Indigo (Wannabe) Memang Merepotkan, Minta Diamini dan Diimani, tapi Tak Mau Memberi Bukti

Indigo (Wannabe) Memang Merepotkan, Minta Diamini dan Diamini, tapi Tak Mau Memberi Bukti

Indigo (Wannabe) Memang Merepotkan, Minta Diamini dan Diamini, tapi Tak Mau Memberi Bukti

Saya percaya hal gaib. Di masa lampau, saya juga pernah merasakan pengalaman-pengalaman yang tak bisa dijelaskan oleh akal sehat. Tapi bukan berarti saya bisa menerima omongan indigo (wannabe) yang bertebaran di mana-mana.

Ya kalian tau lah omongan indigo yang saya maksud. Tempat makan itu rame karena ada pelaris, di foto tersebut ada sosok menampakkan diri, rumah tersebut berenergi negatif, si X diikuti sosok A, dan seterusnya, dan seterusnya.

Saya nggak masalah dengan omongan-omongan tersebut sebenarnya. Bagi saya, cerita-cerita orang indigo adalah bumbu terenak saat ngobrol di tongkrongan, alias dikonsumsi sendiri dan terbatas. Tapi jadi masalah jika dilemparkan ke media sosial atau justru disebarkan agar orang-orang percaya. Ini nggak lagi omongan sepele, hajat banyak orang bisa kena kalau caranya begini.

Kita ambil contoh kasus warung makan aja deh. Saya tak mau sebutkan mana warungnya, tapi ada salah satu warung mi ayam bakso terkenal di tempat saya berasal yang dianggap pakai pelaris. Yang nyebarin ya orang-orang sotory dan indigo wannabe. Alasannya, keramaiannya nggak masuk akal dilihat dari harganya serta kalau makanannya dibawa pulang, rasanya nggak enak. Kalau makan di tempat, baru enak. Rodo masuk? Oke, saya jelaskan.

Kebetulan, saya langganan makan di situ. Saya bisa banget bilang isu pelaris tersebut hoax karena banyak faktor. Salah satunya ya, karena enaknya kebangetan. Tapi itu kalau pas sepi, setidaknya separuh kapasitas meja terisi. Kalau pas rame, barulah rasanya inkonsisten. Kenapa? Ya susah untuk konsisten kalau kamu diburu pesanan banyak yang harus selesai cepat. Jadi, alasan makan di tempat baru enak itu udah gugur.

Kita lanjut ke alasan selanjutnya, kalau dibungkus, tidak enak. Yo ngene wae cuk, mi ayam dan bakso mana yang masih seenak itu pas dibungkus? Baru sadar kan? Makane.

Indigo (wannabe) memang merepotkan

Bisa jadi warung mi ayam tersebut pakai penglaris, bisa jadi. Tapi bagi saya, pelaris ini nggak bisa jadi faktor utama karena itu menihilkan usaha para kokinya untuk meracik makanan yang enak. Saya kira tidak ada pengusaha kuliner yang cukup bodoh untuk menyewa orang yang asal bisa masak. Pasti ada proses panjang yang dilewati untuk menjaga kualitas.

Inilah yang bagi saya jadi masalah. Orang-orang entah kenapa menerima semua omongan orang indigo ketimbang memikirkan faktor usaha yang ditempuh oleh pemilik usaha. Pada titik tertentu, ini bisa jadi membuat trust yang dibangun oleh pemilik usaha runtuh seketika. Ingat, perjalanan orang menemukan resep itu nggak pendek. Dan perjalanan itu tidak semestinya kalian runtuhkan karena “halusinasi” kalian.

Inilah yang bikin saya bermasalah dengan orang-orang indigo (wannabe). Mereka mengurusi hal-hal yang bukan urusan mereka, hanya demi kepopuleran atau perasaan bangga yang jelas tidak masuk akal. Memangnya kenapa jika kalian tahu tempat itu ada pelaris? Memangnya kenapa jika ada hantu yang tidak terlihat di foto orang?

Bagian ada hantu di foto ini sih yang menurut saya paling cringe. Maksudnya, ya kenapa kalau ada kuntilanak di foto tersebut? Siapa tahu dia kebetulan lewat atau lagi apa kek. Opo-opo kok dadi masalah.

Tak mau repot mendengarkan halusinasi

Ada masanya saya juga jatuh pada narasi mereka. Tapi syukurlah, kini saya lebih memilih untuk tidak mau repot-repot mendengarkan satu-satu halusinasi mereka dan lebih memilih untuk bergantung pada otak saya. Sebenarnya percaya pada mereka juga nggak apa-apa sih, tapi kalau itu dijadikan satu-satunya kebenaran, itu yang jadi masalah.

Kekhawatiran saya dari informasi serampangan yang disebarkan oleh indigo (wannabe) ya itu. Orang-orang Indonesia masih mudah kagum dengan informasi yang dipoles dengan canggih, bukan informasi terstruktur dan teruji. Selama itu tidak terlihat mindblown, dan berdasar teori sains, kerap diejek dan dianggap “halah teori doang”. Tapi omongan indigo, entah kenapa, diamini dan diimani.

***

Beberapa waktu belakangan, Ferry Irwandi “menantang” praktisi santet dan sejenisnya untuk menjajal ilmunya, bahkan dengan iming-iming hadiah. Kegelisahan Mas Ferry beralasan, salah satunya dari cerita beliau yang ini. Saya menunggu ada yang bisa membuktikannya atau lagi-lagi, semua orang hanya menggertak dan tak memberi bukti.

Persis seperti para indigo (wannabe), yang meminta kita mengimani, tanpa sekalipun memberi bukti.

Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Keraguan Terbesar yang Perlu Dijawab Kaum Indigo

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version