Kartu Kredit Tidak untuk Orang dengan Pendapatan Pas-pasan, Nggak Usah Sok-sokan

Orang dengan Pendapatan Pas-pasan Nggak Cocok Punya Kartu Kredit, Nggak Usah Sok-sokan Mojok.co

Orang dengan Pendapatan Pas-pasan Nggak Cocok Punya Kartu Kredit, Nggak Usah Sok-sokan (unsplash.com)

Pernah nggak sih kalian mencoba mengetik kata kunci di YouTube atau Google tentang “keuntungan” kartu kredit? Nah, biasanya hasil penelusuran akan menampilkan video atau artikel tentang strategi ampuh menggunakan fasilitas tersebut. Harapannya, seseorang bisa mendapat keuntungan yang maksimal setelah melihat dan menerapkan strategi itu. 

Sebenarnya, penjelasan di video atau artikel itu tidak sepenuhnya menyesatkan. Beberapa memang memberikan informasi yang baik mengenai pemanfaatan kartu kredit. Karena bagi saya pribadi pun, kartu kredit jadi salah satu medium transaksi kredit yang cukup membantu tanpa membebani. Tentu saja  dengan syarat dan ketentuan yang harus diperhatikan, terutama perihal kondisi keuangan pribadi. Dalam situasi tertentu, kartu kredit bisa menjadi kartu sakti ketika menghadapi kondisi darurat, misalnya bayar cicilan rumah, tagihan listrik dan air, atau biaya rumah sakit yang tidak tercover asuransi.

Dalam perspektif konsumen, kartu kredit itu sebenarnya punya dua pemaknaan. Pertama, mereka memaknainya sebagai alat bayar atau tunda bayar yang difasilitasi oleh pihak bank ketika membeli sesuatu. Prinsipnya, kartu ini membantu seseorang untuk memiliki barang tanpa harus berhutang dengan produsen. Kedua, kartu kredit dimaknai sebagai alat berhutang yang berbunga. Nah, perspektif yang kedua ini yang acapkali membuat fasilitas ini dipandang sedikit menakutkan. Kembali lagi, dua perspektif tersebut muncul bergantung dari mindset pemilik kartu kredit.

Pertanyaannya kemudian adalah, apakah kartu kredit selalu bisa dan benar-benar menguntungkan pengguna? Jawabannya bisa ya dan bisa tidak. Kita bahas satu persatu berdasarkan karakteristik dari si pemilik kartu ini.

Dua tanggal sakti kartu kredit

Berbeda dengan transaksi kredit lainnya, kartu kredit punya dua tanggal “sakti” yang wajib diperhatikan oleh penggunanya: tanggal tagihan dan jatuh tempo. Pada tanggal tagihan, pemilik akan memperoleh catatan transaksi selama menggunakan kartu kredit. Misalnya, tanggal tagihan kalian 1 November, maka seluruh transaksi kalian dari sebelum tanggal 1 November akan masuk tagihan pada 1 November.

Kemudian tanggal jatuh tempo merupakan batas pembayaran tagihan yang harus dilakukan oleh pemilik kartu kredit, umumnya 15–20 hari setelah tanggal tagihan. Jadi, ketika tanggal tagihannya 1 November, tagihan kartu kreditnya harus dibayar paling lambat 16 November. Lebih dari tanggal itu maka pemilik kartu kredit akan dikenakan bunga dan denda. Umumnya di kisaran 2-4 persen dari limit kredit yang digunakan.

Kalau melihat dua tanggal sakti ini, maka kartu kredit sangat cocok bagi nasabah yang punya pendapatan tetap atau konsisten setiap bulannya. Umumnya ya karyawan swasta, BUMN, PNS (dengan catatan kalau gajinya nggak kepotongan KPR atau cicilan lain ya hahaha). Tanggal tagihan dan jatuh tempo yang pasti ini juga cocok untuk pengusaha dengan cash flow bisnisnya sudah stabil. Pengusaha biasanya melakukan transaksi bisnis yang nantinya tagihan tersebut akan dibayarkan dari keuntungan usahanya. Ini berarti mereka bisa mengestimasikan kemampuan bayar mereka saat tanggal tagihan datang, sehingga mampu membayar sebelum tanggal jatuh tempo.

Sebaliknya, bagi mereka yang freelance, pengusaha kecil mikro, PNS dengan cicilan bulanan menggunung malah bisa terjebak dengan kredit trap. Kartu kredit Mereka berpotensi mengalami gagal bayar karena pendapatan dan cash flownya tidak teratur. Bisa jadi ketika jatuh tempo, kondisi keuangan sedang dalam situasi mencekik. Kan repot, malah kena denda dan bunga.

