Jalan Gatot Subroto, Musuh Besar Bagi Pengendara Motor di Jakarta yang Harus Melawan Kemacetan, Jalanan Sempit, dan Ranjau Paku!

Jalan Gatot Subroto Jakarta, Musuh Besar Pengendara Motor (Unsplash)

Jalan Gatot Subroto Jakarta, Musuh Besar Pengendara Motor (Unsplash)

Jalanan di Jakarta sejak dahulu sudah terkenal akan kepadatan lalu lintas hingga macetnya. Macet itu ibarat makanan sehari-hari. Di antara jalan-jalan yang terkenal akan macetnya, menurut saya, Jalan Gatot Subroto adalah yang paling parah. Ini sekaligus menjadi momok yang mengerikan bagi para pemotor.

Beberapa waktu yang lalu, saya yang biasanya tidak melewati Jalan Gatot Subroto terpaksa untuk melewati jalan tersebut. Terpaksa karena sebab ada kepentingan untuk pergi ke kawasan Grogol Petamburan di Jakarta Barat menggunakan sepeda motor. 

Dari kediaman saya di Jakarta Timur, jalan yang saya ketahui untuk mencapai tujuan ya hanya melewati Jalan Gatot Subroto saja. Sebenarnya, saya telah mengetahui bahwa jalan yang satu ini tidak akan pernah sepi pada pagi hari. Jalanan akan selalu penuh pengendara. Maklum, ia adalah salah satu jalan protokol di Jakarta dan banyak gedung-gedung perkantoran hingga pusat bisnis beralamat di sini. 

Pengendara yang lewat jalan ini pun tak hanya orang lokal saja, melainkan juga berasal dari Depok, Bekasi, hingga Bogor yang memang mencari rezeki di Jakarta sehingga turut memenuhi jalanan yang tidak terlalu luas itu. Saya yakin akan terkena macet dan sampai tujuan melebihi waktu yang saya targetkan. Dan, apa yang saya yakini ternyata terealisasikan.

Pagi hari di Jalan Gatot Subroto Jakarta benar-benar menguji kesabaran 

Baru saja bergabung di Jalan MT Haryono (jalan yang bersambung dengan Gatot Subroto di Pancoran) Cawang, telah terlihat bibit-bibit kemacetan. Kondisi jalanan sudah padat oleh roda 2 dan 4. 

Yang lebih mirisnya lagi, pemotor yang tak sabaran, menyerobot dan menginvasi trotoar. Setelah merayap-rayap selama kurang lebih 15 menit, situasi kemacetan makin menjadi-jadi begitu memasuki Tebet dan Pancoran. Makin mendekati pusat kota, macetnya makin nggak karuan! 

Baru saja melewati Flyover Pancoran yang terkenal dengan Monumen Patung Dirgantara-nya, langsung disambut ribuan kepala pengendara yang berdesak-desakan di Jalan Gatot Subroto Jakarta. Saya melihat sendiri raut wajah mereka tak ada yang senyum atau bahagia. 

Saya frustasi melewati jalanan ini. Situasi begitu sesak dan keringat telah membasahi tubuh membuat saya pengin cepat-cepat lolos dari jeratan macet. 

Begitu memasuki kawasan Simpang Kuningan, saya agak lega karena kemacetan sedikit mencair, tetapi itu tak berlangsung lama. Di depan telah terjadi lagi kemacetan yang ternyata lebih parah. Macet di tempat ini bahkan lebih panjang, yaitu sampai Simpang Susun Semanggi. Hingga akhirnya, saya benar-benar frustasi. 

Saya lantas membatalkan niat untuk sampai ke tujuan dan memutuskan untuk pulang melewati Jalan Jenderal Sudirman. Total waktu yang saya habiskan untuk bermacet-macetan di Jalan Gatot Subroto Jakarta ialah 2 jam. Benar-benar membuang waktu. Padahal, kalau nggak macet, cuma butuh 20 menit dari Cawang hingga Simpang Susun Semanggi. Sayangnya, hal itu tidak terjadi.

