Kelurahan Rembiga Jadi Wilayah Paling Berisik di Mataram: Dulu Bising oleh Deru Pesawat, Kini Berganti Riuh Konser Musik

Kelurahan Rembiga Jadi Wilayah Paling Berisik di Mataram: Dulu Bising oleh Deru Pesawat, Kini Berganti Riuh Konser Musik

Kelurahan Rembiga Jadi Wilayah Paling Berisik di Mataram: Dulu Bising oleh Deru Pesawat, Kini Berganti Riuh Konser Musik (unsplash.com)

Kelurahan Rembiga di Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, bisa jadi merupakan wilayah paling berisik di Kota Mataram sejak puluhan tahun silam hingga kini. Dahulu di sana ada Bandara Selaparang yang diresmikan sejak tahun 1959 dan ditutup pada 2011.

Setelah Bandara Selaparang ditutup untuk penerbangan komersil, lahannya dimanfaatkan sebagai tempat konser musik. Warga Kelurahan Rembiga sepertinya memang warga paling tabah terhadap kebisingan. Setelah puluhan tahun bising oleh deru mesin pesawat, kini berganti diriuhkan konser musik.

Warga Rembiga Mataram akrab dengan deru mesin pesawat saat Bandara Selaparang masih aktif

Kota Mataram merupakan kota yang kecil. Ketika ada pesawat hendak mendarat atau lepas landas di Bandara Selaparang, hampir seluruh warga kota pasti mendengar suara pesawat itu. Sebagai orang yang sudah menjadi warga Mataram sejak lahir, tepatnya sejak awal 1990-an, saya merasakan betul hari-hari kami diriuhkan bising deru mesin pesawat yang melintas di langit Mataram.

Rumah saya yang jaraknya beberapa kilometer dari Bandara Selaparang pun bisa merasakan kebisingan oleh suara pesawat yang melintas. Bercandaan “pesawat minta uang” jadi kebiasaan saya dan teman-teman masa kecil saya. Saya tidak bisa membayangkan menjadi warga Rembiga Mataram yang harus membiasakan kuping mereka merasakan bising mesin pesawat saban hari. Benar-benar saban hari.

Sebagai ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), lalu lintas penerbangan dari dan ke Bandara Selaparang di Kelurahan Rembiga Mataram lumayan padat saat bandara itu masih aktif. Hari-hari warga Kelurahan Rembiga pastilah diwarnai suara bising mesin pesawat.

Pada tahun 2011, Bandara Selaparang berhenti beroperasi sebagai bandara komersil. Semua penerbangan beralih ke Bandara Internasional Lombok (BIL) yang kini berganti nama menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM). Kini bekas lahan Bandara Selaparang itu akrab disebut sebagai Eks Bandara Selaparang.

Setelah semua penerbangan dialihkan ke BIZAM, langit Kota Mataram menjadi hening. Benar-benar tak ada lagi bising pesawat. Sebuah pemandangan yang sangat kontras. Sebagai warga Mataram sejak kecil, saya merasakan perubahan langit Kota Mataram yang dulunya bising menjadi benar-benar hening. Warga Kelurahan Rembiga Mataram terbebas dari suara bising pesawat setiap hari.

Eks Bandara Selaparang berubah jadi arena konser musik

Akan tetapi “kebebasan” itu tidak bertahan lama. Setelah pandemi Covid-19 berakhir, disusul dengan rentetan konser musik di seluruh Indonesia yang seperti banjir bandang pada kisaran tahun 2020-an. Di hampir semua daerah tiba-tiba sangat sering ada perhelatan konser musik, termasuk di Kota Mataram.

Mungkin masyarakat kita merasa sangat jengah dipaksa berdiam di dalam rumah. Mereka membutuhkan hiburan, dan konser musik jadi jawaban dari keresehan itu.

Seringnya konser musik dengan skala besar dengan menghadirkan deretan musisi secara bersamaan menuntut sebuah tempat yang representatif. Sebagai kota kecil, Kota Mataram tidak memiliki banyak tempat pas untuk sebuah acara dengan skala besar yang bisa menampung banyak orang. Satu-satunya tempat yang bagi saya pribadi dan saya yakin diamini banyak warga Mataram layak untuk tempat konser adalah Eks Bandara Selaparang yang ada di Kelurahan Rembiga.

Eks Bandara Selaparang bertubi-tubi menjadi tempat konser para musisi ternama. Awalnya beberapa tempat menjadi pilihan tempat konser musik, tetapi tempat lainnya punya sejumlah kelemahan. Akhirnya, seakan secara otomatis, konser musik skala besar berpusat di Eks Bandara Selaparang.

Wajar saja penyelenggara memilih menghelat konser di sana. Bekas landasan pacu pesawat yang lebar dan panjang itu sangat representatif untuk menampung ribuan orang. Orang juga jadi tidak kebingungan untuk parkir kendaraan.

Lahan yang luas bikin penonton merasa cukup lapang untuk berjingkrak-jingkrak menikmati konser. Jika ada masalah tiba-tiba pun, penonton mudah diungsikan ke tempat yang aman karena lahan yang sangat lapang.

Tambah bising karena gelaran MXGP

Selama dua tahun terakhir, Eks Bandara Selaparang di Kelurahan Rembiga Mataram juga menjadi tuan rumah ajang balapan motocross paling bergengsi di dunia: Motocross Grand Prix (MXGP). Bahkan pada tahun 2024 ini, tepatnya pada akhir Juni dan awal Juli lalu, Eks Bandara Selaparang jadi tuan rumah untuk dua seri MXGP dalam jangka waktu selang seminggu.

Panitia meramaikan Gelaran MXGP itu dengan konser musik. Artinya, selama dua pekan berturut Eks Bandara Selaparang jadi tempat konser musik. Warga Rembiga Mataram merasakan suara bising yang dobel: bising oleh konser musik dan suara knalpot para pembalap MXGP.

Warga Kelurahan Rembiga dalam beberapa tahun terakhir jadi sangat akrab dengan konser musik. Suara berisik musik yang keluar dari sound system kerap terdengar di Kelurahan Rembiga. Tidak hanya musik, suara riuh para penonton dan kendaraan efek macet selepas konser pun kerap terjadi di wilayah itu.

Begitulah Kelurahan Rembiga Mataram yang dulunya kerap bising oleh deru mesin pesawat, kini berganti riuh konser musik. Warga harus senantiasa sabar sekaligus membiasakan gendang telinga menahan segala kebisingan.

Penulis: Atanasius Rony Fernandez
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Bandara Selaparang Lombok: Dulu Landasan Pacu Pesawat, Kini Disulap Jadi Sirkuit Balap Motocross.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version