Selain emoji love yang punya banyak makna satire nan menyindir, keberadaan emoji makanan yang ada dalam platform WhatsApp juga perlu diselidiki tingkat keadilannya. Dari 123 lambang makanan dan perkakas yang berhubungan, tidak satu pun yang mencerminkan kuliner Nusantara. Perlakuan ini jelas-jelas diskriminatif dan sangat tidak egaliter, para developer dan desainer emoji itu nggak tahu apa kalau 87% rakyat Indonesia adalah pengguna WhatsApp?
Emoji dalam kategori food and drink yang ada pada WhatsApp setidaknya dibagi menjadi empat kelompok besar, yaitu buah, sayur, makanan, dan minuman. Sebanyak kira-kira 32-35 jenis buah dan sayur, nggak ada satu pun komoditas pertanian khas Indonesia. Sementara Australia yang penduduknya hanya menggunakan WhatsApp sebanyak 37%, seolah dimuliakan dengan adanya buah kiwi.
Padahal apa susahnya sih bikin emoji buah rambutan, salak, atau durian? Lagi pula para pengguna WhatsApp di negara-negara Asia Tenggara lainnya juga pasti familier dengan durian. Lha wong Malaysia dan Thailand sudah jadi pemain utama kok dalam bisnis ekspor durian. Lihat saja stok durian di Superindo, dari mana coba asalnya kalau bukan dari Negeri Gajah Putih itu?
Pada sub kategori kue, malah lebih parah lagi, ada croissant dari Turki, baguette dari Perancis, pancake dari Amerika, dan pretzel dari Jerman. Kok ya bakpia nggak ada? Martabak juga nggak tersedia. Maunya apa sih? Ini jelas kezaliman kelas emoji makanan yang durjana. Selanjutnya kalau kita menengok bagian makanan bercita rasa gurih (savoury) atau makanan berat, makin panjang lagi bukti dosa-dosa emoji WhatsApp pada rakyat Indonesia.
Ada keju, paha ayam, daging segepok, dan iris tipis bacon, keterlaluan sekali sih nggak disajikan emoji ceker ayam sebagai salah satu makanan tradisional Indonesia yang terkenal hampir di semua wilayah nusantara. Italia saja diwakili oleh pizza dan spaghetti, Amerika lebih serakah lagi dengan hamburger, hot dog, dan french fries, sementara taco dan burrito dari Meksiko. Bahkan falafel dari Timur Tengah pun ditampilkan, bisa-bisanya bakso dan cilok yang juga termasuk meatball nggak ada.
Jepang mengirimkan lima wakilnya dalam perhelatan emoji makanan dunia WhatsApp lewat onigiri, bento, oden, sushi, dan dango. Tega-teganya nasi goreng dan rendang yang katanya masakan paling enak di dunia nggak juga diusahakan bentuk dan wujudnya. Sebenarnya Indonesia ini penting nggak sih dalam dunia emoji WhatsApp?
Pada bagian minuman, makin nggak jelas lagi, ada wine, sake, dan bir, tapi kok ya nggak dipertontonkan es degan dari air kelapa pilihan khas pesisir kepulauan Indonesia. Ketidakberpihakan emoji WhatsApp dengan kekayaan kuliner Indonesia ini mestinya jadi bahan bakar yang serius untuk menuntut balik. Mestinya developer menyediakan fitur custom emoji untuk tiap negara.
Selain ragam emoji makanan dan masakan yang tidak tersedia, bermacam jenis jilbab akhwat Indonesia juga tidak diakomodir dengan sempurna. Barangkali para pengembang emoji itu nggak paham bahwa tiap tingkatan usia perempuan Muslim di Indonesia punya style jilbabnya sendiri-sendiri. Kalian pikir perkara emoji WhatsApp ini hal yang sepele? Faktanya, sama sekali berlawanan.
Sejak tahun 2017 hingga 2020, rata-rata waktu yang dihabiskan orang Indonesia mantengin media sosial lebih dari tiga jam setiap harinya. Dari total 66 negara yang disurvei oleh Global Web Index, hanya 10 negara yang setiap hari menghabiskan waktu lebih dari tiga jam untuk membuka platform medsos, dan Indonesia adalah salah satunya.
Bahkan jika ditinjau dari kepemilikan akun medsos, Indonesia menempati peringkat dua dengan angka 10,5. Hanya kalah dari India yang memiliki skor 11,5. Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap orang di Indonesia memiliki lebih dari sepuluh akun medsos. Coba hitung apa saja medsos yang dimiliki orang Indonesia? WA, FB, YouTube, IG, TikTok, Twitter, Line, LinkedIn, Pinterest, Snapchat, WeChat, Bigo, dan masih banyak lagi medsos gurem lainnya.
Tingginya data-data itu mestinya jadi prioritas utama dan pertama dong dalam mengedepankan Indonesia dengan privilege unggulan, salah satunya dengan menghadirkan emoji makanan khas Indonesia. Kita salah satu penyumbang cuan tertinggi lho buat para founder dan CEO medsos internasional itu.
Dan akan tetap seperti itu beberapa tahun ke belakang. Sebab tidak hanya satu atau dua, tapi puluhan platform medsos buatan putra putri bangsa yang selalu saja kalah dana dan jumlah pengguna. Itulah faktanya, meskipun tetap saja pengembang medsos lainnya nggak akan peka.
Sumber gambar: Emojipedia
BACA JUGA Panduan Misuh Bahasa Jepang biar Kamu Bisa Sekuat Tokoh Anime dan tulisan Adi Sutakwa lainnya.