Sedangkan Otis membuat Instagram @IndonesiaTanpaKamuNikahTua untuk mengajak para muda-mudi untuk tidak pacaran dan lekas menikah muda.

Ujung-ujungnya, jalan ninja yang ditempuh Otis pun lebih manjur. Ia lebih kaya ketimbang dua temannya karena Instagram bikinanya laku, banyak yang mau ikut pola pikir Otis. Karena sosial medianya ramai, ya jelas ia jadikan tempat bisnis seperti jualan marchandise seharga ratusan ribu dan dapat endorse sana-sini.

Karena drakom ini laku, jumlah episodenya tidak hanya 8 seperti aslinya, namun ditambah seribu episode lagi sampai anaknya Otis punya anak. Judulnya pun bukan Sex Education, tapi Endorse Education: Mencari Peluang Bisnis dari Kebodohan Orang Lain. Lalu membuat seminar, judulnya: Sukses di Usia Muda dengan Cara Menghasut Orang Lain.

Sumber Gambar: Rotten Tomatoes

BACA JUGA Mengenal Istilah-istilah Kelamin yang Digunakan Orang Jawa untuk Memanggil Anak atau tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version