Kabupaten Majene: Mengaku Kota Pendidikan, tapi Minim Toko Buku dan Perpustakaan yang Memadai

Kabupaten Majene: Mengaku Kota Pendidikan, tapi Minim Toko Buku dan Perpustakaan yang Memadai

Kabupaten Majene: Mengaku Kota Pendidikan, tapi Minim Toko Buku dan Perpustakaan yang Memadai (Pixabay.com)

Kabupaten Majene merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Barat, dan  memiliki luas wilayah 947,84 km2. Kabupaten Majene berada di pesisir barat Pulau Sulawesi yang berjarak sekitar 143 km dari ibu kota provinsi Sulawesi Barat, kota Mamuju dan sejauh 378 km berkendara dari Kota Makassar, provinsi Sulawesi Selatan. Kabarnya, Kabupaten Majene kini dinobatkan sebagai Kota Pendidikan, yang telah dicanangkan oleh pemerintah sejak awal pembentukan provinsi Sulawesi Barat, bahkan sering disosialisasikan melalui program-program pemerintah.

Selain itu, Kabupaten Majene juga bisa ditandai dengan adanya deretan kampus-kampus yang ada di Kabupaten ini, baik negeri maupun swasta. Taruhlah misalnya, Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene. Kampus ini juga bisa dibilang cukup populer dan tidak asing ditemukan penampakannya di media sosial.

Bukan itu saja, juga ada kampus-kampus swasta yang turut menghiasi Kabupaten Majene. Sehingga ini seakan meyakinkan kalau Kabupaten ini layak mendapatkan nobat sebagai kota pendidikan.

Kabupaten Majene belum menemukan esensinya sebagai kota pendidikan

Meskipun Kabupaten Majene ini telah dinobatkan sebagai kota pendidikan di provinsi Sulawesi Barat, tetapi esensinya sebagai kota pendidikan belum layak dikatakan seperti itu.

Diakui memang kalau secara administrasi ada, dan gedung kampus di Kabupaten Majene ini juga cukup memukau. Bisa dibilang sudah mendekati sebagai kota pendidikan kalau hanya sekedar itu.

Tapi perlu direnungi juga, kalau memang ingin benar-benar mau mendapatkan gelar sebagai kota pendidikan, harusnya ketersediaan buku-buku bisa lebih mudah diakses dan didapatkan.

Maksud saya gini, sangat tidak layak Kabupaten Majene dinobatkan sebagai kota pendidikan kalau secara fakta toko-toko buku yang tersedia hanya hitungan jari saja. Belum lagi sulitnya mendapatkan buku-buku yang berkualitas, kecuali kalau mau beli di toko online, itu beda lagi ceritanya.

Yang bikin merinding juga dengan dinobatkannya Majene sebagai kota pendidikan, yakni perpustakaan yang tersedia. Di Kabupaten ini, hanya ada satu perpustakaan daerah.

Tapi, menurut saya, fasilitas dan buku yang disediakan perpustakaan ini malah membuat merinding karena berada di kota pendidikan. Perpustakaan daerah yang sering digembar-gemborkan oleh pemerintah, ternyata buku-buku yang tersedia hanya buku-buku umum seperti yang ada di sekolah pada umumnya, meskipun ada sih buku-buku yang lain yang berkualitas, tapi itu nggak seberapa.

Hal inilah yang membuat saya agak malas berkunjung ke perpustakaan ini. Sebab, tidak ada buku yang memantik saya untuk bergairah membacanya. Setelah saya tanya sama teman-teman mahasiswa, mereka juga merasakan hal yang sama. Mereka juga malas berkunjung ke perpustakaan daerah Majene karena nggak ada buku berkualitasnya.

Dari segi minat baca masyarakat dan mahasiswa, Kabupaten Majene juga bisa dibilang masih sangat rendah. Sehingga esensi Kabupaten ini sebagai kota pendidikan masih sangat jauh.

Kualitas buku yang masih jauh dari kata cukup

Pikirku, minimnya minat baca mahasiswa dan masyarakat Majene, juga sangat dipengaruhi dengan tidak tersedianya buku berkualitas dan buku yang bisa membuat bergairah ketika membacanya.