Momok dan musuh besar pengendara motor

Dari penjelasan di atas tergambar betapa Jalan Gatot Subroto Jakarta adalah momok mengerikan bagi pengendara motor. Mereka dipaksa untuk berdesak-desakan, menghirup polusi kendaraan lain yang tentunya berbahaya bagi kesehatan. Sudah pasti mereka frustasi, sekaligus pusing melihat kemacetan yang tidak ada habisnya.

Beberapa yang lain mencoba untuk melanggar lalu lintas, seperti naik ke atas trotoar atau masuk jalur bus Transjakarta. Ya, mau bagaimana lagi? Jalannya terlalu sempit sih, tidak mampu mengimbangi volume kendaraan yang begitu besar. Namun, tindakan tersebut tetap saja tidak bisa dibenarkan. Jadinya, serba salah, ya?

Ada satu hal lagi yang benar-benar bikin pemotor (dan mungkin pengendara roda 4 juga) sengsara melewati jalan ini. Lebih tepatnya pada ruas Jalan Gatot Subroto Jakarta dari arah Semanggi hingga Cawang. Di sinilah masalah yang telah bertahun-tahun tak pernah selesai itu masih menghantui para pengguna jalan. Ya, itu adalah ranjau paku

Ranjau paku yang pernah saya bahas ternyata masih menjadi momok di Jalan Gatot Subroto. Hingga saat ini, masalah ranjau paku tersebut belum beres dan pelakunya sendiri masih bebas berkeliaran. Banyak yang bilang sih kalau pelakunya ini ialah oknum tambal ban dadakan yang biasanya muncul berdekatan dengan tempat ranjau paku itu ditebar. 

Seorang netizen di media sosial pernah bercerita kalau dirinya pernah terkena ranjau paku pada malam hari dan berakhir di tukang tambal ban. Gilanya, harga tambal ban tersebut digetok menjadi 25 ribu dari yang seharusnya sekitar 10-15 ribu saja! 

Oleh karena itu, saya sebisa mungkin menghindari Jalan Gatot Subroto Jakarta. Nggak apa-apa sedikit jauh dan memutar, yang penting nggak boncos akibat ban bocor. Selama ranjau-ranjau paku itu tetap bertebaran, saya lebih mending lewat Jalan Gatot Subroto arah Semanggi-Cawang dengan bus Transjakarta saja karena lebih aman.

Jalan paling menyiksa

Demikianlah alasan saya mengatakan Jalan Gatot Subroto Jakarta menyandang jalan paling macet dan menyiksa. Sudah jalannya sempit, macet yang hampir nggak tertolong, membuang waktu, tenaga, dan uang serta penuh dengan ranjau paku.

Karena perluasan jalan sudah pasti tidak mungkin, saya menyarankan agar pemerintah bisa mempercepat transisi penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan/transportasi umum. Dari tahun ke tahun, makin banyak transportasi umum beserta infrastrukturnya telah terbangun, kok. 

Ini membawa angin segar bagi pengurangan tingkat kemacetan. Namun, jumlah kendaraan juga terus mengalami peningkatan sehingga pemerintah sepertinya harus bekerja lebih keras. Atau setidaknya membuat situasi macet terasa mendingan. 

Selain itu, masalah ranjau paku ini juga seharusnya menjadi perhatian serius. Memang nggak gampang bagi pemerintah buat menyelesaikan problematika yang amat kompleks ini. Namun, perlahan-lahan, dengan langkah yang telaten dan niat yang tulus, satu per satu masalah tersebut akan terselesaikan.

Penulis: Muhammad Arifuddin Tanjung

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Kemacetan Jakarta Semakin Memuakkan dan Mirisnya Itu di Luar Kontrol Kita

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version