Kalau Bandung dijuluki Kota Wisata dan Yogyakarta dijuluki Kota Pelajar, inilah saatnya Kabupaten Sidoarjo menunjukkan kebolehannya!
Selama ini yang didengar masyarakat luas tentang Sidoarjo adalah julukan Kota Udang – Bandeng, Kota Delta, bahkan sejak munculnya musibah lumpur Lapindo, kota ini santer dijuluki Kota Lumpur. Saya sebagai warga Sidoarjo tidak menolak tapi tidak mengiyakan juga, lantaran selama ini yang mencolok dari Sidoarjo memang sebatas semburan lumpur Lapindo yang kini beralih fungsi sebagai tempat wisata. Namun, kalau ada julukan yang lebih baik, kenapa tidak?
Beberapa waktu yang lalu, saya tidak sengaja melewati jalanan Sidoarjo selatan, tepatnya daerah Tanggulangin. Melihat papan penunjuk arah bertuliskan “INTAKO” suatu ingatan terputar dalam pikiran saya. Saya yang mulai terketuk, akhirnya memutuskan mampir sejenak di kawasan industri tas dan koper itu meskipun sekadar tilik.
Saya ingat betul kapan terakhir kali saya mengunjungi INTAKO. Saat itu saya masih TK B dan sedang merengek ke ibu untuk minta dibelikan tas koper anak-anak bergambar Barbie, karakter kartun kesukaan saya pada zamannya. Beberapa dari kita anak 90-an pasti tau betul, jika tas koper warna-warni saat itu menjadi tas paling keren di antara model tas-tas lainnya. Salah satu yang kepincut akibat iming-iming teman sekelas adalah saya. Jadilah saya merengek.
Ibu yang tidak punya pilihan lain akhirnya memenuhi keinginan saya dengan mengajak saya ke INTAKO, kawasan wisata tas dan koper asli Sidoarjo yang saat itu tidak kurang eksistensinya. Saat kami telah sampai di kawasan INTAKO, kami melihat betapa ramainya mobil berplat luar kota memenuhi lahan parkir toko-toko tas dan koper (toko juga menjual sepatu dan jaket kulit). Betapa senangnya saya bisa membeli tas buatan UMKM Kabupaten Sidoarjo yang sedang booming.
Namun, pemandangan itu terjadi sekitar delapan belas tahun lalu. Pemandangan yang saya saksikan saat melewati INTAKO kini justru berbalik sepenuhnya. INTAKO mulai tumbang termakan usia dan lapuk menghadapi tuntutan zaman e-commerce yang kini marak digandrungi masyarakat. Banyak toko-toko tas dan koper harus menutup gerai dan menyisakan beberapa pengrajin tas yang tetap setia mempertahankan lokalitas produk Sidoarjo dengan tetap memasarkan tas dan sepatu meski jumlahnya berkurang drastis.
Saya takjub sekaligus nelangsa. Saya menyaksikan kegagahan INTAKO silam akhirnya kini tumbang tak berdaya. Seharusnya di masa pandemi, UMKM menjadi penyokong awal bangkitnya perekonomian sebuah daerah. Adanya INTAKO membuat saya yakin bahwa sebenarnya Kabupaten Sidoarjo adalah kawasan pendukung Surabaya yang tak bisa diremehkan begitu saja potensinya. Hanya saja pengelolaannya kurang maksimal.
Jika e-commerce dan marketing digital kini sedang tren oleh masyarakat, barangkali INTAKO perlu didigitalisasi. Upaya ini memang tidak dapat berhasil instan tapi jika ditelateni bukan tidak mungkin INTAKO dapat pulih sekaligus memulihkan perekonomian warga.
Saya memang tidak banyak tahu tentang strategi pemasaran yang baik, tapi tak ada salahnya juga jika INTAKO diregenerasi, sebutan mudahnya adalah renew alias diperbarui.
Iklan digital INTAKO digencarkan
Banyak sekali jasa advertising yang kini menawarkan layanan iklan digital, media sosial manajemen, SEO, hingga pembuatan konten iklan. Jika INTAKO diabaikan karena papan reklame yang tak proporsional, cara ini saya rasa sangat direkomendasikan. Banyak masyarakat di luaran sana yang mengakses internet seharian, itu artinya INTAKO berpeluang besar untuk menarik kembali perhatian masyarakat dari tas Chanel, Gucci, Hermes dan jajaran tas branded lainnya.
Pembuatan toko online di marketplace
Sudah zamannya kegiatan belanja dilakukan secara online, terlebih kita sedang dalam masa pandemi. INTAKO seharusnya tak berdiam diri. Membuka toko online di situs marketplace bisa jadi jalan utama bagi INTAKO untuk menuju kejayaan kedua.
Cintai local wisdom
Inilah yang paling utama dari cara-cara lainnya. Setelah INTAKO berperan untuk bangkit, kini waktunya segenap masyarakat Sidoarjo yang berpartisipasi. Tidak ada salahnya kembali mencintai produk lokal. Saya jamin, tas, jaket, dan sepatu kulit buatan INTAKO kualitasnya boleh diadu dengan produk luar. Pemasangan iklan sebanyak dan seluas apapun akan kalah dengan banyaknya masyarakat yang menggunakan produk INTAKO.
INTAKO bangkit, Kabupaten Sidoarjo pulih dan makmur. Tidak hanya sebagai ikon wisata, dengan pesatnya pertumbuhan potensi ekonomi masyarakat melalui INTAKO, semua pihak bakal kecipratan hasilnya. Terutama yang ngaku warga Sidoarjo. Tentu saja usaha ini harus dilakukan bersama-sama dan kontinu, baik pelaku UMKM INTAKO, masyarakat Sidoarjo, atau pemkot.
Jika semua bersinergi, suatu hari saya akan kembali mendengar julukan Sidoarjo Kota Kerajinan Tas dan Koper. Serius, itu lebih membanggakan ketimbang julukan Sidoarjo kota lumpur. Sekian~
BACA JUGA Tidak Perlu Malu Mengakui Tinggal di Sidoarjo yang Sering Disebut Pinggiran Kota Surabaya atau tulisan Ade Vika Nanda Yuniwan lainnya.