Bravo Terminal Mojok. Semoga tambah maju dan banyak pembacanya. Setelah tulisan saya tentang keluh kesah saya tinggal di Magersari terbit di Terminal Mojok, saya mendapatkan beberapa respons dari berbagai orang. Ada yang merespons positif, negatif, dan cuek saja. Respons tersebut membuat saya senang juga sedih. Bahkan saya juga khawatir. Akan ada apa ini nanti. Apakah ada tekanan atau tanggapan yang positif.
Jangan-jangan seperti Syarifah Fadiyah Alkaff asal Jambi yang dipolisikan Pemkot Jambi karena kritikannya terhadap Pemkot. Apakah saya akan mengalami seperti itu atau sebaliknya?
Beberapa tahun lalu saya pernah nulis surat pembaca di koran tentang keadaan desa dan jalan raya. Ada yang mendapat respons positif, juga negatif. Respons negatifnya, saya dimarahi kepala desa dan dianggap mencemarkan nama baik desa. Eh, sama seperti Syarifah, tapi nggak dipolisikan. Jadi ya baik-baik saja.
Saat saya mengkritik jalan raya, ada dua surat pembaca saya yang dimuat di media cetak. Alhamdulillah responsnya baik. Sehari setelah tulisan saya terbit, pemerintah daerah merespons dengan mendatangkan material untuk memperbaiki jalan. Akhirnya, jalan diperbaiki dan tidak ada konfirmasi apa pun dari pemda. Terima kasih. Jalan yang dikeluhkan warga sudah diperbaiki dan semoga ke depan juga ada perbaikan pelayanan umum bagi warga khususnya jalan raya.
Respons negatif gara-gara tulisan tentang Magersari
Kembali ke tulisan saya di Terminal Mojok tentang Magersari. Istri saya merespons saya negatif. Ia merasa saya terlalu ikut campur urusan lingkungan dan tulisan saya dianggap menyinggung banyak orang. Biarkan saja. Toh itu sudah ada yang ngurus. Hehehe.
Sementara tetangga saya bertanya, maksud tulisannya bagaimana? Seolah tersinggung dengan tulisan saya yang berkeluh kesah. Mungkin pikirnya, menulis di Terminal Mojok dianggap seperti menulis di media sosial. Asal nulis dan unggah, sudah tayang di medsos. Padahal untuk bisa menerbitkan di Terminal Mojok perlu perjuangan dan kesabaran. Harus melalui kurasi dari editor. Apakah layak terbit atau tidak. Apakah lolos atau ditolak. Tulisan saya juga banyak ditolak. Tapi ya tetap nulislah.
Yang jadi perhatian saya, ternyata tetangga saya juga ada yang membaca dan mengikuti media ini, Terminal Mojok. Buktinya tetangga saya tahu tentang tulisan saya yang berisi keluh kesah tinggal di kelurahan saya. Bahkan aparatnya juga mungkin membaca tulisan tersebut. Buktinya, ada tanggapan yang saya temukan setelah tulisan tersebut terbit.
Akhirnya diperbaiki!
Seminggu setelah tulisan saya terbit, saya melihat dua orang mengukur jalan dan membawa cat putih. Mereka mengukur dan memberi tanda. Saya berharap keluhan saya tentang jalan tersebut direspons. Pokoknya diperbaiki lah. Biar layak untuk dilalui dan tidak harus menutup hidung karena jalanan berdebu. Biar kendaraan yang melaluinya tidak bergelombang dan cepat rusak. Itu sih harapannya.
Minggu kemarin, sekitar tanggal 7-14 Juni, di tepi jalan dekat balai desa terdapat asphalt paver dan vibrating steel-drum roller. Kedua alat untuk mengaspal jalan. Tak berselang lama, jalan yang saya keluhkan ditinggikan dan diaspal. Alhamdulillah. Jalan yang saya keluhkan akhirnya diperbaiki. Pengerasan jalan tersebut lumayan juga. Panjang jalan yang diaspal ada sekitar 200 meter.
Terima kasih kepada mereka yang telah merespons dengan mengaspal jalan. Tidak peduli karena tulisan di Terminal Mojok atau memang sudah waktunya diperbaiki. Padahal menurut beberapa pihak yang berwenang, mereka pernah mengatakan bahwa perbaikan jalan tersebut tidak diketahui kapan akan dilaksanakan.
Demikian, respons tulisan di Terminal Mojok dan bermanfaat bagi masyarakat. Ayo majukan daerahmu dengan menulis di Terminal Mojok. Sukses selalu.
Penulis: Rusdi Ngarpan
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Jejak Mbah Brawud: Sosok Adipati Lasem yang Makamnya Jadi Tempat Mencari Pusaka
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.