Kabupaten Belitung Bisa Anda Pertimbangkan untuk Jadi Kota Pensiun

Kabupaten Belitung Bisa Anda Pertimbangkan untuk Jadi Kota Pensiun terminal mojok.co

Kabupaten Belitung Bisa Anda Pertimbangkan untuk Jadi Kota Pensiun terminal mojok.co

Jika ketemu orang dan menanyakan di mana mereka ingin menghabiskan masa pensiun? Maka kebanyakan jawaban adalah Yogyakarta, Bandung, Malang, dan Ubud, selain tentu biasanya memilih kembali ke kota kelahirannya. Tidak banyak yang mengetahui dan menyadari bahwa Kabupaten Belitung layak dijadikan pertimbangan untuk menghabiskan masa pensiun dengan khidmat.

Pensiun yang saya maksud di sini tidak melulu hanya untuk orang-orang tua setelah masa bakti di pekerjaannya. Namun, juga bagi kawula muda yang sudah penat dengan kehidupan kosmopolitan ala kick and rush dan ingin menjalani kehidupan ala zen yang selow dan meditatif.

Setidaknya saya pernah tinggal selama dua tahun lebih di Kepulauan Bangka Belitung. Bermalam di semua kota dan kabupaten yang ada di provinsi itu. Bahkan sempat menginjakkan kaki di Pulau Seliu, pulau kecil di barat daya Pulau Belitung sambil menyaksikan rombongan supporter klub bola lokal menyebrangi selat demi menyaksikan dan mendukung kesebelasannya berkompetisi antar kampung di pulau seberang.

Maka, laporan pandangan mata dan pengalaman bersentuhan secara langsung masyarakat dan budaya setempat ini patut Anda pertimbangkan. Beberapa alasannya berikut ini.

#1 Pantai yang indah

Jelas, ini adalah salah satu faktor kuat mengapa Kabupaten Belitung adalah salah satu tempat terbaik “menikmati hidup”. Jika pernah nonton film Laskar Pelangi dan saat adegan anak kecil berlari-larian di pantai yang berserak bebatuan besar di sepanjang lautnya, di Kabupaten Belitung banyak spot seperti itu.

Belitung adalah pulau kecil, yang tidak sampai sehari bisa kita kelilingi naik motor dari ujung pulau ke ujung pantai lainnya. Dan hampir semua pantai di Kabupaten Belitung adalah pantai berpasir putih dan berair jernih.

Kita bisa memilih spot populer yang memang menjadi tujuan wisatawan seperti Pantai Laskar Pelangi (yang sebenarnya adalah Pantai Tanjung Tinggi, pantai yang jauh dari lokus kejadian anak-anak Laskar Pelangi di novel Andrea Hirata), pantai di Pulau Lengkuas (spot foto utama yang mewakili Pulau Belitung di kalender-kalender wisata), atau Pantai Tanjung Tinggi.

Selain itu, kita juga bisa memilih spot remang-remang di balik semak belukar yang masih asri dan bisa kita cari di sepanjang pantai Pulau Belitung. Unlimited spot! Dan semuanya indah! Setelah menjajaki pantai-pantai di Kepulauan Bangka Belitung, kadar keindahan pantai versi saya jadi agak bonafide. Pantai-pantai mainstream yang dipamerkan teman-teman di IG story mereka pun sudah nggak bikin saya ngiler.

#2 Kehidupan yang selow sambil ngopa-ngopi

Pagi hari kita bisa berjalan kaki baik di kampung-kampung maupun di pusat kotanya dengan nyaman dan tanpa perlu diklakson sana sini. Kita bisa menyaksikan bapak-bapak Melayu dan kokoh-kokoh Tionghoa ngopi pagi bersama di kedai kopi yang berserakan di sepanjang jalan, terutama di daerah Manggar, Kabupaten Belitung Timur yang terkenal dengan Kota 1001 Warung Kopi.

Benar, jika kita amati warung kopi di Kabupaten Belitung bisa selalu ramai pengunjung mulai dari pagi hingga malam hari. Bapak dan kokoh di Belitung tampak benar-benar menikmati hidupnya dengan selow: pagi hari ngopi, siang dikit ditinggal melaut, ke pasar atau bekerja di kebun, sore sudah kembali lagi ke kedai kopi bercengkrama atau sekadar menikmati kulacino mereka mengering dengan sendirinya.

#3 Udara bersih dan nuansa damai

Tak mau jalan-jalan, kita bisa jogging pagi hari di jalanan yang relatif sepi yang udaranya masih bersih dan segar. Kita bisa memanjakan paru-paru sambil mendengarkan gemerisik angin menerpa nyiur melambai dipadu ritmis deburan ombak. Ini bukan amelioratif ala lagu-lagu, tapi memang benar kondisi begitu adanya.

#4 Toleransi masyarakat

Toleransi antar masyarakat yang berbeda, sudah tidak dijargonkan di tempat ini, tapi dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Melayu muslim sebagai mayoritas, bisa baik-baik saja menerima tetangga mereka yang Tionghoa Konghucu atau Kristen/Katolik pemilik anjing.

Hanya di sini saya menyaksikan waktu Ramadan, masyarakat Tionghoa ikut membuka lapak dadakan menyediakan makanan di spot-spot pasar kaget penyedia takjil puasa. Mereka yang tidak ikut puasa, ikut berdagang dan menyediakan takjil untuk dibeli masyarakat muslim yang berpuasa. Semua tampak jamak dan biasa saja di Pulau Bangka maupun Belitung. Pemilik toko Melayu mempekerjakan karyawan beretnis Tionghoa, adalah hal biasa, sama biasanya dengan pemilik toko Tionghoa mempekerjakan karyawan Melayu.

#5 Fasilitas memadai

Memang, sih, Kabupaten Belitung bukan level kota besar yang apa-apa tersedia, tapi untuk ukuran ketersediaan fasilitas hidup, saya rasa Belitung sudah cukup memadai. Koneksi internet tersedia, air oke, kebutuhan pokok bisa dicari di pasar dan swalayan lokal. Juga sudah ada brand restoran cepat saji semacam KFC. Iya sih, belum ada bioskop dan toko buku Gramedia, tapi kan hari gini sudah ada marketplace dan Netflix.

#6 Dekat dengan Jakarta

Ini penting tidak penting, sih. Bagi sebagian orang berduit yang selalu ingin melampiaskan nafsu dan kebutuhannya di tempat-tempat premium jika dibutuhkan, lokasi Kabupaten Belitung yang tidak jauh dari Jakarta dapat menjadi pertimbangan tersendiri. Sudah tersedia penerbangan rutin setiap hari dari Belitung ke Jakarta maupun sebaliknya.

Ini penting juga jika sewaktu-waktu perlu mengakses fasilitas pendidikan, kesehatan, atau hiburan yang hanya ada di Jakarta. Jika sedang murah, ongkos naik pesawat cuma berkisar Rp300 hingga 400 ribuan sekali terbang.

Cocok buat “pensiunan” yang sekali-kali ingin merasakan nuansa metropolitan dan kangen keruwetan masyarakat kota untuk kembali dan mensyukuri enaknya hidup di Kabupaten Belitung.

Satu yang saya keluhkan hidup di sana: harga sayur dan buah relatif mahal.

Duh, jadi kangen Belitung.

BACA JUGA Hal Nyentrik di Kota Semarang yang Bikin Orang Ogah Main ke Sana dan tulisan Trian Ferianto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version