Konon katanya, Malang itu surganya wisata alam. Ada gunung, ada pantai, ada air terjun kece kayak Coban Sewu yang sering jadi latar foto-foto estetik anak Instagram, dll. Tapi di balik semua pesona itu, ada satu lagi “daya tarik” Malang yang sayangnya nggak masuk brosur pariwisata, yakni jeglongan sewu alias jalanan bolong-bolong kayak bekas galian tambang zaman Majapahit.
Kalau kamu pernah lewat jalur utama di Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, kamu pasti paham betapa jalanan itu lebih mirip uji nyali daripada jalur transportasi umum. Bolong di sana sini, tambal sulam yang udah kayak karya seni abstrak, dan kontur jalan yang naik-turun nggak beraturan. Yang lebih ngeselin, jalan ini baru saja dibenerin, tapi ya sudah rusak lagi. Persis kayak hubungan yang sudah disembuhin, tapi malah balikan sama mantan toxic.
Jalan utama Malang bernasib malang
Masalahnya bukan cuma estetika atau bikin motor kamu oleng kayak ABG baru belajar nyetir. Ini jalan utama warga, Bestie. Jalan yang dipakai setiap pagi sama anak-anak sekolah, ibu-ibu ke pasar, sampai pedagang sayur keliling. Tetapi entah kenapa rasanya negara abai, karena tiap hari orang-orang harus bertaruh nyawa buat lewat sini. Salah perhitungan, ya nyemplung ke lubang. Salah injak rem, ya mental ke aspal. Ini bukan jalan, ini gladi resik untuk jadi stuntman.
Salah satu penyebab rusaknya jalan ini, tanpa diomongin juga pasti semua sudah tahu, apa lagi kalau bukan truk gede yang lewat setiap hari. Muatan berat, ban raksasa, lewatnya siang malam kayak setan penasaran pula. Jalanan di Malang yang sudah setengah hidup jadi makin sekarat.
Kalau sudah gitu, perbaikannya setengah hati. Ditambal dikit-dikit, nggak rata, terus ditinggalin begitu saja. Padahal ini jalan umum, bukan kue bolu kukus yang bisa dikeruk sesuka hati.
Data dari Dinas PU Bina Marga Kabupaten Malang menyebutkan, sepanjang 2023 ada lebih dari 1.200 titik kerusakan jalan di wilayah Malang timur. Sebagian besar berada di jalur yang dilalui truk angkutan hasil tambang dan logistik berat.
Salah satu jalur yang sering mengalami kerusakan berulang adalah jalur Ampelgading. Meski telah dilakukan perbaikan secara bertahap, tetap saja rusak lagi. Perbaikannya nggak tahan lama, kalah sama beratnya beban yang lewat.
Memang dalam satu hari bisa lebih dari 100 truk berukuran sedang hingga besar lewat sini. Biasanya di pagi dan sore hari. Jadi wajar kalau aspalnya capek. Bayangin kalau badan kamu dipijat 100 kali sehari pakai batu bata. Pegel juga, Bestie.
Warga sabar meski lubang makin dalam
Ironisnya, warga Ampelgading Malang tetap sabar. Setiap hari tetap lewat situ. Anak sekolah tetap berangkat meski kadang seragamnya lebih banyak kabut solar daripada parfum. Pengendara tetap lewat, walau shockbreaker motornya udah nyerah minta pensiun dini. Negara? Ya gitu-gitu aja. Kadang datang mengecek, foto-foto, janji-janji, trus ilang lagi kayak mantan yang ngutang.
Sementara itu, lubang-lubang itu makin dalam. Makin menganga. Makin seperti jurang pemisah antara rakyat kecil dan perhatian pemerintah.
Mungkin—ini cuma mungkin ya—Ampelgading itu terlalu jauh dari pusat kota, jadi atensinya pun ikutan jauh. Kepanjen sibuk dengan kafe estetik, Gondang Legi sibuk dengan sound horeg. Sementara Malang timur, termasuk Ampelgading, kayak anak tiri yang disuruh jaga rumah tapi lupa dikasih jatah makan.
Padahal warga sini juga bayar pajak, juga punya KTP, dan tiap pemilu juga tetap dipake suaranya. Tapi begitu jalan rusak? Diem. Sepi. Sunyi. Cuma suara shockbreaker motor yang nangis tiap lewat jalan berlubang.
Jarak Ampelgading ke pusat pemerintahan di Kepanjen saja bisa hampir 70 kilometer. Kalau dihitung waktu, bisa sejam lebih. Itu pun kalau jalannya nggak ngagetin tiap dua meter. Jadi bisa dipahami mungkin perhatian pemerintah memang cuma sampai di tempat yang sinyal 4G-nya lancar dan jalanannya lancar.
Wisata Malang bukan cuma tempat indah, tapi jalan rusak juga
Maka wajar jika sekarang orang mengenal Malang bukan cuma karena Coban Sewu, tapi juga karena jeglongan sewu. Bukan air terjun yang indah, tapi jalanan rusak yang berjamaah.
Jadi, kalau kamu mengetik “tempat wisata di Malang” di Google, jangan lupa ketik juga “daftar jalan rusak di Kabupaten Malang” biar lebih afdal. Biar kita sadar bahwa indahnya wisata tak sebanding dengan susahnya akses menuju ke sana. Apalagi buat warga lokal yang jalannya bolong terus padahal pajak jalan dibayar tiap tahun.
Penulis: Vranola Ekanis Putri
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















