Jupiter MX 135 Temani Masa-masa Kuliah, meski Bagasi Super Mungil dan Kunci Motor Bisa Terbang

Mio Soul GT Motor Yamaha yang Irit, Murah, dan Timeless (Unsplash) yamaha mx king, jupiter mx 135

Mio Soul GT Motor Yamaha yang Irit, Murah, dan Timeless (Unsplash)

Jupiter MX 135 seken yang saya beli menemani masa-masa kuliah yang penuh warna, meski kunci motornya bisa terbang sendiri

Bisa dibilang saya adalah pengguna motor bebek sejati. Dari pertama kali belajar motor saat SD sampai hampir lulus S1 sekarang, tak pernah sekali pun saya membeli motor matic. Alasannya sederhana, selain motor bebek memiliki sensasi sendiri ketika pergantian gigi, harganya masih merakyat daripada motor matic keluaran terbaru yang harganya sudah selangit (setidaknya bagi saya yang pendapatannya masih kelas mahasiswa akhir).

Mobilisasi yang semakin tinggi membuat saya di pertengahan 2021 berniat punya motor sendiri selama kuliah di UGM. Sepeda kayuh yang saya beri nama “Atlantis” sesuai nama mereknya sudah tidak memadai untuk berkegiatan ke sana ke mari sebagai budak organisasi. Ya, sebenarnya bisa saja sih. Tapi kok kayaknya Jogja yang panas dan jalanan yang tidak ramah pesepeda membuat saya capek sendiri.

Akhirnya, saya bilang ke orang tua dan diizinkan untuk beli motor bekas di Jogja saja. Kenapa nggak kirim atau bawa motor dari Jember tempat kediaman orang tua? Karena motor yang ada di rumah nggak memadai sama sekali. Shogun 125 dengan knalpot jebol dan tanpa plat kendaraan pastinya tidak akan bertahan lama di Jogja. Jangankan ditilang polisi dekat Gramedia Sudirman. PK4L, garda terdepan alias security-nya UGM pun pasti sudah curiga duluan. Ini mahasiswa berangkat kuliah atau jamet kabupaten mau balapan?

Beli Jupiter MX 135 setelah tahu harga matic seken 5 kali UMR Jogja

Meskipun niat awal memang pengin beli motor bebek saja, tetapi ketika nyari motor bekas di grup Facebook, saya mendapati banyak iklan motor matic yang berseliweran. Mulai motor sejuta umat seperti Beat dan Vario, hingga AEROX dan NMAX yang dulu penggunanya belum sebanyak sekarang.

Akan tetapi, ternyata harga motor-motor tersebut jauh di atas budget saya. Mayoritas ada di angka belasan juta. Artinya itu sama saja kita kerja di Jogja dan nggak makan selama 5 bulan lebih baru kebeli motor matic seken itu.

Ada sih yang harganya 6-7 jutaan, mio matic keluaran lama, tetapi agaknya terlalu kecil untuk badan saya yang sebenarnya nggak tinggi-tinggi amat. Bahan bakar mio mungil yang terkenal lumayan boros tersebut juga jadi pertimbangan sendiri.

Setelah sadar diri budget memang terbatas, saya fokuskan pencarian terhadap motor-motor bebek dengan harga di bawah 5 jutaan. Kala itu, yang paling cocok menurut saya adalah Jupiter. Entah itu Jupiter MX atau Jupiter burhan, yang penting Jupiter. Hidup Jupiter!

Singkat cerita, akhirnya saya melabuhkan pilihan kepada Jupiter MX 135 warna merah yang agak pudar bagian depan. Tidak begitu masalah, yang penting surat-suratnya aman dan fungsi yang saya cari bekerja dengan baik. Oh ya, saya dapat yang tanpa kopling untuk meminimalisir terjadi hura-hura di perempatan. Saya belum fasih mengendarai motor kopling dan pernah panik motor kopling yang dipinjam mati di perempatan Teknik UNY.

Hujan-hujanan bareng mantan pacar gara-gara bagasi yang hanya muat satu buah kanebo

Jupri, nama panggilan untuk Jupiter MX 135 yang sudah menemani saya selama 2 tahunan ini, sudah banyak melewati masa-masa senang dan sulit selama kuliah. Namun, sekalipun motor kesayangan, tetap saja ada minusnya. Layaknya seseorang yang kita sayangi, pasti tetap punya kelebihan dan kekurangan.

