Belakangan ini Indonesia gempar dengan permintaan DPR atas jatah 80 kursi untuk naik haji tahun ini. Tidak tanggung-tanggung, yang diminta adalah kursi kelas bisnis, pesawat Garuda Indonesia pula. Sudah bukan rahasia kalau maskapai penerbangan ini dikenal karena harga tiketnya sangat melambung.
Wajar jika permintaan ini dianggap menyakiti perasaan calon jamaah haji dari kalangan proletar. Mereka harus menabung banyak dan lama hanya demi bisa berangkat menunaikan Rukun Islam ke-5 ini meski kelas ekonomi atau di bawahnya. Tak jarang, waktu tunggunya berpuluh-puluh tahun saking banyaknya (sebenarnya birokrasinya saja yang rumit). Makanya banyak jamaah yang berangkat rata-rata sudah lansia.
Apa sih alasan DPR minta jatah 80 kursi kelas bisnis pesawat untuk berangkat haji ini? Katanya, buat mempermudah pengawasan anggaran dan kegiatan. Tapi ini susah dicerna akal sehat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kami sebenarnya sudah mengalami trust issue dengan alasan yang dilontarkan wakil kami ini.
Kursi kelas bisnis, kegagalan memahami esensi haji
Permintaan 80 kursi kelas bisnis untuk penerbangan dalam rangka berhaji ini dinilai sebagai bentuk kegagalan mereka dalam memahami esensi haji. Berhaji di sini bukan sekadar tawaf, sa’i, wukuf, lempar jamrah, dan tahalul semata. Ada yang lebih penting dari sekadar menjalankan ritual.
Berhaji bisa diartikan secara filosofis, terutama ketika berihram. Ketika sudah mengenakan kain ihram, umat bersedia untuk melepas hal-hal duniawi. Pangkat, jabatan, status, atau embel-embel lainnya, tanggalkan. Mau pejabat atau rakyat, semua sama di mata-Nya, tidak ada perbedaan, kecuali ketakwaan. Tidak ada diskriminasi, tidak ada eksklusivitas.
Minta jatah eksklusif adalah bentuk diskriminasi yang jelas-jelas bertentangan dengan esensi haji. Mau berangkat saja minta diistimewakan dengan dalih pengawasan. Padahal maunya pasti ingin cepat dan punya gelar haji atau hajjah. Kalo dibiarkan, lama-lama mereka minta kain ihram kualitas impor dan bagus.
Menyakiti perasaan rakyat
Keberangkatan haji eksklusif DPR ini juga menyakiti perasaan rakyat yang mereka wakili dalam setiap urusan (katanya). Rakyatnya hanya bisa dapat kelas ekonomi. Itu pun mengantre bertahun-tahun, eh wakilnya dapat paket istimewa dengan kelas lebih tinggi dan pasti berangkat, tanpa antre.
Secara logika, wakil tidak akan bisa lebih tinggi dari yang diwakili. Idealnya, kewenangan wakil tidak sebanyak yang diwakili. Logikanya, presiden punya kuasa lebih dari wakil presiden. Tapi, untuk rakyat malah terbalik: wakil rakyat lebih berwenang dan istimewa daripada rakyatnya, termasuk urusan haji.
Kesenjangan sosial ini sangat membuat rakyat sedih. Logikanya, seharusnya DPR sebagai wakil rakyat tidak perlu minta hal yang istimewa. Tugas wakil rakyat adalah mewakili aspirasi, misal pembenahan keberangkatan haji rakyatnya, bukan mewakili fasilitasnya: rakyat ingin berangkat cepat dan kelas tinggi, parlemen yang mewakili.
Bukan bermaksud merendahkan, tapi sebaiknya perlu introspeksi diri terhadap permintaan fasilitas elite ini. Daripada minta diistimewakan untuk berangkat haji, mending ikhlas saja dapat kelas ekonomi. Syukur-syukur kalo mau traktir seluruh jamaah haji dapat kursi kelas bisnis setingkat dengan DPR juga. Berangkatnya bareng-bareng tanpa harus mengantre bertahun-tahun. Ingat, meringankan urusan umat itu pahalanya besar loh.
Penulis: Mohammad Faiz Attoriq
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Memahami Apa Itu Kuota Haji dan Kenapa Masa Tunggunya Begitu Lama