Karanganyar, Daerah Underrated di Jawa Tengah yang Nyaman untuk Ditinggali

Karanganyar, Daerah Underrated di Jawa Tengah yang Nyaman untuk Ditinggali

Karanganyar, Daerah Underrated di Jawa Tengah yang Nyaman untuk Ditinggali (Aditya Iqbal via Unsplash)

Karanganyar jadi bukti bahwa daerah nyaman di Jawa Tengah bukan hanya milik Kota Solo, Magelang, Purwokerto, apalagi Semarang.

Jawa Tengah dengan 35 Kabupaten/Kota-nya memang punya daya tarik tersendiri. Terutama perihal daya tarik yang membuatnya dipilih sebagai tempat yang nyaman untuk ditinggali. Daerah seperti Magelang, Purwokerto, Solo, Wonosobo, atau Semarang (baik kota maupun kabupaten), jadi beberapa rekomendasi yang sering muncul sebagai daerah yang nyaman untuk menjalani hidup. Kehidupan yang nyaman dan tentram memang impian semua orang, kan?

Tapi daerah-daerah yang saya sebutkan di atas sudah sangat mainstream. Karena banyak yang tahu, daerah atau kota tersebut jadi tujuan banyak orang sehingga mulai bising dan agak semrawut. Khususnya kota dan kabupaten Semarang.

Di luar dari daerah-daerah itu, ada satu daerah yang nggak terlalu terkenal, bahkan lebih terkenal nama kecamatannya ketimbang nama Kabupatennya, yang bagi saya menawarkan kenyamanan untuk menjalani kehidupan. Daerah tersebut adalah Karanganyar.

Rame, tapi nggak semrawut

Mayoritas orang, hanya tahu Tawangmangu, tanpa peduli kalau Tawangmangu yang sering jadi pelarian healing mahasiswa Solo ini berada di Kabupaten Karanganyar. Belakangan, kecamatan lainnya yaitu Colomadu juga mulai dikenal orang karena kabarnya akan dijadikan tempat pensiunnya Pakde Jokowi.

Secara status karesidenan, Karanganyar merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang jadi bagian dari kawasan Solo Raya. Jaraknya mungkin sekitar 20 km dari pusat Kota Solo. Tentu bukan tanpa alasan saya menempatkan Karanganyar sebagai daerah yang nyaman.

Saya merasa, Karanganyar ini ramai, tapi keramaiannya tidak semrawut sehingga terbebas dari orang-orang yang sensi satu sama lain. Ketika di malam hari, saat berada di sebuah desa di pinggiran Tawangmangu, Karanganyar tidak sesunyi yang saya bayangkan. Masih tetap ramai dengan lalu-lalang orang. Jadi kesannya tidak seperti daerah sunyi tanpa suara yang bikin orang-orang jadi takut keluar dan jalan-jalan pada malam hari.

Wajah Karanganyar juga jadi gambaran sebuah daerah yang meski statusnya hanya sebuah kabupaten satelit dari Solo, tapi tetap menawarkan modernitas yang cukup. Tempat nongkrong untuk berbagai kelas pun tersedia, angkringan atau kedai susu untuk kalangan minimalis pun tetap ada di tengah mulai banyaknya café macam Cold And Brew yang mulai tumbuh di Karanganyar.

Karanganyar lengkap

Akses fasilitas publik seperti kesehatan, pendidikan, dan pasar di dalamnya pun mudah diakses. Khusus pendidikan tinggi, jaraknya yang dekat dengan Solo membuat orang-orang di Karanganyar bisa memilih UNS atau kampus lainnya di area Solo sebagai pilihan tempat berkuliah. Selain itu, ketika ingin menikmati dan berjalan-jalan di pusat perbelanjaan seperti Mall, orang-orang di Karanganyar tinggal ke Solo saja. Toh secara transportasi, sudah ada Batik Solo Trans yang rutenya sudah menjangkau area Karanganyar (meski belum semuanya). Berarti di Karanganyar belum ada Mall yang bagus dong?

Kalau di tetangga kota ada, kenapa harus dipaksakan ada di Karanganyar? Toh fasilitas yang sifatnya itu keinginan dan mengundang sisi impulsive diri, nggak perlu ada di kota tempat kita tinggal kan? Mendatanginya pun hanya sesekali kok.

Persoalan kebutuhan dasar seperti air pun bisa dibilang terjangkau apabila dibandingkan dengan beberapa daerah lainnya di Jawa Tengah. Misalnya sejumlah kecamatan di Kabupaten Semarang yang masih susah air. Padahal, daerah ini paling dekat dengan Kota Salatiga atau Kota Semarang.

Bagaimana dengan biaya hidup? Secara umum, biaya hidup di Karanganyar sama dengan biaya hidup di Solo yang masuk jadi salah satu daerah yang memiliki biaya hidup murah di Indonesia. Misalnya biaya makan. Saya sendiri beberapa kali membeli nasi dengan lauk telur, sayur, dan kering tempe hanya habis Rp6k/porsi.

Hal kecil yang saya perhatikan hampir semua warung di Karanganyar lakukan itu adalah soal kebersihan warung mereka dan kenikmatan masakan yang mereka jual. Soal kenikmatan memang perkara selera, tapi bagi saya, kok enak gitu.

Biaya angkutan pun masih di bawah Rp5k. Kos-kosan dengan tarif kisaran 350-500k/kamar pun masih bisa ditemukan. Untuk rumah kontrakan, biaya sewanya bervariasi antara 5 juta-10 juta/tahun disesuaikan dengan spesifikasi dari rumah tersebut dan kemudahan aksesnya ke fasilitas-fasilitas umum. Dengan UMK di kisaran Rp2,2 juta, saya rasa sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar ketika berada di Karanganyar.

Wisata tidak perlu ditanya

Destinasi wisata di Karanganyar juga sangat banyak, tidak perlu ditanya lagi, terutama yang menawarkan keasirian, kesejukan, dan kehijauan alam yang dimilikinya. Lah mahasiswa di Solo saja kegiatan dan liburannya kebanyakan di Karanganyar. Apalagi Karanganyar juga jadi spot pendakian utama dari Gunung Lawu.

Meski begitu, Karanganyar masih memiliki beberapa kekurangan yang perlu dibenahi, seperti transportasi publik yang belum terintegrasi, bahkan masih nebeng sama fasilitasnya transportasi miliki Kota Solo. Penataan pusat Kotanya yang mungkin harus sedikit diperbaiki karena bagi pendatang, agak sedikit bingung terkait jalur kendaraan bermotornya.

Tapi terlepas dari itu, Karanganyar jadi bukti bahwa daerah nyaman di Jawa Tengah bukan hanya milik Kota Solo, Magelang, Purwokerto, apalagi Semarang.

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Karanganyar, Kota Satelit Penuh Potensi yang Sayangnya Terlalu Bergantung pada Solo

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version