Sejak mengumumkan akan melantai di bursa saham, PT GoTo Gojek Tokopedia (GoTo) langsung jadi buah bibir. Bukan sesuatu yang aneh memang karena IPO GoTo mewakili dua entitas yang bergabung jadi satu, yakni Gojek dan Tokopedia, yang kebetulan branding keduanya sebelum merger adalah karya buatan Indonesia. Ada unsur national pride di sana dan dalam satu dekade terakhir, keduanya bisa dibilang merupakan market leader di bidangnya masing-masing, sebelum kemudian keduanya bergabung jadi satu.
Merger-nya Gojek dan Tokopedia menjadi GoTo yang kemudian bertambah dengan hadirnya GoTo Financial (membawahi Gopay) dalam ekosistem lengkap ini memang momen sangat menarik. Sama menariknya seperti momen jogres Goku dan Bezita di serial Dragon Ball karena keduanya sama-sama nama besar. Dan IPO (initial public offering) atau penawaran saham perdana ke publik kemudian membantu kita, para pemburu saham, untuk melihat dengan saksama jeroan perusahaan yang selama ini rutin sekali wara-wiri di hape kita.
Saking menariknya momen ini, sampai muncul serangan digital yang menyasar GoTo. Serangan itu datang dari akun-akun bot di Twitter yang berlagak sangat antusias untuk booking IPO GoTo. Perbincangan yang dipicu akun-akun ini direspons negatif oleh publik. GoTo dianggap sedang melakukan aksi pompom saham agar harganya melonjak, seperti yang terjadi saat IPO PT Bukalapak Tbk (BUKA), Agustus tahun lalu.
Tudingan ini dibantah GoTo, yang menyebut bot-bot yang melancarkan serangan tersebut sebagai “akun-akun hantu”. GoTo menyatakan sudah me-report twit spam dari bot-bot tersebut ke pihak Twitter.
“Dalam proses IPO ini, kami senantiasa berusaha untuk menjaga komunikasi dengan baik dan bertanggung jawab kepada masyarakat luas, baik untuk memperkenalkan rencana IPO, maupun mengedukasi masyarakat tentang manfaat dan risiko dalam berinvestasi saham,” ujar Corporate Secretary GoTo Koesoemohadiani kepada Bisnis.
“Pihak Twitter sudah melakukan investigasi mendalam dan akun-akun tersebut sudah ditangguhkan karena terbukti melanggar Peraturan Twitter,” tegas Koesoemohadiani.
Koesoemohadiani menekankan bahwa GoTo terus mengimbau investor agar mengambil keputusan berdasarkan informasi dari sumber kredibel. “Kami mengajak para calon investor untuk terus mendapatkan dan mempelajari informasi dari sumber-sumber yang dapat dipercaya, termasuk kanal resmi perusahaan ataupun situs web e-IPO BEI untuk dapat membuat keputusan investasi terbaik,” tambahnya.
Bisa dipahami ketika GoTo merespons cepat gangguan ini. Tuduhan pompom saham jelas sangat serius, ditambah investor masih terbayang histori IPO Bukalapak tahun lalu. Tapi fokus investor jangan sampai teralihkan pada twit demi twit. Perhatian justru harus dialihkan pada realitas GoTo sendiri.
Pro-kontra IPO $GOTO di bursa
Dengan resmi melakukan IPO, GoTo tentu saja wajib menerbitkan prospektus untuk memberi insight pada calon shareholders-nya di pasar. Dan dari prospektus yang terbit pada Selasa (15/3) lalu, di atas kertas, memang ada satu hal yang bikin publik sedikit ragu (prospektus GoTo bisa dibaca di sini).
Secara umum, GoTo menawarkan sebanyak 48 miliar saham dengan opsi maksimal 52 miliar saham Seri A, mewakili 4,35% dari modal yang ditempatkan dan disetor. Secara target sendiri, GoTo menyebut mereka menargetkan dana IPO sebesar Rp17,9 triliun, dengan rincian harga penawaran awal di kisaran Rp316-Rp346/unit saham. Dari rincian tersebut, sekitar 90 persen dana hasil IPO akan digunakan untuk pengembangan Gojek, Tokopedia, dan Gopay. Sisanya untuk Gojek Singapura dan Gojek Vietnam.
Namun, satu yang kemudian disorot publik adalah GoTo ternyata masih merugi sebagaimana lazimnya perusahaan startup global di masa-masa awal.
