Jembatan Layang Kretek Paguyangan yang ada di Brebes ini sebenarnya sudah tak layak, tapi tetap dipaksa beroperasi
Beberapa bulan lalu, saya pergi kondangan ke rumah seorang kawan di Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes. Pada perjalanan berangkat, saya tidak melintasi jalan utama, Paguyangan-Bumiayu. Hal ini karena saya memutuskan untuk berlibur terlebih dahulu ke Kota Banjar.
Setelah acara usai, saya dan seorang kawan memutuskan untuk pulang ke Purwokerto melintasi jalur utama. Kami pun melibas jalanan di Kecamatan Bantarkawung yang penuh dengan liukan manja itu dengan santai. Sesekali kami terjebak kemacetan di Bumiayu. Meski demikian, kemacetan yang kami hadapi terpantau masih relatif bisa ditoleransi.
Sesampainya di Kecamatan Paguyangan, langit yang semula cerah berangsur gelap. Hujan pun mulai membasahi bumi. Sesampainya di Jembatan Layang Kretek Paguyangan, Saya merasa terkejut. Kenapa? Karena jalur flyover yang berada di Paguyangan ini macet total. Puluhan kendaraan roda empat, bus dan truk besar menumpuk. Saya rasa, jembatan yang berada di Kecamatan Paguyangan ini sudah tidak layak beroperasi. Kenapa? Saya kasih paham, nih!
Daftar Isi
Jalur nasional tapi sempit
Menurut saya, jembatan layang satu ini dibangun dengan setengah-setengah, terlihat dari kondisi jalan yang begitu sempit. Seharusnya, jembatan yang dijadikan jalan nasional ini memiliki empat ruas jalan. Dua ruas jalan sisi kanan dan dua ruas sebelah kiri. Tujuannya, agar pengendara bisa lebih leluasa untuk melintasi flyover ini tanpa harus berhimpitan.
Bayangkan saja, ketika hendak melintasi flyover, mobil atau bus akan mengantre satu banjar ke belakang layaknya antre di kasir supermarket. Sebenarnya, setiap ruas jalan memiliki celah yang memungkinkan mobil menyalip. Namun, celahnya hanya bisa untuk melintas kendaraan bermotor. Mau nggak mau, para pengendara roda empat harus sabar mengekor dan rela terjebak macet. Yang jadi masalah, kemacetan di jalur ini bisa sampai puluhan menit. Apa nggak mampus, tuh?
Kontur jalan yang naik turun membuat pengendara waswas
Salah satu hal yang membuat pengendara merasa ngeri yaitu kemiringan jembatan yang cukup tajam. Bayangkan saja, jika kendaraan kalian berhenti di belakang bus atau truk tepat di atas tanjakan jembatan yang sedang terkena macet. Sudah pasti kalian akan berubah menjadi pribadi yang religius. Kenapa? Karena di sepanjang tanjakan kalian akan merapal doa agar kemacetan segera lerai dan mobil yang dikendarai agar segera sampai di puncak tanjakan. Sungguh ini menjadi senam jantung yang nggak main-main, Sedulur!
Kemacetan terparah di Jembatan Layang Kretek terjadi saat libur sekolah dan hari raya lebaran. Wah, kalian bisa terjebak macet di sini hingga satu jam. Saya pernah melintasi jalur ini seminggu setelah lebaran. Waktu itu, arus mudik sedang ramai-ramainya. Karena nggak tahan dengan kemacetan yang nggak masuk akal itu, saya memutuskan untuk mengambil jalan pintas dengan menggunakan jalur bawah. Meski harus menunggu beberapa kereta api melintas, ini masih mending daripada saya harus terperangkap di flyover bedebah tersebut!
Kondisi jalan di Jembatan Layang Kretek Paguyangan berlubang di berbagai sisi
Jika kendalanya hanya macet dan kontur jalan yang menanjak saja, saya rasa para pengendara masih bisa bernafas lega. Selain dua masalah tersebut, jalur yang menghubungkan Paguyangan dan Bumiayu ini memiliki banyak lubang. Ada beberapa ruas jalan yang berlubang cukup dalam. Ini tentu membahayakan pengendara roda dua. Oleng sedikit, kendaraan yang kalian tumpaki bisa terpelanting dan jatuh. Selain itu, kondisi jalan yang tidak rata pun menjadi masalah serius yang nggak bisa dianggap sepele. Pengendara motor yang tidak fokus bisa saja terjatuh.
Perbaikan di jembatan layang ini sudah seharusnya disegerakan. Harapannya, agar pengendara merasa lebih nyaman dan aman saat berkendara. Jika tidak, kecelakaan demi kecelakaan akan terjadi. Sebelum petaka itu terjadi, alangkah baiknya pemkab mengambil solusi. Apabila tidak lekas ada solusi, sebaiknya Jembatan Layang Kretek Paguyangan dinonaktifkan saja. Nyawa bukan barang yang bisa digadaikan dengan apa pun. Setuju apa ora, Sedulur? Aku si setuju banget!
Penulis: Yanuar Abdillah Setiadi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Pariwisata Banjarnegara: Punya Potensi, tapi Kepentok Hal-hal Ini