Kalian pernah denger Jurusan Ilmu Falak? Nggak? Wajar.
Nama jurusan ini memang cukup asing di telinga kebanyakan orang. Banyak yang mengira Ilmu Falak itu jurusan yang belajar manggil bintang jatuh, atau yang lebih ekstrem, jurusan yang bisa manggil hantu?
Kalimat-kalimat seperti ini bukan hal baru bagi para mahasiswa Ilmu Falak. Salah kaprah ini bisa dimaklumi, karena nama falak memang terdengar seperti sesuatu yang berbau klenik atau supranatural. Padahal, Ilmu Falak adalah salah satu jurusan paling ilmiah di lingkungan Fakultas Syariah dan Hukum.
Ya, kamu nggak salah baca. Jurusan yang mempelajari pergerakan benda-benda langit ini justru berada di bawah naungan fakultas yang biasanya berisi studi fikih, hukum Indonesia, dan hukum Islam. Jurusan ini memang unik, berada di antara langit dan bumi, antara sains dan hukum syariat. Agar tak terus-menerus disalahpahami, mari kita luruskan empat hal jurusan ini yang sering luput dari perhatian.
Ilmu Falak bukan ilmu mistis, apalagi astrologi
Kesalahpahaman paling populer soal jurusan ini adalah soal namanya. Tak jarang mahasiswa baru mendapat pertanyaan aneh dari teman atau tetangga. Banyak yang mengira Ilmu Falak itu sejenis cabang dari ilmu perdukunan, atau berkaitan dengan praktik mistik karena terdengar seperti nama tokoh di film horor.
Padahal, kata falak berasal dari bahasa Arab yang berarti “orbit” atau “lintasan benda langit”. Ilmu Falak adalah cabang keilmuan yang mempelajari pergerakan benda-benda langit—matahari, bulan, bintang—untuk kepentingan ibadah umat Islam.
Fokus utamanya adalah penentuan waktu-waktu ibadah seperti salat, puasa, Idul Fitri, Idul Adha, serta arah kiblat. Jadi, Ilmu Falak adalah ilmu yang sangat terukur, berbasis pada perhitungan astronomis dan data posisi benda langit. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan zodiak, ramalan, atau dunia perdukunan. Sebaliknya, mahasiswa Jurusan Ilmu Falak justru dididik untuk berpikir logis, kritis, dan analitis, dengan bekal pengetahuan fiqh dan sains langit sekaligus.
Ilmu langit yang berbasis syariat: kenapa ada di fakultas hukum?
Banyak juga yang bingung: kenapa jurusan yang belajar tentang posisi matahari dan bulan malah berada di Fakultas Syariah dan Hukum, bukan di Fakultas Sains atau MIPA? Jawabannya terletak pada orientasi keilmuannya. Ilmu Falak dikembangkan bukan semata untuk memuaskan rasa ingin tahu terhadap semesta, tetapi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ibadah yang berhubungan langsung dengan hukum Islam.
Contoh paling nyata adalah dalam penentuan awal bulan Ramadan atau Iduladha. Di sinilah Ilmu Falak berperan penting: menyediakan metode hisab (perhitungan) dan rukyat (observasi) untuk menentukan kapan puasa dimulai atau salat tarawih pertama dilaksanakan. Selain itu, Ilmu Falak juga digunakan dalam menentukan arah kiblat saat membangun masjid baru atau memverifikasi ulang arah kiblat yang menyimpang.
Dengan demikian, Ilmu Falak bukan sekadar ilmu langit, tapi ilmu yang mendasari hukum ibadah umat Islam. Oleh karena itu, ia punya tempat yang sangat wajar di Fakultas Syariah, di samping ilmu fiqh, ushul fiqh, dan qawa’id fiqhiyyah.
Prospek kerja Jurusan Ilmu Falak: memang tidak biasa, tapi bukan mustahil.
Salah satu alasan kenapa Jurusan Ilmu Falak kurang diminati adalah karena prospek kerjanya yang tidak terlalu jelas. Tidak seperti Ilmu Hukum yang bisa jadi pengacara, atau Ekonomi Syariah yang bisa kerja di bank, Ilmu Falak sering kali dianggap tidak punya masa depan. Padahal, bidang ini memiliki peluang karier yang sangat spesifik dan dibutuhkan, terutama dalam dunia keislaman.
Lulusan Ilmu Falak bisa bekerja di Kementerian Agama sebagai bagian dari tim hisab-rukyat atau sebagai konsultan arah kiblat. Banyak juga yang berkiprah di lembaga penelitian seperti BMKG atau BRIN, khususnya pada bidang waktu, kalender, dan geodesi. Selain itu, lulusan Ilmu Falak juga dibutuhkan dalam proyek pembangunan masjid, sebagai penentu arah kiblat yang akurat secara astronomis.
Tak sedikit pula yang menjadi akademisi, penulis, atau narasumber tetap dalam diskusi hilal yang ramai setiap menjelang Ramadan. Bahkan, dengan sedikit kreativitas dan inovasi, lulusan Ilmu Falak bisa menjadi pengembang aplikasi waktu salat, imsakiyah, hingga platform edukatif seputar astronomi Islam yang relevan di era digital.
Sedikit tapi solid: komunitas dan diskursusnya hidup
Karena tidak banyak peminatnya, mahasiswa Ilmu Falak biasanya membentuk komunitas kecil yang erat dan aktif. Di banyak kampus, komunitas ini rutin mengadakan rukyatul hilal, pelatihan observasi benda langit, dan diskusi tentang kalender Islam. Tidak seperti jurusan lain yang sibuk lomba debat atau karya tulis ilmiah, anak-anak Ilmu Falak biasanya lebih senang mengadakan Falak Camp atau berburu lokasi terbaik untuk mengamati bulan sabit muda.
Ilmu Falak juga memperkenalkan mahasiswanya pada debat metodologis yang tak pernah habis. Misalnya, perdebatan antara metode hisab dan rukyat dalam menentukan awal bulan. Perdebatan ini bukan hanya soal angka, tetapi juga melibatkan pendekatan fikih, pendekatan otoritas keagamaan, bahkan geopolitik umat Islam. Di sinilah mahasiswa Ilmu Falak diasah untuk berpikir kritis, bersikap hati-hati, dan menyampaikan pendapat dengan dalil yang kuat.
Jadi, lain kali kalau kamu bertemu mahasiswa Jurusan Ilmu Falak, jangan buru-buru menanyakan zodiaknya atau menyodorkan pertanyaan soal makhluk halus. Mereka bukan dukun apalagi cenayang. Mereka adalah sekelompok kecil orang waras yang bersedia berjibaku dengan data astronomis, teori hisab, hingga perbedaan pendapat ulama demi memastikan kamu bisa salat menghadap kiblat dengan benar.
Kalau kamu masih heran kenapa jurusan ini ada di Fakultas Syariah, mungkin jawabannya sederhana: karena ilmu yang tinggi memang tak harus jauh dari bumi. Kadang, yang langit-langit itu justru paling dekat dengan kaidah.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.














