Jalan hidup orang nggak ada yang tahu. Katanya roda itu berputar, setidaknya kata orang-orang dulu begitu. Berperasangka baik pada hidup adalah cara yang tepat untuk menjalani kehidupan. Ialah Swiper, seekor rubah yang suka mencuri. Entah sudah berapa kali ia gagal menjalankan aksinya. Pernah berhasil, tapi tetap tak bisa menikmati barang curiannya karena diambil lagi sama Dora dan kawan-kawan.
Saya sedang menanti roda berputar untuknya. Saya punya keyakinan bahwa dia bisa berubah. Hal yang saya maksud adalah insyaf dari profesinya sekarang. Pasalnya, mencuri itu penuh risiko. Meski risiko paling pol adalah diteriaki “Swiper jangan mencuri!” oleh Dora dan Boots. Sudah sangar pakai penutup mata, eh, hanya digertak menye-menye begitu. Trus, si Swiper langsung kabur. Sungguh, maling yang cemen.
Namun, sebelum judge soal Swiper terus berlanjut, saya harus pahami kehidupannya dulu. Swiper tinggal di daerah yang kemiskinannya struktural. Ia adalah korban dari keadaan sosial budaya di daerah tersebut. Lihat saja Dora dan Boots, mereka bisa kaya raya dan bisa jalan-jalan terus setiap hari. Mereka punya ransel yang canggih, alat-alat mahal, hingga peta yang bisa menyanyi. Berapa uang yang harus dikeluarkan oleh orang tua Dora? Tentu tak sedikit, bukan?
Banyak lahan basah yang diisi sama sirkelnya Dora. Benny si lembu, contohnya. Entah sudah berapa banyak bisnis yang dia jalankan, jualan macam-macam, rumahnya juga gonta-ganti. Begitu juga yang terjadi pada Isa si iguana dan Tico tupai. Mereka punya banyak rumah, bikin usaha macam-macam. Semua orang di sekitar Dora punya kehidupan yang baik. Mereka hidup dengan layak dan berkecukupan. Sementara Diego, dia punya kemampuan finansial mirip-mirip sama Dora. Mereka punya privilese yang luar biasa cadas, trengginas. Mau apa saja bisa, los dol ra rewel.
Dora dan Boots memang rajin membantu orang-orang. Tapi, kebanyakan hanya orang-orang kaum atas. Oleh karena itu, Dora harus mulai turun ke akar rumput dan mengenal kehidupan Swiper, biar mata dan batinnya lebih terbuka. Kasihan, Swiper nggak punya teman dan kayaknya sih hidup sebatang kara.
Tampaknya, Swiper ini memang kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Mau bikin usaha, nggak ada modal. Lhawong setiap mau nyuri selalu ketahuan sama Dora. Definisi dari nyari yang haram aja susah, apalagi yang halal. Selain itu, kayaknya Swiper ini juga nggak pinter-pinter amat dalam mencuri. Cara mencurinya kurang taktik dan barang yang ia curi selalu remeh banget. Coba yang dia curi itu ranselnya Dora, pasti harga jualnya tinggi, kan?
Seandainya Dora dan teman-temannya bisa memberi kesempatan pada Swiper, saya yakin dia bisa berubah. Kalau dia punya support system yang memberinya kepercayaan, melatihnya, menyayanginya selayaknya penduduk lain, pasti dia nggak bakal pengin mencuri terus. Swiper bisa dipekerjakan sebagai pengawal pribadi, dimodali bikin warung kopi, atau disuruh gabung MLM. Saya yakin, ia pasti akan insyaf.
Hal yang mengherankan, justru banyak orang yang berkecukupan, berpendidikan, dan punya privilese macam-macam, memilih jadi maling. Mereka ini sudah hidup enak, nggak pernah merasakan yang dialami Swiper, tapi berani rampas hak orang banyak. Eh, sudah begitu pun, masih banyak yang melindungi dan menyayangi. Hadeh, kok, enak betul, ya.
Untungnya saya nggak tinggal di sana. Saya patut bersyukur karena tinggal di Indonesia, di negeri para maling boleh di-bully dan dihukum seberat-beratnya.
Sumber Gambar: YouTube Jon Kim