Ada yang udah nonton In the Name of God: A Holy Betrayal? Bikin merinding nggak, sih?
Rasanya sekarang sudah nggak aneh lagi kalau menyebut Korea Selatan sebagai negara impian banyak orang. Makin banyak orang tahu dan terbius oleh K-Pop dan K-Drama yang sering menjual kesempurnaan dan kemapanan. Rencana berlibur atau bahkan menata hidup baru di Negeri Ginseng seakan jadi barang wajib yang harus ada di bucket list.
Bagi orang yang baru seneng-senengnya sama segala hal berbau kekoreaan, sedikitpun cela nggak akan mereka tolerir. Jika ada orang lain yang menjelek-jelekkan Korea, bahkan jika itu fakta sekalipun, mereka akan membela sedemikian rupa negara impian mereka itu.
Dulu saya sempat menulis artikel tentang sisi gelap Korea Selatan. Ada sebagian orang yang saya duga K-Popers, nggak percaya dengan fakta yang saya sajikan, terutama bagian maraknya sekte sesat di Korea Selatan. Mungkin dalam bayangan mereka Korea Selatan terbentuk dari cherry blossom, oppa-oppa tinggi dan wangi, dan tteokbokki.
Namun, pada 2023 ini rilislah sebuah dokumenter yang mengungkap kejamnya sekte sesat di Korea Selatan. Dokumenter berjudul In the Name of God: A Holy Betrayal yang bisa disaksikan secara legal di Netflix ini secara garis besar mengisahkan soal empat sekte sesat yang cukup besar pengaruhnya di negara asalnya.
Kamu yang pernah merinding, takut, dan gelisah setelah menyaksikan drama Korea Save Me dan Hellbound mungkin bakal merasakan efek yang lebih parah saat menonton dokumenter ini. Seseram-seramnya dua drama yang mengangkat isu soal sekte sesat itu, tetap nggak ada apa-apanya sama dokumenter ini.
Sebelum resmi tayang, dokumenter In the Name of God: A Holy Betrayal sempat bersitegang dengan sekte-sekte tadi. Bahkan saat proses wawancara dan syutingnya pun tim produksi nggak henti-hentinya dapat teror dari anggota sekte yang masih aktif.
Daftar Isi
Ada empat sekte sesat yang dibahas dalam In the Name of God: A Holy Betrayal
Dalam dokumenter yang disutradarai oleh Cho Sung Hyun ini ada empat kultus yang dieksplorasi, yaitu JMS, Five Oceans, The Baby Garden, dan Manmin Central Church. Tiap sekte memiliki pola, siasat, dan kebiadaban masing-masing dalam menipu orang-orang di Korea Selatan.
Di tiga episode pertama In the Name of God: A Holy Betrayal dikisahkan kekejaman kultus JMS yang dipimpin oleh Jeong Myeong Seok. Ia mengaku bahwa dirinya adalah Mesias. Target JMS sebagian besar adalah pemuda pemudi yang nggak hanya orang Korea, tapi juga orang asing. Ribuan pengikut JMS diindoktrinasi bahwa menolak perintahnya sama dengan menolak perintah Tuhan. Hal itu akan membuat mereka masuk neraka.
Kasus JMS yang dikemas dengan porsi paling banyak ini bakal bikin jijik. Pasalnya, JMS melecehkan ribuan pengikutnya yang merupakan wanita muda. Korban pelecehan JMS pun justru akan mencari korban baru karena mereka sudah dicuci otak bahwa hanya orang-orang beruntung yang bisa dicintai oleh JMS yang menamakan diri sebagai Tuhan. Lingkaran setan yang nggak kelar-kelar ini menyebabkan puluhan ribu wanita jadi korban kebejatan JMS.
Jatuhnya korban jiwa
Sekte yang dibahas selanjutnya dalam In the Name of God: A Holy Betrayal adalah Odeyang atau The Five Oceans. Kasus kultus ini mencuat pada tahun 1980-an ketika ditemukan sebanyak 32 jenazah di atas plafon sebuah pabrik. Penyelidikan menduga bahwa mereka bunuh diri bersama-sama. Ditemukan juga fakta bahwa mereka adalah anggota The Five Oceans. Pemimpinnya, Park Soon Ja, juga ditemukan tergeletak tak bernyawa dan disinyalir mati pertama kali sebelum anggota lainnya.
Berbeda dari JMS, Park Soon Ja ini menipu pengikutnya untuk mendonasikan sejumlah uang. Park Soon Ja juga berpura-pura menjadi seorang wanita baik yang merawat banyak anak yatim piatu. Tapi lagi-lagi ia hanya berbohong untuk mendapatkan simpati publik.
Kasus ketiga yang ditampilkan di episode 5 dan 6 In the Name of God: A Holy Betrayal menampilkan kultus Aga Dongsan atau The Baby Garden yang dipimpin oleh Kim Ki Soon. Kim Ki Soon ini kayak JMS versi perempuan. Ia menentang dan melarang hubungan cinta antarpasangan, keluarga, dan kerabat. Pengikutnya hanya boleh mencintai dirinya. Parahnya lagi, ia juga sering merudapaksa pengikutnya.
