Ketika memutuskan untuk membeli mobil, jarang sekali ada orang yang memikirkan nantinya mobil tersebut mau parkir di mana, biasanya sih pada nggak punya halaman dan garasi. Alhasil mobil malah parkir di jalan umum depan rumah, seolah-olah jalan tersebut adalah milik nenek moyangnya. Begitu juga ketika menyelenggarakan hajatan, tidak memikirkan apakah memiliki halaman yang cukup luas untuk mendirikan layos (tenda) maupun panggung. Lagi-lagi jalan umum menjadi korbannya.
Sebenarnya banyak orang yang kesal terhadap perilaku semacam itu, tetapi tidak berani untuk protes. Begitu juga dengan pihak RT, RW maupun perangkat desa tidak ada yang berani untuk menegur. Alahasil parkir mobil di jalan umum, mendirikan layos di jalan umum menjadi hal lumrah di masyarakat.
Di desa saya banyak dijumpai orang punya mobil, tetapi tidak punya halaman rumah untuk parkir mobil. Sehingga mobil pun diparkir begitu saja di jalan umum, tanpa memedulikan pengguna jalan yang lain.
Apalagi ketika Hari Raya Idulfitri, di mana rata-rata para perantauan mudik menggunakan mobil pribadi. Kanan-kiri jalan pun penuh dengan mobil yang parkir, sehingga jalanan yang tadinya luas berubah jadi sempit. Jika sudah seperti itu, pengguna jalan yang lain hanya bisa mengelus dada, dan berhati-hati.
Pernah suatu ketika saya melewati jalan umum yang kanan kirinya penuh dengan mobil yang terparkir. Hampir saja motor yang saya kendarai menyerempet truk yang melaju dari depan. Sekilas saya melihat sopir truk tersebut tampak merah padam mukanya, tentu bukan marah kepada saya. Karena dalam kejadian tersebut baik saya maupun pengemudi truk tidak salah.
Sekilas saya mendengar sopir tersebut mengumpat, “Mobil apik tapi ora duwe garasi, malah parkir sembarangan nang dalan.”
Lalu saya berhenti sejenak untuk menenangkan keadaan. Nah, salah salah satu pemilik mobil yang parkir di jalan menghampiri saya, dan menegur. Ia mengatakan kalau mengendarai motor hati-hati, lihatnya ke depan, jangan main selonong. Lah?
Begitu juga ketika musim hajatan tiba, baik itu sunatan maupun pernikahan. Banyak penyelenggara hajatan mendirikan layos hingga memakan sebagian badan jalan. Otomatis kalau ada mobil saling berpapasan di tempat tersebut tidak bisa, salah satu kendaraan harus mengalah terlebih dahulu. Jika kendaraan roda empat berpapasan dengan kendaraan roda dua masih bisa, tetapi harus ekstra hati-hati karena saking sempitnya.
Pernah juga ada kejadian hampir kecelakaan gara-gara layos yang memakan jalan. Jadi ceritanya ada nenek-nenek nyebrang di samping layos, otomatis kan kendaraan dari arah berlawanan kan nggak kelihatan kalau ada orang nyebrang. Nenek tersebut langsung nyebrang saja, untungnya tidak terjadi apa-apa, karena motor berhasil mengerem dengan sempurna.
Kalian tahu apa yang terjadi? yang disalahkan justru nenek-nenek tersebut oleh orang-orang di sekitar. Sementara menurut saya sih yang seharusnya disalahkan adalah pemilik hajatan, karena menggunakan sebagian jalan untuk layos. Selain mempersempit jalan, juga bikin susah untuk menyeberang, dan mengganggu penglihatan pengendara kendaraan maupun yang hendak menyeberang.
Saran saya sih yah kalau punya mobil tetapi nggak punya halaman untuk parkir, lebih baik beli tanah dulu untuk dijadikan sebagai tempat parkir. Bukan malah menggunakan jalan umum sebagai tempat parkir mobil. Masa iya sih nggak mampu beli tanah untuk parkir mobil, beli mobil saja bisa.
Begitu juga dengan yang menyelenggarakan hajatan, kalau misalnya nggak punya halaman untuk mendirikan layos. Carilah alternatif lain, misalnya menyewa lapangan, menyewa halaman tetangga, atau nikahannya di gedung. Jangan malah menggunakan jalan untuk mendirikan layos. Mbok yo mikir!
Penulis: Malik Ibnu Zaman
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 3 Fakta Menyebalkan dari Jalan Ditutup karena Hajatan