Skema pembayaran tagihan

Selanjutnya, untuk tahu apakah kartu kredit itu bisa bikin untung atau buntung, seorang konsumen atau debitur perlu tahu skema pembayaran tagihan dari kartu kredit. Setidaknya ada 3 jenis skema pembayaran tagihannya.

Pertama, full payment atau pembayaran penuh. Jenis skema ini digunakan bagi mereka yang ingin dan mampu membayar tagihan kartu kredit secara penuh, misalnya tagihan Rp10 juta dari tagihan kartu kreditnya ya dibayar senilai nominal tersebut sebelum tanggal jatuh tempo. Skema pembayaran ini menarik karena pengguna dikenai bunga 0 persen. Skema ini biasanya diberikan kepada nasabah yang punya rekam kredit yang bagus dan punya pendapatan yang stabil. Kembali lagi, ini soal kemampuan bayar dari si pengguna kartu kredit.

Kedua, cicilan tetap atau konversi. Jenis skema ini mirip dengan pinjaman bank dengan skema pada umumnya. Jadi total tagihan yang tercatat, oleh pihak bank akan dipecah tenor angsurannya umumnya selama 3, 6, atau 12 bulan. Sehingga total tagihannya misalnya Rp10 juta dapat dicicil selama 3, 6, atau 12 bulan dengan bunga 0 – 0,5 persen dari nominal tagihan. Itu tergantung kesepakatan nasabah dan pihak bank. 

Ketiga, minimum payment atau pembayaran dengan minimum. Skema ini terkesan memudahkan, tapi bagi saya paling menyiksa. Memang dalam pembayaran tagihan, pengguna bisa membayar minimum dari total tagihannya, biasanya di kisaran 10 persen dari total tagihan. Persoalannya, sisa dari tagihan tersebut akan dikenakan bunga, yaitu di kisaran 3-4 persen, bahkan ada yang lebih tinggi. Kesannya memudahkan, tapi malah boncos ketika pelunasan tagihan. Lah 3-4 persen kalau diakumulasikan dengan tagihan tiap bulannya kan banyak juga.

Nah, dari skema pembayaran tagihan saja, bisa disimpulkan kalau kartu kredit ini hanya cocok dan bermanfaat bagi nasabah yang punya pendapatan yang stabil. Nasabah yang modelnya kayak saya yang hanya mengandalkan honor dari tulisan Terminal Mojok, kok ya sok-sokan pakai kartu kredit, ya siap-siap mumet.

Limit tagihan

Terakhir yang perlu diketahui adalah soal limit kredit. Ini penting sekali. Biasanya tiap bank memberikan limit kredit dengan nominal setengah hingga dua kali lipat dari gaji. Contoh, gaji 3 juta, ya limitnya Rp1,5 juta (setengah gaji) atau Rp6 juta (dua kali gaji). Penentuan limit ini dilihat berdasarkan kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Bisa dari rekam jejak kreditnya atau tagihan lainnya yang sedang ditanggung.

Kebanyakan nasabah terutama berpenghasilan rendah biasanya salah menafsirkan makna limit ini. Mereka kira limit itu bisa seenaknya dipakai hingga habis. Padahal tujuannya kartu kredit kan untuk menambal pembayaran yang belum mampu dibayar. Bukan untuk memenuhi nafsu keinginan kalian terhadap Iphone 15 Pro Max misalnya.

Beberapa kali saya mendengar dari para financial planner, langkah bijak menggunakan kartu kredit adalah dengan menggunakannya tidak lebih dari 70–80 persen dari total limitnya. Nah, persoalannya, nasabah berpendapatan rendah apalagi yang impulsif kerap mengabaikan hal itu. Akibatnya keteledoran mengatur keuangan, mereka masuk ke dalam kredit trap. Ujung-ujungnya, gali lobang tutup lobang lewat pinjol. Hadeeh, jadi repot, kan?

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami kalau kartu kredit itu bermanfaat dan menguntungkan, kalau nasabahnya punya pendapatan yang stabil, nominal gaji yang tinggi, dan tidak impulsif. Ketika berada di tangan yang tepat, kartu kredit bisa jadi solusi untuk talangi tagihan kebutuhan sehari-hari atau keperluan bisnis. Ingat kebutuhan ya, bukan keinginan. Selain itu, ketika mampu membayar tagihan dengan lancar, limitnya akan naik disertai bonus dan diskon tertentu. Intinya kalau ingin punya kartu kredit, jadi kaya duluuu !!!

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Alasan Saya Menolak Kredit Motor: Skema yang Merugikan Pembeli, tapi Nggak Banyak yang Menyadari

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version