Salah satu kekurangan fatal si Jupri ini adalah bagasinya yang cuma muat satu buah kanebo, itu pun wadahnya jadi penyok kalau joknya ditutup. Hal ini menyebabkan saya jadi malas membawa jas hujan. Kalau pun bawa, biasanya buat diri sendiri, nggak kepikiran buat orang lain. Kan saya bukan ojol.

Salah satu momen paling saya ingat karena lupa bawa jas hujan itu setelah putus dengan pacar di tahun 2021.

Selepas kami berdua bersepakat untuk mengakhiri hubungan, sebagai lelaki yang gentle, rasa-rasanya saya tetap nggak tega untuk membiarkannya pulang sendiri. Terlebih, jarak kafe di Pogung tempat kami bertemu ke tempat tinggalnya di Bantul itu cukup jauh. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk mengantarkannya menunggangi Jupiter MX 135 untuk terakhir kalinya.

Ketika hendak pulang, sepertinya semesta turut bersedih dengan menurunkan gerimis. Sialnya, saya nggak bawa jas hujan dan dia juga nggak bawa helm. Saya mampir dulu ke rumah teman yang jaraknya sangat dekat dari kafe tersebut untuk meminjam helm. Akhirnya helm saya dapatkan dan dapat bonus satu jas hujan karena teman saya melihat cuaca yang sedang hujan.

Karena cuman gerimis, saya dan dia tetap mencoba menerabas tanpa salah satu di antara kami memakai jas hujan yang sudah dipinjamkan tadi. Namun, di tengah perjalanan, hujan jadi semakin deras. Saya menawarkan jas hujan ke dia, tetapi ditolak. Sebagai lelaki yang pernah ikut paskibra, saya berpegang teguh pada sikap kena satu, kena semua. Akhirnya kami berdua basah kuyup menembus flyover Janti sampai tempat tinggalnya, Bantul.

Kunci motor copot di tengah jalan

Pengalaman seru, atau lebih tepatnya menegangkan yang saya alami lainnya dengan Jupiter MX 135 ini adalah kunci motor yang bisa copot sekalipun sedang dikendarai. Bahasa Turki-nya, loss dol. Kondisi seperti ini sudah saya temui lebih dari setahun lalu dan frekuensinya semakin sering beberapa minggu ini ketika berkendara bolak-balik antara Jogja-Solo.

Ketika pertama kali motoran Jogja-Solo sekitar awal Juni 2024, terhitung tidak lebih tiga kali kunci motor saya copot di tengah jalan. Untungnya, saya sudah siap sedia gantungan kunci berupa lanyard yang digantungkan di spion. Jadi, kunci motor saya tidak benar-benar terbang bebas.

Akan tetapi, ketika perjalanan Solo-Jogja atau rute sebaliknya, frekuensi kunci motor yang copot semakin sering. Kalau dihitung, mungkin lebih dari sepuluh kali. Meskipun ada lanyard yang siap menahan kunci motor si Jupri, tetapi rasa deg-degan itu tetap ada.

Pada perjalanan terakhir saya dari Jogja ke Solo, daripada saya deg-degan sepanjang perjalanan takut kunci motor hilang, akhirnya kunci motor Jupiter MX 135 tersebut saya amankan di tas setelah motor menyala. Menurut saya ini opsi yang lebih baik daripada menangkap kunci motor di tengah jalan.

Meskipun Jupri kadang menyusahkan seperti dua masalah yang saya sebutkan tadi, secara keseluruhan saya tidak mempunyai masalah serius pada Jupiter MX 135 ini.

Kalau sudah wisuda dan mendapatkan penghasilan yang lebih stabil, saya akan menambahkan kompartemen agar dapat menaruh jas hujan/barang lain di motor. Kalau masalah kunci motor, kita lihat nanti. Sepertinya lebih seru kalau tetap loss dol seperti itu. Deg-degan membuat saya tetap merasa hidup.

Penulis: David Aji Pangestu
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Jupiter MX Memang Pantas Mendapat Gelar Motor Paling Rewel

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version