Bagi para penggemar manga atau anime bertemakan cerita detektif, nama Conan Edogawa tentu tidak asing lagi. Bocah detektif paling terkenal asal Negeri Samurai itu memang mempunyai fans yang terbilang cukup banyak, beberapa bahkan mengaku die-hard fans, setidaknya di Indonesia. Conan yang merupakan penyamaran dari sosok murid SMA berotak encer, Shinichi Kudo, terhitung telah lebih dari 20 tahun menemani penikmat komik ciptaan Aoyama Gosho tersebut. Bagaimana ending dari ribuan chapter serial detektif tersebut, hanya Aoyama sensei yang tahu.
Berangkat dari latar belakang yang sama sebagai siswa SMA, gaung Kindaichi di tanah air tak senyaring Detektif Conan. Padahal, Hajime Kindaichi yang diakui memiliki IQ 180 tidaklah kalah cerdas dalam menyusun kepingan kasus dari Shinichi Kudo. Bahkan, boleh dibilang, kasus yang dipecahkan oleh detektif berambut gondrong tersebut lebih rumit dan melelahkan. Jika kasus yang dihadapi Conan cenderung singkat, Kindaichi justru kerap berhadapan dengan serial killer yang pelik serta membutuhkan waktu lama untuk diungkap. Namun demikian, toh, kepopuleran Detektif Conan tetap saja melampaui Kindaichi. Kira-kira kenapa bisa begitu, ya?
#1 Masa penayangan anime
Dulu sekali, antara tahun 2002 sampai 2003, animasi Detektif Kindaichi pernah mengudara di layar kaca Indonesia, tepatnya di TV7 yang sekarang berubah nama menjadi Trans7. Di Jepang sendiri, seri animenya ditayangkan sebanyak 148 episode sekitar tahun 1997 hingga 2000. Jika dibandingkan dengan masa penayangan Detektif Conan, jelas, jatah Kindaichi kalah jauh. Hal ini dipengaruhi pula oleh jumlah kasus yang dipecahkan antara Conan dan Kindaichi di mana angka kasus yang dibongkar dalam serial Conan lebih tinggi.
Di Indonesia pun, jam tayang Detektif Kindaichi cenderung singkat. Oleh sebab itu, agak sulit untuk membangun awareness publik terhadap keberadaan cucu detektif terkenal itu. Kemungkinan besar, penonton anime Kindaichi adalah fans yang berasal dari pembaca manga serial detektif tersebut.
Sementara Conan, selain ditayangkan di tahun yang sama—di mana para generasi milenial masih bocah—masih dipertontonkan hingga saat ini di televisi, yakni di saluran Net TV. Tak heran, eksistensi Conan melampaui Kindaichi yang berpengaruh juga pada banyaknya penggemar hingga lintas generasi.
#2 Usia minimal pembaca manga
Di Indonesia, baik manga Detektif Kindaichi maupun Detektif Conan, diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo. Saat ini, penerbit menyertakan usia minimal pembaca bagi buku cetakan mereka. Detektif Conan, seri regularnya, dilabeli dengan minimal usia pembaca 12 tahun. Sedangkan untuk komik Detektif Kindaichi, usia yang disarankan setidaknya adalah 15 tahun.
Bisa dimengerti, meskipun aslinya Conan adalah remaja usia 17 tahun, tapi berada dalam tubuh anak-anak bisa dianggap bahwa bacaan maupun animasinya ditujukan untuk pasar anak SD juga. Belum lagi, dalam serial Detektif Conan, tak jarang pula Conan beserta kelompok detektif anak yang beranggotakan teman-teman sekelasnya, memecahkan kasus yang terkait dengan lingkungan sekolah.
Sedangkan serial Kindaichi, selalu mengangkat kasus orang dewasa. Terlebih, manga terbarunya, Detektif Kindaichi volume 37,membawakan kasus yang lebih gelap terkait usia Kindaichi yang makin dewasa, 37 tahun. Mau tak mau, hal ini juga akan membatasi segmen pasar Detektif Kindaichi.