Ketika ada anggota kultus yang tidak patuh, Kim Ki Soon nggak segan-segan menghabisi nyawa pengikutnya itu. Banyaknya anggota yang hilang setelah dibunuh oleh Kim Ki Soon menjadi titik awal terbongkarnya sekte ini.
Ada yang jualan agama melalui mukjizat
Sekte terakhir yang juga memiliki jaringan besar di Korea Selatan yang dibahas dalam dokumenter In the Name of God: A Holy Betrayal ini adalah Manmin Central Church. Sistem jualan agama yang dilakukan oleh Pastor Lee Jae Rock, pemimpin Gereja Manmin, agak mirip dengan JMS. Ia menjual mukjizat. Pastor Lee Jae Rock melakukan penyembuhan rohani dengan doa. Para pengikutnya percaya bahwa ia bisa menyembuhkan orang yang sakit keras.
Akan tetapi, jangan dikira meminta didoakan oleh Lee Jae Rock itu gratis. Justru di sinilah kasus bermula. Siapa pun yang ingin didoakan harus beramal ke Gereja Manmin. Siapa yang memberikan uang lebih banyak maka doanya akan menembus langit lebih kuat dan cepat. Lama kelamaan Lee Jae Rock makin menggilai uang. Selain itu, mirip juga dengan JMS, banyak pengikut perempuan yang dilecehkan secara seksual. dengan dalih pemeriksaan oleh Tuhan.
Sekte sesat ahli mencari celah dan memanfaatkan peluang
Dulu saya sempat berpikir bagaimana bisa orang-orang tertipu dan bergabung ke dalam sekte sesat yang sudah jelas kelihatan tanda-tanda red flag-nya. Namun lewat kesaksikan para mantan anggota, korban, hingga penegak hukum, saya menyadari bahwa sekte sesat memang selalu ahli dalam mencari celah dan memanfaatkan peluang.
Para pemimpin kultus dan komunitasnya selalu hadir di momen-momen penting yang membuat para pengikutnya seperti merasa dipahami. Mereka muncul saat para pengikutnya berada di titik terbawah. Hasilnya, para anggota merasa bahwa hanya komunitas yang mereka ikuti yang memahami mereka. Sebagai balas budi, mereka bersedia melakukan apapun untuk komunitasnya itu.
Bukan cuma itu, para pemimpin sekte-sekte dalam dokumenter In the Name of God: A Holy Betrayal ini juga menunjukkan seakan-akan mereka punya mukjizat. Komoditas yang paling efektif yang dijual oleh kultus-kultus sesat ini adalah mengaku seolah-olah bisa menyembuhkan penyakit. Orang-orang yang sudah putus asa ini lantas seperti melihat harapan baru.
Maka nggak heran sekte-sekte ini jadi punya basis pengikut yang banyak, solid, dan setia. Bahkan anggotanya mau-mau saja menyerang orang yang mereka anggap musuh bersama dan menerima begitu saja indoktrinasi oleh para pemimpinnya.
Pemimpin sekte dalam In the Name of God: A Holy Betrayal cuma orang-orang gila pencandu seks dan mata duitan
Keempat pimpinan sekte ini sebenarnya nggak berkontribusi apa pun buat agama. Mereka cuma orang-orang gila pencandu seks dan mata duitan yang berlindung di balik agama buatan sendiri dan memanfaatkan ketidaktahuan orang lain untuk mendapatkan keuntungan.
Kalau dirangkum per sekte, kasus JMS sangat menjijikkan dan bikin mual. Kasus Five Oceans yang 32 pengikutnya diduga bunuh diri massal penuh misteri. Sekte Baby Garden bakal membuat penonton naik pitam, dan dua episode final yang mengisahkan Mamnin Central Church akan sukses bikin speechless.
Berkat dokumenter In the Name of God: A Holy Betrayal ini, banyak hal yang mulai tersingkap. Mulai dari kenyataan bahwa JMS masih berkeliaran hingga aktif memberikan ceramah, Synnara Record yang sering jadi tempat K-Popers beli album ternyata dimiliki oleh salah satu petinggi sekte, hingga seorang idol yang nggak sadar bahwa keluarganya selama ini tergabung dalam sebuah sekte. Tapi yang jelas berkat dokumenter ini kita jadi tahu bahwa manusia bejat yang menipu manusia lainnya dengan mengaku sebagai Tuhan benar adanya.
Walaupun In the Name of God: A Holy Betrayal sudah membuka mata banyak orang dan sempat viral, tetap berhati-hati. Diduga kultus JMS, Baby Garden, dan God Manmin masih beroperasi sampai saat ini. Perekrutan anggota sekte sesat ini nggak hanya dilakukan di Korea Selatan dan menyasar warga lokal saja. Turis mancanegara yang lagi melancong, mahasiswa internasional yang berkuliah, bahkan K-Popers yang stay di negara masing-masing pun juga menjadi target. Semoga setelah ini juga para korban sekte tersebut tetap aman, jauh dari teror para anggota kultus, dan hidup bahagia.
Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Intan Ekapratiwi