Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Luar Negeri

Kamagasaki, Kota yang ‘Dihapus’ dari Peta Jepang

Primasari N Dewi oleh Primasari N Dewi
22 Mei 2022
A A
Kamagasaki, Kota yang 'Dihapus' dari Peta Jepang

Kamagasaki, Kota yang 'Dihapus' dari Peta Jepang (Gap_Abstracture via Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Gara-gara menulis tentang sisi gelap Jepang kemarin, saya jadi tertarik mencari tahu lagi tentang kota Kamagasaki. Benarkah kota tersebut dihapus dari peta Jepang?

Saat mencoba mencari kota Kamagasaki (釜ヶ崎) di Google Maps, ternyata masih ada, kok. Letaknya ada di dekat Stasiun Shin-imamiya dan Kebun Binatang Osaka. Meskipun saya belum pernah ke sana, sewaktu di Jepang saya juga pernah mendengarnya, kok. Sebenarnya jaraknya pun hanya 45 menit dari tempat tinggal saya dulu, tetapi kalaupun ke sana tanpa tujuan dan hanya untuk “lihat-lihat” atau sekadar “nge-vlog” juga nggak etis, kan?

Bagaimanapun juga, Kamagasaki memang pernah menjadi “cerita kelam” bagi Jepang. Bagaimana sejarahnya dulu? Lantas, bagaimana keadaannya sekarang?

Tunawisma di Shinjuku (Shutterstock.com)

Sejarah Kamagasaki

Nama kota Kamagasaki dan Nishinari merupakan nama yang tak asing bagi para pekerja buruh lepas harian Jepang pada awal 1960-an. Saat itu Jepang mengalami kejayaan ekonomi pasca-kekalahannya pada Perang Dunia II. Meski mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, ada sekitar 1,7 juta warga Jepang yang masuk kategori miskin. Mereka kesulitan memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Pada saat itulah, kota Kamagasaki menjadi tujuan warga Jepang yang ingin bekerja dan mendapat uang dengan cepat demi bisa bertahan hidup. Meski datang dari seluruh negara Jepang, mereka nantinya akan bekerja di wilayah Osaka, Kyoto, dan Kobe yang menjadi kota maju di Jepang Barat. Mereka dimanfaatkan sebagai tenaga kasar dalam pembangunan infrastruktur di kota-kota itu. Setidaknya ada sekitar 5.000 pekerja harian yang setiap pagi mengantri agar mendapat pekerjaan pada hari itu juga.

Fakta yang paling menyedihkan dari fenomena pekerja lepas harian ini adalah upah mereka sangat kecil (450-509 yen per hari) sehingga tidak cukup untuk mencari tempat tinggal yang layak. Padahal mereka datang ke Kamagasaki hanya untuk mencari uang, lalu bagaimana mereka tidur?

Untuk memenuhi kebutuhan penginapan inilah, muncul fenomena rumah gubuk semi permanen di Kamagasaki yang disebut doya. Biaya menginap per malamnya hanya sekitar 30 yen saja, lho. Fasilitas tentu saja seadanya, bahkan tidurnya empet-empetan dengan yang lain. Harganya berbeda tergantung jenis tempat tidurnya. Paling mahal 200 yen semalam dengan fasilitas tidur sendiri dalam satu kamar dan mendapat kasur yang layak. Bayangkan kalau upah 450 yen, dipakai menginap 200 yen, sementara makan dan transportasinya belum, bagaimana harus mengirim uang ke keluarganya? Menyedihkan ya.

Lantaran jumlah pekerja harian ini ribuan dan mereka datang pergi sampai tak terdaftar secara administrasi kependudukan. Angka kemiskinan di Kamagasaki pun menjadi tinggi dan akhirnya terkenal sebagai tempat yang kumuh dan semrawut dengan doya-doya yang berjejer.

Baca Juga:

Indomie Bukan Makanan Legendaris, Ia Cuma Simbol Krisis dan Kemiskinan Kolektif

Demi Pacar, Saya Rela Menyukai Minuman Matcha yang Selama Ini Dibenci karena Rasanya Mirip Rumput

Potret kehidupan tunawisma (Shutterstock.com)

Ada gap antara yang pekerja harian dan gelandangan yang tinggal di Kamagasaki sehingga menyebabkan benturan kepentingan dan kerusuhan. Kerusuhan pekerja harian lepas Kamagasaki pertama kali terjadi pada tanggal 1 Agustus 1960. Mereka tidak terima temannya mati akibat kecelakaan lalu lintas tetapi polisi tidak segera menolongnya. Akhirnya, ribuan polisi didatangkan ke Kamagasaki untuk mengamankan kerusuhan ini. Sejumlah 771 orang mengalami luka-luka dan akhirnya ratusan orang diamankan.

Setelah itu, setidaknya ada 24 kerusuhan besar yang terjadi di Kamagasaki. Berita tentang banyaknya kerusuhan, tingginya tingkat kriminalitas dan kemiskinan di Kamagasaki terdengar juga sampai ke pemerintah pusat. Akhirnya pada 1966, pemerintah Jepang mengganti nama Kamagasaki ini menjadi Airin-chiku (あいりん地区).