#3 Karakter kasus yang diangkat
Seperti yang sudah sedikit disinggung sebelumnya, tidak semua kasus dalam serial Detektif Conan merupakan kasus yang berat. Beberapa kasus bahkan terhitung ringan, apalagi yang tidak melibatkan perburuan organisasi hitam, musuh utama Conan. Oleh sebab itu, sejumlah kasus Conan bisa diselesaikan dalam waktu singkat.
Pada beberapa kasus di awal kemunculannya, Conan memang kerap menghadapi problematika yang berat, termasuk pembunuhan sadis dan berantai. Namun, semakin ke sini, sepertinya mangaka anime populer tersebut berniat menjamah pasar yang lebih luas, tidak terbatas pada pembaca remaja dan dewasa saja.
Di sisi lain, kasus yang dibawakan oleh Detektif Kindaichi cenderung gelap. Hampir seluruh kasusnya merupakan pembunuhan berantai yang sadis. Bahkan, beberapa melibatkan mutilasi, hubungan terlarang, nudity, dan darah yang berceceran di mana-mana. Oleh karenanya, kisah pembantaian ini tidak layak dijadikan bacaan untuk anak usia sekolah dasar maupun yang masih pra-remaja. Pun, tidak semua orang dewasa sanggup mengikuti cerita mengerikan tersebut. Hal ini pula yang menjadikan penggemar Kindaichi terbatas pada kalangan tertentu.
#4 Keterkaitan dengan pembaca
Secara kasus non-organisasi hitam dan penyusunan deduksi, masalah yang dihadapi Conan lebih terhubung dengan kehidupan sehari-hari pembaca. Maksudnya, beberapa hal sepele dalam kehidupan individu mampu mendorongnya menjadi seorang pelaku kejahatan. Tidak melulu pembunuhan, kasus yang ditangani Conan cukup beragam. Mulai dari penculikan, perampokan, bahkan perselingkuhan pernah diungkap oleh Conan walaupun dalam beberapa kesempatan ia harus menggunakan Kogoro Mouri sebagai pionnya dalam pertunjukan analisis.
Sebaliknya, secara personal, Kindaichi justru lebih memiliki kedekatan dengan para penggemarnya. Ia bertumbuh mengikuti usia fansnya yang dibuktikan dengan kemunculan kembali saat Kindaichi berusia 37 tahun dan berprofesi sebagai manajer sebuah perusahaan event organizer kelas menengah. Bukankah pengembangan karakter ini relate sekali dengan kehidupan para medioker di dunia nyata? Berbeda sekali dengan Conan, di mana ada anak kecil yang bisa mempunyai hubungan sedekat itu dengan pihak kepolisian serta agen rahasia?
Terlebih, sisi manusiawi Kindaichi ditunjukkan dengan keengganan dia untuk kembali bersinggungan dengan kasus di usia matangnya. Lagian, siapa sih yang suka berurusan dengan pembunuh dan genangan darah? Di sisi lain, darah muda Conan akan bergejolak ketika menemukan misteri yang dianggapnya seperti teka-teki.
Akan tetapi, menilik kasusnya, Detektif Kindaichi mungkin terlalu jauh dari kenyataan. Kasus yang dipecahkan oleh Kindaichi tidak pernah murni bermotifkan uang. Kalaupun menyangkut dengan hal finansial, dibaliknya pasti akan ada motif atau dalang yang lebih kejam. Kebanyakan, motif sesungguhnya adalah kehilangan orang yang berarti dalam hidup si pelaku. Tak jarang, Kindaichi dan pembaca pun pada akhirnya berempati pada pelaku kejahatan karena kisah hidupnya yang memilukan.
Begitulah kira-kira analisa sederhana mengapa popularitas Kindaichi tak setinggi Conan. Membandingkan keduanya memang tampak kekanakan. Namun, dengan adanya poin-poin di atas, setidaknya penggemar manga bisa memberikan sedikit kesempatan bagi Kindaichi untuk beraksi menemani hari-hari mereka lewat komik, animasi, atau live action-nya.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Nge-ship kok Conan dan Haibara, Mending Takagi Wataru dan Miwako Sato lah!