Kasih Tahu Saya dong, Bagaimana Rasanya Clubbing?

Kasih Tahu Saya dong, Bagaimana Rasanya Clubbing?

Pertanyaan itu muncul ketika saya dalam perjalanan pulang. Nah, saat melewati sebuah jalan, dari sisi kanan tiba-tiba ada rombongan manusia keluar dari sebuah ruko dengan banner lampu yang menyala-nyala. Yang setelahnya baru saya tahu dari teman, itu namanya tempat clubbing. Saya hanya sepintas melihat sambil naik motor. Mereka yang keluar dari sana cukup bermacam-macam. Tapi yang pasti, terlihat rombongan muda-mudi yang sedang tertawa, mas-mas dengan dua kancing atas kemeja terbuka, dan mbak-mbak yang memakai jaket hoodie.

Hmmm, ramai juga saya pikir. Kalau tidak salah itu malam Selasa. Weekdays saja seramai itu terlihat dari luar. Bagaimana kalau malam Minggu atau Kamis, ya? Apa akan benar-benar padat dan penuh? Entahlah, saya tidak tahu juga.

Saya masih di atas motor menuju rumah dengan sebuah pertanyaan yang baru saja terlintas ketika melewati klub malam itu, “Kok saya belum pernah clubbing ya?” Tunggu-tunggu, sebelum kalian bersuudzon dengan niat “suci” saya itu, sebenarnya dalam lubuk hati yang terdalam, saya hanya penasaran. Tidak yang menjurus pada hal-hal yang macam-macam kok. Ya, hanya sebatas ingin tahu aja lah. Pasalnya, memang demikian, saya belum pernah masuk ke tempat seperti itu.

Awal semester kemarin, saya menemani seorang teman perempuan untuk mendaftar kuliah di Jogja. Ia tidak mengerti sama sekali tentang Jogja dan ini pertama kalinya ia datang dan langsung mendaftar kuliah. Singkat cerita, beberapa hari yang lalu saya melihat story Instagram-nya sedang berada di salah satu tempat clubbing terkenal di kota Jogja.

Wah, hebat sekali teman saya ini, baru hitungan minggu mainnya sudah ke sana. Lalu hitungan hari setelah story itu, ia kembali membuat story sedang di tempat yang sama, kali ini lengkap dengan teman-temannya. Salut! Saya benar-benar salut. Dalam satu minggu saja, teman saya ini sudah dua kali berturut-turut pergi clubbing di tempat yang sama. Lah saya, sudah dua setengah tahun di Jogja, sudah semester lima pula, belum pernah sekalipun menginjakkan kaki ke sana. Menyedihkan sekali.

Dulu saat awal kuliah, memang ada satu dua kali ajakan. Tapi saat itu, kenapa saya tolak terus, ya? Padahal kayaknya asyik. Bisa buat tambah-tambah pengalaman juga. Biar besok-besok enggak norak-norak amat pas masuk ke sana. Nah sialnya, sampai sekarang belum pernah nyoba. Alias nol persen pengetahuan soal per-clubbing-an duniawi.

Setelah rentetan kejadian itu, saya kembali meninjau jauh ke dalam pribadi saya sebagai manusia. Apakah saya kudet? Bisa jadi tidak, bisa juga iya. Kalau dilihat-lihat melalui geografis tempat tinggal dan kuliah saya, iya sih tampak jauh. Saya kuliah di selatan Jogja. Sementara beberapa tempat clubbing itu target pasarnya adalah anak-anak utara Jogja. Tapi, rasa-rasanya jarak bukan hanya soal daya tempuh, deh. Mungkin ada faktor pergaulan, daya saing, gengsi, dan hal-hal lainnya.

Saya sebenarnya penasaran bagaimana keadaan di dalam klub malam. Apalagi untuk yang pertama kali seperti saya, maka pertanyaan pertama yang muncul adalah, “Masuknya bayar nggak sih?” Melalui obrolan tipis-tipis seorang teman yang sudah sering ke sana, katanya kalau perempuan boleh langsung masuk alias gratis. Tapi kalau laki-laki katanya kudu beli makanan atau minuman dulu. Hmmm.

Lantas, apa benar harga makanan dan minumannya berkali-kali lipat? Kalau dari meme yang biasa saya lihat sih, perbandingan es teh di angkringan dengan di tempat clubbing, bagai tanah dan Planet Mars. Bisa-bisa, iced tea dengan potongan tipis lemon di bibir gelasnya dijual seharga 50 ribu. Hmmm, ngeri.

Selain itu, yang pasti saya tidak paham minum-minuman di sana. Apalagi dengan nama berbahasa Inggrisnya. Jujur, satu merek pun saya tidak tahu. Ya kalau minum pun, palingan saya mentok di ciu. Ya, saya sungguh cupu.

Nah pertanyaan selanjutnya, setelah masuk, pesan menu, terus di sana ngapain, ya? Tolong, bantu saya mengetahui jawabannya~

BACA JUGA Dakwah di Diskotik: Apakah Indonesia Kekurangan Masjid? atau tulisan Rasyid Faqih lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version