Kalau kamu bukan asli cah Kediri, mari jawab pertanyaan singkat ini, sebutkan satu nama/kata yang kamu tahu tentang Kediri selain Simpang Lima Gumul!
Krikkk.. Krikkk… Krikkkk…
Mungkin orang awam yang belum pernah ke Kediri bakal kesulitan menjawab, sedangkan sedikit orang mungkin ada yang menyebut Gudang Garam, atau juga para pencinta sepak bola menjawab Persik Kediri. Selain nama pabrik rokok yang populer di Indonesia dan nama klub kuda hitam pengoleksi 2 piala kasta tertinggi Liga Indonesia tersebut, percayalah, Kediri lebih dari itu. Setidaknya itu menurut saya, cah asli Kediri.
Berbicara Kediri tanpa membahas sejarah mungkin terasa hambar. Kota tertua ketiga di Indonesia ini akan genap berumur 1.141 tahun pada 27 Juli 2020 mendatang. Tanpa disadari, kita sudah mengenal nama Kediri lewat buku sejarah Sekolah Dasar (SD) tentang Bab Kerajaan Hindu, Budha, dan Islam di Indonesia.
Seingat saya, masa periode SD hingga SMP pada kurikulum KTSP pada pelajaran sejarah masih intens membahas Bab Kerajaan-Kerajaan di Indonesia. Nama Kediri semakin merasuk ke otak kita ketika dituntut harus menghafal nama-nama kerajaan beserta rajanya sebelum waktu ulangan tiba.
Tidak hanya perihal sejarah yang kita dapatkan dari bangku sekolah, mungkin kamu juga sempat mengenal Kediri lewat liputan atau tulisan yang membahas wisata, pendidikan, atau bahkan politik.
Sebagai kota terbesar ketiga di Jawa Timur setelah Surabaya dan Malang, Kediri terlalu malu untuk mengejar kesohoran kedua nama kota besar di Jawa Timur tersebut. Jarak ini semakin jauh karena banyak faktor yang kurang dapat mendukung mobilitas Kediri untuk setidaknya mengejar dalam segi pembangunan, wisata, dan hiburan lainnya.
Terlepas dari itu semua, kota yang terkenal dengan tahu takwa (tahu kuning) ini tidak akan pernah protes terhadap kenyataan. Justru keadaan Kediri yang apa adanya ini menjadi tempat nyaman untuk menikmati hidup. Ya, menurut saya, Kediri terlampau nyaman sebagai tempat tinggal.
Kalimat yang saya tuliskan sebelumnya semakin menguatkan slogan Kediri Bersemi, akronim dari susunan kata bersih, menarik, dan indah. Bila harus menggunakan cocokologi untuk menerjemahkan tiga kata tersebut, saya rasa tidak begitu susah.
Bersih, hampir setiap tahun Kediri masuk sebagai peraih status Kota Adipura untuk kategori Kota. Apalagi dalam periode beberapa tahun terakhir, kota yang hanya terdiri dari 3 kecamatan ini mulai menyolek diri dengan menambah RTH (Ruang Terbuka Hijau). Merenovasi Taman Sekertaji yang lebih layak sebagai tempat umum semua golongan umur, membangun beberapa taman baru seperti Taman Brantas,Taman Jayabaya, dan Memorial Park, taman kontemporer berkonsep modern untuk mengenang jasa-jasa pahlawan.
Menarik, untuk mendeskripsikan kata ini, jujur saya cukup kewalahan. Karena menurut saya, cukup banyak hal menarik yang dapat diperbincangkan kalau mendengar nama Kediri. Menarik tentang sejarahnya, kulinernya, budayanya hingga mitosnya. Namun kali ini saya sedikit membahas tentang salah satu mitos Kediri yang sudah menjadi rahasia umum di Indonesia. Yaitu mitos tentang presiden lengser jika berkunjung ke Kediri. Ada yang baru pertama kali dengar tentang mitos ini?
Ya, sebagai salah satu kota senior di Indonesia, nilai mistis di Kediri masih cukup kental, bahkan sampai sekarang mitos tersebut masih ada yang meyakininya. Lengsernya Pak Soekarno, BJ Habibie, dan Gus Dur dikaitkan karena kunjungannya ke Kediri. Meski ada banyak faktor lain di balik lengsernya ketiga nama tersebut, setidaknya mitos ini masih menjadi topik hangat di tengah angin malam di pos kampling sebagian dusun di Kediri.