Airin-chiku, nama baru untuk Kamagasaki

Mengubah nama kota menjadi Airin-chiku tak serta merta mengubah keadaan di wilayah tersebut. Image kumuh dan miskin masih ada sampai beberapa tahun setelahnya, bahkan sampai sekarang. Padahal nama Airin berasal dari huruf 愛隣 yang artinya “dicintai”, sehingga Airin-chiku bisa diartikan “distrik yang dicintai”.

Sampai hari ini pun, kalau dilihat dari google map yang terbaru, gedung Airin Labor and Welfare Center masih terasa “kelam”. Meski bersih karena tak ada satu pun sampah, masih banyak ojiisan (kakek) yang duduk atau tiduran di lantai. Pemandangan seperti ini hampir tak ada di gedung Jepang pada umumnya. Pekerja kerja harian lepas memang bebas beraktivitas di gedung ini selama jam kerja. Ada kamar mandi dan toilet umum yang bisa dipakai. Namun, katanya jumlah pekerja harian ini semakin berkurang, lho. Hal ini disebabkan oleh pekerja yang mulai menua dan anak muda sekarang pun hampir tidak ada lagi yang mau seperti mereka.

Satu lagi yang khas dengan gedung atau kawasan Kamagasaki (Airin-chiku) yang masih terlihat sampai sekarang adalah banyaknya tunawisma yang “tinggal” atau tidur di wilayah itu. Mereka biasanya bersepeda dengan banyak kresek dan kadang tercium aroma tidak enak karena mungkin jarang mandi atau tidur di tempat yang tidak bersih. Kalau hampir semua tunawisma parkir sepedanya di gedung Airin Labor tersebut, pemandangannya akan menjadi tidak asyik, kan?

Realitas tunawisma Jepang (Milkovasa via Shutterstock.com)

Pemerintah Jepang tentunya sudah berusaha untuk membantu para tunawisma ini. Di dalam gedung Airin Labor juga banyak tulisan imbauan agar para pekerja lepas mau mendaftarkan diri secara administratif kependudukan dan mendaftar asuransi kesehatan maupun pensiun. Ada juga lembaga swadaya masyarakat yang ikut menjadi sukarelawan menolong mereka agar memiliki kehidupan yang lebih baik. Namun, sekali lagi, kalau kakek sendirian sebatang kara pasti menyedihkan sekali, ya. Ingin bekerja sekalipun, bisa jadi tenaganya sudah tidak laku lagi. Banyak akhirnya yang hanya menghabiskan harinya tanpa melakukan apa pun di gedung tersebut. Sedih.

Seperti itulah kira-kira gambaran tentang kota Kamagasaki. Bukan dihapus, kok, hanya diganti namanya agar citra kelamnya tergantikan. Namun, tetap saja menyisakan kekelaman yang masih terasa sampai sekarang. 

Penulis: Primasari N Dewi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Perbedaan Starbucks di Jepang dan Indonesia

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 22 Mei 2022 oleh

Tags: jepangkamagasakiKemiskinantunawisma
Primasari N Dewi

Primasari N Dewi

Guru bahasa Jepang tapi suka drakor.

ArtikelTerkait

Begini Rasanya Jadi Orang Islam di Jepang terminal mojok

Begini Rasanya Jadi Orang Islam di Jepang

21 Oktober 2021
6 Hal Enaknya Punya Anak di Jepang Terminal Mojok

6 Hal Enaknya Punya Anak di Jepang

29 Juni 2022
Bupati Sumenep Maju Jadi Wagub Jatim 2024: Benahi Dulu Sumenep, Baru Mikir yang Lain! ahmad fauzi

Sumenep: Pantainya Diserbu Investor, Rakyatnya Diratakan Kemiskinan

15 Maret 2023
Ibu Shinchan, Nobita, Kenichi, dan Maruko-chan Adalah Gambaran Umum Ibu-ibu di Jepang dan Alasan Kenapa Ibu-ibu di Sana Memilih Jadi Ibu Rumah Tangga terminal mojok

Ibu Shinchan, Nobita, Kenichi, dan Maruko-chan Adalah Gambaran Umum Ibu Rumah Tangga di Jepang

13 Juli 2021
Shinkansen: Kereta Tercepat di Dunia yang Nyaman, tapi Nggak Cocok untuk Wisatawan Kantong Pas-pasan

Shinkansen: Kereta Cepat yang Nyaman, tapi Nggak Cocok untuk Wisatawan Kantong Pas-pasan

25 Maret 2023
Review All Quiet on the Western Front: Tiada yang Riang di Masa Perang terminal mojok.co

Almarhumah Nenek Saya dan Perang yang Tak Padam dalam Ingatan

31 Desember 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

19 Desember 2025
Mio Soul GT Motor Yamaha yang Irit, Murah, dan Timeless (Unsplash) yamaha mx king, jupiter mx 135 yamaha vega zr yamaha byson yamaha soul

Yamaha Soul Karbu 113 cc: Harga Seken 3 Jutaan, tapi Konsumsi BBM Bikin Nyesek

17 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Niat Hati Beli Mobil Honda Civic Genio buat Nostalgia, Malah Berujung Sengsara

Kenangan Civic Genio 1992, Mobil Pertama yang Datang di Waktu Tepat, Pergi di Waktu Sulit

15 Desember 2025
Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

Toyota Corolla Altis, Sedan Tua Terbaik yang Masih Sulit Dikalahkan di Harga Kurang dari Rp100 Juta

17 Desember 2025
Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran
  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.