Jangan Naik Transjakarta Saat Hujan Lebat kalau Nggak Mau Terjebak Selamanya

Jangan Naik Transjakarta Saat Hujan Lebat kalau Nggak Mau Terjebak Selamanya

Jangan Naik Transjakarta Saat Hujan Lebat kalau Nggak Mau Terjebak Selamanya (Unsplash.com)

Kalau Jakarta sedang hujan deras, hapus opsi naik Transjakarta, deh. Bikin darah tinggi.

Hujan lebat mungkin jadi salah satu mimpi buruk bagi warga Jakarta. Sebagai pekerja rantauan yang tinggal di perbatasan, rasanya sesak sekali kalau Jakarta diguyur hujan besar-besaran di jam pulang kerja. Risikonya antara banjir atau macet nggak karuan. Kubur dalam-dalam mimpi pulang cepat, deh.

Pasalnya, usai hujan reda, kondisi jalanan bakal awur-awuran karena pengguna kendaraan balik ke jalan di waktu bersamaan. Parahnya lagi kalau hujan sampai bikin jalanan banjir. Mau nggak mau, kita harus menunggu sampai banjir surut atau mencari alternatif lain yang jaraknya lumayan jauh daripada rute biasanya. Banjir memang bisa bikin jalanan benar-benar nggak bisa dilewati kendaraan. Bahkan, beberapa kendaraan memilih putar balik, tak terkecuali bus Transjakarta.

Sebagai pengguna transportasi umum milik Pemda DKI ini, saya harus siap sama risiko di atas seandainya Jakarta diguyur hujan parah. Aplikasi pemesanan ojek online harus ready di hape setiap saat, termasuk uang tambahan untuk berjaga jika ongkos naik. Apesnya, kadang ojek online juga banyak yang ogah mengambil orderan saat hectic begitu.

Drama pulang kerja naik Transjakarta selepas hujan deras

Saat itu hujan turun nggak sampai satu jam, tapi sukses bikin macet jalanan di Jakarta Selatan. Terpantau jalanan padat, apalagi ke arah perbatasan, wah, macetnya nggak ketulungan. Beruntung sekali hujan lebat itu turun di penghujung hari menuju akhir pekan. Nggak kebayang kalau datangnya di hari kerja besoknya harus masuk pagi buta. Bakalan masuk dalam daftar hari tersial 2024 bagi saya.

Jangan tanya perasaan saya saat itu. Bayangkan saja, saya harus menunggu bus hingga 3 jam gara-gara jalanan padat usai diterpa hujan. Wajah para petugas di halte Transjakarta sudah muram dan lesu usai dibombardir pertanyaan calon penumpang.

“Busnya kok lama?”

“Kapan Transjakarta-nya datang?”

“Saya sudah nunggu dari tadi, lho!”

Baca halaman selanjutnya: Akhirnya tak sedikit calon penumpang yang menyerah…

Tak sedikit calon penumpang Transjakarta yang memilih keluar antrean karena sudah nggak sanggup menunggu bus yang terjebak macet saat menuju halte. Saya pun termasuk calon penumpang yang kecewa. Saya kecewa melihat bus satu-satunya yang berhasil sampai halte, tapi sudah dijejali para penumpang prioritas. Bahkan saya melihat beberapa lansia tak mendapat kursi saking penuhnya.

Calon penumpang lain di halte juga memaksa masuk berdesak-desakkan ke dalam bus. Mereka rela berdiri sampai tujuan asalkan bisa terangkut. Memang mustahil sekali hari itu bisa duduk enak di dalam bus Transjakarta. Padahal kalau boleh jujur, pasti banyak orang yang merasa pegal-pegal lantaran terlalu lama menunggu di halte.

Menyerah dan memilih naik kendaraan lain

Saya berpikir cepat di tengah hiruk pikuk calon penumpang yang berusaha masuk ke dalam bus. Jarak dari halte Kejaksaan Agung hingga Ciputat bisa memakan waktu lebih dari 2 jam. Rasanya sesak sekali kalau harus berdiri di dalam bus selama itu. Akhirnya saya putuskan keluar dari halte Transjakarta mencari alternatif kendaraan lain untuk pulang.

Sambil menahan tangis, saya memilih naik kereta MRT menuju Stasiun Lebak Bulus. Tapi kondisinya sama saja. Puluhan orang antre di depan gate tiap gerbong. Baru kali itu saya melihat MRT penuh. Biasanya nggak se-hectic antrean halte bus Transjakarta.

Akan tetapi karena tak ada macet, tak ada gangguan di perjalanan, kereta bisa tiba di stasiun tujuan dengan cepat. Jangan tanya ongkosnya. Di Jakarta, kami bayar harga untuk waktu cepat. Ongkos naik MRT memang jauh lebih mahal daripada bus Transjakarta, tapi masih bisa terjangkau. Hanya saja saya jadi agak repot karena harus menyambung naik bus untuk bisa sampai kos. Tapi setidaknya, saya selamat di seperempat perjalanan daripada harus pulang larut malam.

Sudah hampir 5 tahun saya bolak-balik Jakarta. Harus diakui, Jakarta memang bukan untuk pemula. Hujan lebat, macet, banjir, harus menjadi perhitungan kalau mau bepergian jauh. Kita harus paham kondisi jalanan dan menyiapkan plan B kalau seandainya Jakarta diguyur hujan lebat.

Intinya, kalau hujan lebat mengguyur Jakarta, jangan sekali-kali naik Transjakarta. Bisa terjebak selamanya di jalan!

Penulis: Gina Nurulfadilah
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Naik Bus Transjakarta Jadi Nggak Nayaman karena Banyak Penumpang Aneh.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version