Keraguan investor untuk ikut IPO GoTo pun menguak, kendati tren rugi GoTo menurun. Dari beberapa obrolan yang saya ikuti di aplikasi Stockbit dan di media sosial, ada beberapa investor yang takut masuk ke GoTo karena rasio profitabilitasnya masih meragukan dan prospek dividen (bagi hasil) juga masih samar. Namun ada juga beberapa yang masih berminat, murni karena ini saham GoTo, sebuah startup berskala decacorn yang punya tiga bisnis utama yang merajai pasar.
Respons negatif-positif ini sejatinya hal biasa di pasar saham. Ya, simply karena di sini kita murni melibatkan uang dan untuk setiap aktivitas yang melibatkan uang, ada pertimbangan yang harus dipikir secara serius.
Pertama, startup unicorn adalah “hal baru” di bursa saham Indonesia. Pasalnya, sejauh ini hanya ada Bukalapak ($BUKA) yang sudah tercatat di bursa dan masih merugi.
Kedua, GoTo bukan $BUKA. Untuk mengantisipasi turun tajamnya harga saham usai melantai di bursa, seperti yang dialami $BUKA, strategi GoTo sejatinya cukup menarik. Pertama, mereka menetapkan lock-up period. Di skema ini, pemegang saham lama dan pemilik SHSM (pemilik hak suara multipel) dilarang untuk melepas/menjual/memindahtangankan saham GoTo yang dimilikinya dalam periode 8 bulan sampai 2 tahun, tergantung klasifikasi saham yang dimiliki.
Cara kedua, GoTo menerapkan skema greenshoe option (saham tambahan). Mekanisme ini pada praktiknya seperti ini: GoTo memberi kewenangan kepada sekuritas yang mereka tunjuk untuk berperan sebagai agen stabilisasi saham selama kurun waktu 30 hari sejak $GOTO resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Ada pun dana yang dialokasikan untuk skema greenshoe ini ada di kisaran angka Rp2,3 triliun. Jadi nantinya, agen stabilisasi bisa membeli saham GoTo di harga berapa pun sampai maksimum di batas harga IPO, yakni pada kisaran Rp316-Rp346 per unit saham.
Skema greenshoe ini menarik karena dipercaya banyak analis akan mampu menstabilkan nilai saham selama periode tertentu. Saking menariknya greenshoe option, beberapa BUMN yang dikabarkan akan IPO pun berencana untuk memakai mekanisme ini sebelum melantai di BEI.
Bahan pertimbangan
Bahas pro-kontra sudah, sekarang kita bahas prospek si GoTo sendiri. Kalau menurut saya (dan ini bukan ajakan membeli ya), GoTo ini punya prospek oke yang layak jadi pertimbangan.
Untuk investasi jangka panjang atau misal mau swing trade, GoTo sejatinya masih cukup menarik. Sebagai perusahaan digital yang terhitung raksasa di Indonesia, Gojek dan Tokopedia memiliki fundamental yang solid dan prospek masa depan yang oke.
Juga jangan lupa bahwa skema bakar uang yang disorot publik, sejatinya bukan hal baru di dunia startup. Kita ambil contoh GoTo. Bakar uang juga yang bikin Tokopedia jadi marketplace terbesar di Indonesia dan punya pengguna hingga ratusan juta.
Strategi bakar uang bukan hal aneh di dunia startup karena output yang diambil oleh perusahaan umumnya adalah menjadikan produknya sebagai market leader di industrinya masing-masing. Untuk konteks ini, tanpa analisis mendalam, kita juga tahu bagaimana Gojek dan Tokopedia terbilang sukses dan layak disebut market leader.
Indikator menilai sukses atau nggaknya GoTo menjadi market leader yang established pun relatif mudah. Coba cek hape kalian. Minimal, kalian pasti install salah satu antara Gojek atau Tokopedia, bukan? Atau malah install keduanya?
Berikutnya yang perlu diperhatikan ialah prospek bisnis GoTo dengan ekosistem lengkap saat ini mulai dari on-demand (Gojek), e-commerce, dan jasa keuangan (GoTo Financial). Apalagi bisnis tren ke depan ialah tranformasi digital dan new economy yang memungkinkan tiga lini utama GoTo ini terus berkembang.
Tapi ingat, keputusan membeli saham sepenuhnya ada di tangan investor. Dunia pasar saham ini adalah dunia, yang menurut hemat saya, sangat fair. Kamu tahu risikonya, siap bertarung dengan segala risiko tersebut, dan kelak jika untung atau rugi, kamu siap juga dengan profit dan loss-nya.
Pada akhirnya, artikel ini murni pendapat atas pembacaan saya pribadi, bukan untuk mengajak membeli atau menjual saham tertentu. Sekali lagi, keputusan membeli/menjual saham harus didasarkan pertimbangan serius berdasarkan informasi dari sumber kredibel.
Penulis: Isidorus Rio
Editor: Audian Laili