Kalau kalian yang menganggap apa yang dilakukan Bu Risma belakangan ini udah nggak masuk akal sehat, mungkin kalian nggak kenal secara dekat dengan blio. Ya, saya salah satu contohnya yang nggak kenal dekat sama blio. Tapi seriusan, mungkin saja apa hal-hal nggak mashoook yang blio lakukan ini ada sesuatu yang coba ia sampaikan kepada publik.
Nggak menutup kemungkinan pencitraan, lha wong mana ada sih pejabat publik yang menampilkan dirinya memiliki citra buruk. Namun sekaliber Bu Risma, nggak mungkin ah kalau blio pencitraan untuk nama baik. Apa yang blio lakukan belakangan ini, menurut saya malah mendatangkan citra aneh—alih-alih citra buruk.
Lha saya hanya berpendapat jujur. Kalau saya logika sekuat mungkin menggunakan otak, mana ada sih orang yang melakukan hal sia-sia dengan menyingkirkan gundukan pasir di sekitar jalan raya dengan menggunakan tangan kosong? Atau kapasitas otak saya ya, yang nggak bisa menampung kecanggihan Bu Risma dalam mengamalkan Dasadarma Pramuka nomer dua?
Atau nih ya, Bu Risma sudah ancang-ancang mbok menowo nggak lagi masuk gelanggang politik. Bukannya menyiapkan citra freak, tapi ia mencoba untuk memantaskan diri sebagai aktris yang nantinya masuk dalam dunia FTV Indonesia.
Mari kita berandai-andai, apakah dunia FTV ini cocok untuk Bu Risma kelak? Mari kita bedah.
Saya punya kisi-kisi atau hal yang biasanya ada di FTV Indonesia. Pertama, nggak masuk akal. Bukannya ngece FTV Indonesia, tapi biasanya faktor yang selalu ada di FTV itu sisi nggak mashok-nya. Liat saja bagaimana penjual jengkol bisa menikahi artis Ibu kota yang sedang syuting di desa.
Atau ya orang yang biasanya ngarit di sawah, sempat-sempatnya pakai make-up. Ya, walaupun make-up adalah hak segala bangsa, tapi ngarit pakai bulu mata itu sudah masuk ke ranah yang wagu. Dan itulah FTV kita: kadang nggak masuk akal. Makin nggak masuk akal, makin tinggi ratingnya.
Sekarang Bu Risma, apakah hal-hal yang blio lakukan itu nggak masuk akal? Saya sih nggak tahu. Namun, ada satu hal yang ngganjel dalam pikiran saya, yakni ketika blio memaksa tunarungu untuk bicara dalam acara Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2021.
Indonesia’s social affairs minister Bu Risma criticised for telling an event on the International Day of People with Disability that deaf people should force themselves to speak in public (rather than use sign language) https://t.co/WWpzozfhfx
— Max Walden (@maxwalden_) December 2, 2021
Katanya, ia hendak memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga. Sekaliber Menteri Sosial lho ini….. Manusia diberi akal untuk setidaknya melakukan hal-hal yang—mbok ya setidaknya sedikit saja—masuk akal.
Seperti apa yang saya sebutkan di awal, ciri-ciri FTV yang kedua, hal yang nggak mungkin jadi mungkin. Misalnya, biar kesan lokasi di Jogja, para aktor selama memainkan peran pakai beskap melulu. Padahal ya Jogja itu panas, pakai beskap ya kalau nggak Kamis Pahing atau kalau ada Kartinian. Namun, di FTV, semua jadi mungkin.
Apakah Bu Risma memenuhi spesifikasi yang ini? Jawabannya tentu saja. Misalnya ini, ngurug tanah di jalan pakai tangan alih-alih pakai pacul. Mungkin blio ini meresapi kali, ya. Atau kalau nggak ya supaya merasakan perih para petugas yang membetulkan jalan berlubang. Ah, para petugas kayaknya bisa mikir deh, kalau ngurug pasir sebegitu banyaknya ya minimal pakai sekop.
Untuk meratakan tanah uruk sebaiknya menggunakan sendok teh, ketimbang pakai tangan. pic.twitter.com/naSrCxWMyW
— OnlyFrens (@EnggalPamukty) December 5, 2021
Sekali lagi, inilah Bu Risma. Melakukan hal-hal yang dikira nggak mungkin, jadi serasa mungkin dan mudah. Ini kalau nggak dicegah, mungkin Bu Risma bisa itu bikin satu candi pakai tangan kosong. Bandung Bondowoso pakai kekuatan demit? Ah, lemah. Contohlah Bu Risma, memakai kekuatan pikiran walau agak sedikit nggak mashoook.
Ketiga, akting. Wah, bukan maksud apa yang dilakukan oleh Bu Risma selama ini hanya akting, ya. Coba kalian pikirkan, ketika Bu Risma kelak dapat peran untuk marah-marah, betapa ahlinya blio. Apalagi nggak ada angin nggak ada hujan mak wuuussshhh harus marah-marah.
Saya rasa, sekelas Reza Rahadian pun nggak ada apa-apanya ketimbang Bu Risma. Reza Rahadian, akting marah-marah pun harus dipacu biar terkesan alami. Namun Bu Risma, marah-marahnya itu alami banget. Cocok dapat Piala Citra kategori pendatang baru terbaik. Nah, dalam hal marah-marah tanpa sebab, Bu Risma nggak ada tandingannya. Sudah siap njajal dunia FTV, Bu?
Sumber Gambar: Unsplash