Semarang sebagai kota yang jadi episentrum Provinsi Jawa Tengah memang punya banyak alternatif jalur yang bisa digunakan untuk tiba di sana. Dari arah timur, bisa lewat pantura dengan melalui Kabupaten Demak. Jalur tengah ada jalan Purwodadi-Mranggen dan bisa melalui Salatiga atau Ambarawa apabila dari Selatan. Sementara dari barat, kita bisa menggunakan jalur pantura, melewati Kabupaten Kendal, lurus saja akan tiba di Semarang. Atau juga bisa sedikit berbelok ke atas saat tiba di daerah kaliwungu dengan melalui jalur Boja-Sumowono.
Semua jalur itu memang bisa dipilih sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang kita lalui. Misalnya dari arah barat, mungkin kalau ingin cepat, bisa melalui jalur utama pantura. Jadi akan terasa aneh bila harus memutar melewati Boja-Sumowono terlebih dahulu.
Tapi bagaimana jika karena kondisi dan situasi, membuat kita harus melalui Boja-Limbangan-Sumowono untuk tiba di Semarang? Seperti macet di jalur utama pantura atau memang situasinya kita sedang berada di area Bojo, sehingga untuk ke Semarang apabila harus turun ke bawah melalui Kaliwungu, justru lebih jauh? Tentu banyak lagi hal-hal sesuai konteks yang mengharuskan kita memilih jalur yang terkadang tidak sesuai dengan keumuman banyak orang.
Daftar Isi
Jalur Boja-Sumowono, jalur terpendek sekaligus paling mengerikan
Bagi orang-orang yang tinggal di Kendal atau daerah sekitar Boja dan Sumowono, jalur ini bisa menjadi rute terpendek menuju Semarang dibandingkan dengan jalur-jalur lainnya. Mereka memilih jalur ini karena jarak yang lebih singkat, meskipun jalannya lebih sulit.
Persoalannya, jalur Boja-Sumowono ini adalah jalur yang terkenal cukup ekstrem, setidaknya bagi warga Kendal dan Semarang (Kabupaten) itu sendiri. Membentang hingga 61 KM (dari Boja) dan memutari gunung Ungaran, Jalur ini terkenal dengan jalannya yang berlubang tapi sangat licin saat hujan. Potensi longsor juga acap kali dihadapi oleh para pengguna jalan.
Sebagaimana jalur-jalur yang memutari pegunungan, setiap jalanan Boja-Sumowono melewati beberapa tebing dan jurang yang curam, sehingga para pengguna mobil atau motor harus berhati-hati. Apalagi jalur ini sangat minim penerangan. Oleng sedikit, maka terjun bebas ke bawah tinggal nama dan kabar duka.
Selain itu, karena tanpa penerangan, melewati jalur ini pada malam hari terasa begitu mencekam. Meski kita akan menjumpai beberapa desa, tapi tetap saja, banyak kisah mistis yang dialami banyak pengguna jalan ketika melalui jalur ini. Beruntungnya, saya sendiri belum pernah melalui jalur ini ketika malam hari. Bagi kalian yang ingin menguji nyali, saya rasa jalur ini sangat cocok.
“Kuburan” motor
Jalur Boja-Sumowono juga memiliki banyak tanjakan tajam yang menguji kemampuan dan tenaga dari mobil dan motor. Beberapa di antaranya, misalnya di Desa Bumen yang memiliki jalan tanjakan yang curam dibarengi dengan tikungan tajam. Motor Beat saya ketika posisinya berboncengan tidak kuat melalui tanjakan ini. Memasuki Sumowono pun, para pengguna jalan juga akan menemui tanjakan yang punya jarak yang cukup jauh. Tanjakannya memang tidak securam tanjakan sebelumnya, tapi konsisten terus menanjak hingga sekitar 3-4 KM. Kondisi ini membuat mesin motor benar-benar diuji ketahanannya.
Beberapa kali melewatinya, saya sering melihat sejumlah motor berhenti di pinggir jalan karena mesinnya panas atau tiba-tiba mati mendadak. Hal itu karena sebelum melalui tanjakan ini, mereka telah melalui lebih dari 3 tanjakan curam yang sudah pasti menguji ketahanan mesin kendaraan bermotor mereka.
Apesnya lagi, sepengetahuan saya selama ini melalui rute ini, tidak ada bengkel yang benar-benar proper. Paling hanya tambal ban. Sehingga ketika motor kita mogok, ya siap-siap harus mendorong beberapa kilometer untuk menuju bengkel terdekat. Itu juga kalau buka ya, kalau tutup ya entahlah harus bagaimana menghadapi ujian tersebut. Sudahlah tidak ada ojek online lagi di sekitaran jalur tersebut.
Asri dan sejuk
Meski menjadi salah satu jalur yang ekstrem, melewati jalur Boja-Sumowono ketika ke Semarang bagi sebagian orang terasa menyenangkan. Hal itu karena suasananya yang sejuk, asri, dan pemandangannya yang indah. Kita sesekali akan disuguhi taman bunga yang pinggir jalan. Visualisasi yang cukup indah membuat para pengguna jalurnya sedikit terobati. Selain itu, yang lebih penting, melalui jalur ini para pengguna jalan bisa melihat dan berkunjung ke beberapa destinasi, misalnya Curug Panglebur Gongso, Curug 7 Bidadari, Candi Gedong Songo, dan masih banyak destinasi wisata lainnya.
Lagi pula, jalur ekstremnya hanya ada di antara Boja dan Sumowono, setelah memasuki area Bandungan, rutenya akan lebih normal dan baik sehingga bisa dilalui dengan aman. Tapi ya tetap aja cukup serem sih kalau lewat malam hari.
Gimana, kamu siap touring ke Semarang via jalur Boja-Sumowono? Cek dulu motormu, Lur!
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Jalan Magelang-Semarang Adalah Halang Rintang Berkedok Jalan Raya