Kalau rumah tahanan KPK yang nggak ada kulkas sama pemanas dianggap hunian nggak layak, lalu rumah saya yang penuh kesederhanaan ini disebut apa?
Sebuah pernyataan tuai kontroversi datang dari mulut seorang mantan narapidana korupsi, Muhammad Romahurmuziy alias Rommy, yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Katanya, rumah tahanan KPK yang menjadi tempat penahanannya nggak manusiawi karena nggak ada pemanas dan kulkas.
Sebelumnya, pada Desember 2019 lalu, persidangan membuktikan bahwa Romy telah menerima gelontoran uang sebanyak Rp255 juta sebagai suap yang didapatnya dari Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta diterimanya dari Kepala Kementerian Agama Kabupaten Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi.
Seorang tersangka pidana yang terbukti bersalah harus siap menjalani hidup sebagai narapidana. Seorang napi dihukum dengan dihilangkan hak kemerdekaannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Artinya, kebebasannya dalam menggunakan berbagai macam hak dan fasilitas yang membuatnya “merdeka” harus dirampas sementara selama masa penahanan.
Ada aturan yang memang melarang itu
Di dalam sebuah pasal yang tercantum dalam Permenkumham Nomor 6 tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Tepatnya pada Pasal 4 huruf (i) disebutkan, bahwa setiap narapidana atau tahanan dilarang melengkapi kamar hunian dengan alat pendingin, kipas angin, televisi, dan/atau alat elektronik lainnya.
Dua fasilitas yang dikeluhkan Rommy termasuk dalam rentetan benda yang “haram” diberikan kepada narapidana. Dua benda yang dikeluhkan beserta teman-temannya yang tercantum dalam pasal itu bukanlah sesuatu yang urgen untuk diberikan kepada seorang narapidana sebagai fasilitas lapas, terlebih untuk kasus korupsi. Sebagai orang yang “tidak merdeka” memang seharusnya nggak bisa menikmati es, frozen food, maupun mandi air hangat.
Rommy dalam kritiknya membawa kata “tidak manusiawi”, seolah dirinya ingin menafikan perbuatan buruk yang telah menyeretnya untuk hidup di balik jeruji. Atau, dia melumrahkan segala yang dilakukannya sebelum dipenjara sebagai kegiatan yang manusiawi untuk dilakukan, padahal yang dilakukannya sangat merugikan negara. Pembatasan fasilitas yang dilakukan oleh pemerintah melalui petugas lapas adalah bentuk upaya menggugah rasa jera dari hati para narapidana. Bukan malah menjadi tempat untuk transit sementara seperti hotel maupun villa.
Mencuatnya pemberitaan terkait kritikan mantan narapidana korupsi yang menyebut bahwa rumah tahanan KPK tidak manusiawi ini membuat geram sambil bertanya-tanya. Kalau penjara yang seharusnya jauh dari kata merdeka nggak ada kulkas dan pemanas saja dikeluhkan, lalu rumah saya dianggap apa?
Rumah yang lebih ngenes ketimbang rumah tahanan KPK
Saya dan istri saya termasuk pengantin baru. Baru tahun kemarin kami menikah dan hidup serba sederhana di rumah yang jauh dari kata layak. Kalau mau tahu detailnya, bisa dibaca tulisan saya di Terminal Mojok. Untuk kulkas, sebenarnya kami sudah merencanakan untuk menabungnya. Tapi untuk sekarang, masih ada yang lebih urgen daripada itu. Untuk pemanas, kami blas nggak ada kepikiran untuk membeli itu. Buat apa coba, nggak cocok bagi saya yang biasa hidup di desa.
Jangankan membeli dua benda itu, dengan gaji pas-pasan yang saya dapatkan untuk menghidupi keluarga saya, tabungan saya nggak pernah bertambah, alias gaji saya sangat ngepres dengan kebutuhan keluarga. Jadi, sampai sekarang belum ada bayangan kapan benda sekelas kulkas berhasil kami beli. Pun, kalau bisa beli harus dicicil, baik melalui pinjol, maupun program cicilan yang difasilitasi oleh toko elektronik. Tapi, nggak ah, kayaknya belum perlu-perlu banget. Yaaa bisa dibayangkan kalau rumah saya jelas jauh lebih ngenes dengan ruangan narapidana korupsi yang kita tahu. Sama kamarnya Pak Setnov aja kalah.
Buat mas mantan napi, banyak-banyak bersyukur dan merenung atas kesalahan mu pada tiga tahun lebih satu bulan lalu. Jangan malah mencari celah seolah-olah KPK yang menahanmu bertindak tidak manusiawi. Padahal, kalau lihat liputan yang digagas Najwa Shihab dulu, penjara untuk menghukum pelaku tipikor jauh lebih layak dan manusiawi dibandingkan dengan napi-napi lainnya. Kalau mau hidup enak, ya jangan jadi narapidana.
Gini aja pake diberi tahu, susah.
Penulis: Muhammad Arif Prayoga
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kalau Romahurmuziy Merasa Dijebak Kena OTT KPK, Setnov Harusnya Juga Iya Dong