Saya sering kecewa saat membeli daging ayam. Padahal belinya dengan penjual daging ayam yang lapaknya bersebelahan dengan lapak daging sapi saya. Walau bertetangga, tetap saja saya terkena kelicikan mereka. Terlepas dari tali persaudaraan sesama penjual di pasar, ya saya ini tetap konsumen yang sudah semestinya dilayani dengan jujur.
Berikut beberapa kelicikan penjual daging ayam yang amat merugikan pembeli berdasarkan pengalaman saya. Semoga cerita saya ini membuat kita sebagai pembeli lebih waspada saat membeli ayam di mana pun.
Daftar Isi
#1 Menjual daging ayam yang sudah busuk
Dua hari lalu, salah seorang pelanggan daging saya pernah cerita bahwa dia trauma membeli ayam di pasar. Terutama saat beli daging ayam di sekeliling lapak saya. Menurut pelanggan saya, ayam yang dia beli hampir 20 ekor berbau busuk.
“Lalu gimana ayam-ayam itu, Bu?” tanya saya.
“Ya dibuang! Wong sudah nggak layak konsumsi, kok. Dibuang saja,” jawab si ibu.
Nah, itu baru cerita dari langganan saya. Cerita lain tentu saja banyak, dan semuanya berkutat pada daging ayam yang sudah busuk saat dibawa pulang ke rumah. Bayangkan, betapa kecewanya para pelanggan karena kelakuan oknum penjual daging ayam ini. Sudah mengeluarkan uang dalam jumlah tak sedikit, eh, nggak tahunya kena tipu. Ditipunya bukan cuma satu ekor ayam pula, tapi lebih dari dua puluh.
Memang kalau kita beli ayam dalam jumlah besar, biasanya ayam-ayam itu akan dimasukkan ke dalam kantong atau karung yang diikat. Nah, masalahnya, daging ayam yang ada di dalam kantong bertumpuk, tergencet satu sama lain, dan tanpa udara. Di sinilah awal mula pembusukan terjadi pelan-pelan.
Sebenarnya walau ayam-ayam itu bertumpuk dan tidak ada udara di dalam kantong, tetap saja daging ayam akan baik-baik saja bila baru dipotong beberapa jam sebelumnya. Beda kalau ayamnya ayam kemarin atau sudah 12 jam dibiarkan di udara terbuka. Pasti ayamnya akan berbau busuk.
#2 Penjual daging ayam bohong soal harga ayam
Kelicikan penjual daging ayam berikutnya adalah bohong soal harga ayam. Begini, kalau pasaran ayam sudah sepi, biasanya para penjual ayam akan mengobral ayamnya dengan harga semurah-murahnya. misalnya, mereka akan berteriak menawarkan ayam pada siapa pun yang lewat di pasar. “Silakan, Pak, Bu, ayamnya murah. 20 ribu saja, ayo beliii!”
Saat calon pembeli mendekat, di sinilah calon pembeli sudah tertipu. Awalnya mereka tahunya harga ayam itu 20 ribu sesuai yang dibilang penjual. Namun penjual daging ayam akan menjawab kalau ayam yang harga 20 ribu itu jenisnya agak lain. Intinya, yang sudah berlendir dan membiru di pojokan lapak, itulah ayam yang dihargai 20 ribu.
Kalau calon pembeli mau, si penjual akan menawarkan daging ayam yang masih segar, harganya tentu saja jadi 30 ribu. Dan karena sudah telanjur datang ke lapak, mau nggak mau si pembeli akan membeli ayam yang harganya 30 ribu.
Cerdik bukan teknik marketing oknum penjual ayam begini? Tapi kok saya merasa janggal ya dengan teknik marketing yang begini. Selama saya membaca buku Marketing Revolutionnya Tung Desem Waringin, nggak ada tuh teknik berjualan yang membohongi calon pembeli. Yang ada justru jujur dan bisa dipercaya merupakan kunci dari marketingnya Pak Tung.
#3 Lagi-lagi mengurangi timbangan
Mengurangi timbangan ini sebetulnya masalah klasik. Dan saya pun sebetulnya sudah agak malas membahasnya saking seringnya terjadi. Contohnya, selama saya membeli daging ayam sendiri di pasar, sekitar empat dari lima kali belanja ayam berujung pada kekecewaan. Apalagi kalau bukan karena kurangnya timbangan. Tapi masalahnya yang kena bukan cuma saya, ibu saya pun sering kena masalah serupa saat beli ayam di pasar.
Kalau sekali sih saya nggak masalah, ya. Mungkin karena si penjual daging ayam sedang sibuk melayani pembeli lainnya, makanya nggak teliti dengan timbangan. Tapi jika kejadiannya lebih dari tiga kali sih namanya bukan nggak sengaja, melainkan penjualnya yang licik. Oke, katakanlah saya beli ayam ketika sedang diskon. Walau saya beli dengan harga diskon, tetap saja saya ini pembeli kan, sudah sewajarnya mendapat hak sesuai yang saya bayar.
Untuk solusi masalah kelicikan penjual daging ayam, saya nggak bisa memberi solusi apa-apa. Sebab, hal ini kan balik lagi ke pribadi masing-masing penjual. Kalau mau lapak ayamnya berkah, ya saya sarankan jujurlah dalam berjualan. Sudah banyak contoh penjual yang bangkrut gara-gara zalim pada pembeli.
Sementara untuk mengatasi kelicikan penjual daging ayam, saya hanya bisa menyarankan agar pembeli lebih waspada. Jangan lengah sedikit pun biar nggak tambah rugi.
Penulis: Muhammad Ridho
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.