Walaupun ada juga perpustakaan Unsulbar yang kini gedungnya sudah bertingkat, ketersediaan bukunya juga masih minim. Nggak ada buku-buku yang bisa membuat mahasiswa betah mengunjungi kampus itu untuk membaca.

Justru perpustakaan Unsulbar ini seakan sudah hilang jati dirinya sebagai perpustakaan. Dulu ketika saya mengunjungi perpustakaan ini, saya nggak diizinkan masuk oleh petugas karena waktu itu saya nggak memakai sepatu. Akhirnya niat saya yang dari awal ingin membaca justru batal karena saya nggak pake sepatu. Bukan itu saja, masuk di perpustakaan ini juga wajib memakai kemeja dan nggak boleh bawa makanan dan minuman ke dalam ruangan.

Hal inilah yang membuat saya jadi mikir, kok perpustakaan yang notabenenya ingin mengundang untuk bisa membaca, justru terhalangi dengan kebijakan-kebijakan seperti itu. Kan nggak ada hubungannya cara berpakaian dan minat baca seseorang, nggak ada sama sekali.

Kondisi seperti ini bisa saja semakin menurunkan semangat mahasiswa untuk membaca. Makanya yang terjadi di perpustakaan ini, hanya sedikit saja mahasiswa yang berkunjung, kalau pun ada mahasiswa itu justru lebih banyak keliatan main Wi-fi ketimbang dengan membaca. Itu artinya, nobat sebagai kota pendidikan makin jauh pula.

Kafe lebih banyak ketimbang toko buku

Menyandang sebagai kota pendidikan, maka yang paling penting didorong adalah iklim minat baca masyarakat setempat. Iklim minat baca bisa terasah jika didorong dengan ketersediaan buku-buku berkualitas, perpustakaan yang memadai, dan adanya toko-toko buku.

Tapi, Kabupaten Majene justru tidak seperti itu. Toko-toko dan perpustakaan bisa dibilang masih hitungan jari. Padahal kabupaten tersebut dengan gagahnya mengatakan sebagai kota pendidikan. Apakah nggak malu jika selalu mengumandangkan sebagai kota pendidikan, tetapi kenyataannya minat baca masih rendah, toko buku dan perpustakaan yang minim, dan nggak ada buku yang berkualitas pula.

Justru yang ada di Kabupaten Majene, deretan kafe-kafe yang berjejeran di sepanjang jalan. Bukan saya mengatakan kalau itu salah, jangan salah paham dulu. Tetapi, kalau memang mau menyandang sebagai kota pendidikan, harusnya toko-toko buku dan perpustakaan nggak boleh kalah banyak dengan kafe-kafe.

Makanya nggak heran jika ada yang mengatakan kalau Kabupaten Majene itu lebih baik disebut sebagai kota kuliner ketimbang dengan kota pendidikan. Karena yang terjadi, kafe-kafe banyak yang berjejeran dan itu dipenuhi oleh banyak mahasiswa yang hanya sekedar main Wi-fi dan kerja tugas kuliah saja. Sementara toko dan perpustakaan yang memang minim, justru nggak tampak, padahal tinggal di kota pendidikan.

Kendati demikian, esensi pendidikan justru nggak ditemukan di Kabupaten Majene. Tentu problem yang tadi itu bisa menjawab, apakah Kabupaten Majene layak disebut sebagai kota pendidikan atau tidak?

Kabupaten Majene butuh inovasi

Maka dari itu, terkhusus pemerintah Kabupaten Majene, mestinya bisa memiliki inovasi dan kreasi untuk menyediakan buku-buku yang berkualitas. Terlebih menyediakan perpustakaan yang bisa membuat nyaman dan memantik masyarakat atau mahasiswa untuk berkunjung dengan untuk membaca. Bukan malah pasang badan dengan menodong lebih mengutamakan sopan santun dalam berbusana ketimbang keinginan membaca.

Kabupaten Majene hari ini yang menyandang sebagai kota pendidikan, masih perlu untuk dievaluasi. Selain dari problem yang disebutkan di atas, mestinya juga pemerintah setempat bisa membuat program yang mampu mendongkrak semangat mahasiswa dan masyarakat untuk menumbuhkan iklim minat membaca.

Penulis: Budi Prathama
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Ironi Perpustakaan Sekolah, (Katanya) Gudang Ilmu tapi Nyaris Tak Tersentuh

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version