Mitos lengsernya presiden setelah berkunjung ke Kediri sedikit menipis ketika Pak Susilo Bambang Yudhoyono menyempatkan waktunya 2 kali berkunjung ke Kediri pada tahun 2007 dan 2014. Namun nihil kunjungan dari Pak Soeharto selama memerintah 32 tahun, Ibu Megawati selama 4 tahun, dan 2 periode Pak Jokowi selama masa tugas menjadikan mitos ini awet sebagai legenda.
Kata ketiga dari akronim “Bersemi” adalah indah. Secara geografis, Kediri adalah dataran rendah bercuaca sedang yang diapit oleh 2 gunung, Gunung Wilis dan Gunung Klotok di sisi barat dan Gunung Kelud di sisi timur. Saat pagi hari ketika cuaca cerah warga Kediri bakal disuguhi kokohnya Gunung Kelud, sedangkan pada sore hari, matahari tenggelam dengan elok di balik megahnya Gunung Wilis dan Gunung Klotok.
Selain diapit dua gunung, Kota Kediri juga terkenal sebagai jalur aliran Sungai Brantas. Sungai terpanjang di Jawa Timur ini memisah dua bagian kota Kediri. Untuk membedakannya, masyarakat Kediri biasa menyebutnya “kulon kali (barat sungai)” dan “etan kali (timur sungai)”. Secara penataan kota, Kediri bagian timur sungai menjadi pusat kota sedangkan bagian barat sungai menjadi daerah penyangga kota serta pusat pendidikan formal dan non formal, salah satunya adalah lokasi Pondok Pesantren terkenal di Indonesia, Pondok Pesantren Lirboyo.
Setelah membaca secuil fakta di atas, slogan Kediri Bersemi sungguh layak bukan?
Membahas suatu daerah juga kurang lengkap jika tidak memperkenalkan kuliner dan tempat wisata. Jujur, sebagai bocah asli Kediri, saya cukup wagu kalau ada teman yang ingin berkunjung ke Kediri untuk kebutuhan wisata, baik wisata keperluan liburan ataupun wisata kuliner. Meski tidak berstatus kota wisata, terlalu sedikitnya keberadaan tempat wisata di Kediri mungkin bisa dibilang berada di belakang kota-kota lain di Indonesia.
Meski begitu nama-nama tempat wisata seperti Monumen Simpang Lima Gumul, Gua Selomangleng, Gua Puhsarang, Sumber Air Ubalan, Air Terjun Dolo, dan Gunung Kelud terlalu sayang dilewatkan ketika berada di Kediri.
Selain tempat wisata keperluan liburan, Kediri juga mempunyai satu tempat tersohor untuk berwisata kuliner, yaitu sepanjang Jalan Dhoho. Jalan di pusat kota yang mengambil nama dari pusat pemerintahan Kerajaan Kediri (Dhaha) ini biasa disebut Malioboro-nya Kediri. Di sini, pengunjung dapat menikmati beragam kuliner khas Kediri salah satunya nasi pecel tumpang sambil menikmati alunan musisi jalanan ataupun sekadar membeli oleh-oleh khas Kediri seperti tahu takwa, stik tahu, hingga getuk pisang.
Di tengah kesibukan kota-kota lain menyolek diri untuk keperluan pariwisata, apa adanya Kediri justru semakin ngangeni bagi masyarakatnya, terutama untuk para perantau. Suasana nyaman dan damai yang disuguhkan Kediri membangun budaya neriman yang sulit ditemukan di kota-kota besar.
Mungkin, Gusti Pangeran sudah menakdirkan Kediri seperti ini. Menukil quote legendaris milik Martinus Antonius Waselinus (M.A.W) Brouwer untuk Bumi Pasundan, izinkan saya sedikit menyuntingnya untuk kota kelahiran saya.
“Kediri lahir ketika Tuhan bingung mendeskripsikan kata nyaman.”
BACA JUGA Bulan Puasa Gini Enaknya Nyinyirin Dinasti Bupati Kediri atau tulisan Ardi Setianto lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.