Ide Membangun 10 Ribu Perpustakaan Desa Bukti Perpusnas Gagal Paham dengan Kondisi Literasi di Desa

Ide Membangun 10 Ribu Perpustakaan Desa Bukti Perpusnas Gagal Paham dengan Kondisi Literasi di Desa Mojok.co

Ide Membangun 10 Ribu Perpustakaan Desa Bukti Perpusnas Gagal Paham dengan Kondisi Literasi di Desa (unsplash.com)

Beberapa waktu lalu beredar kabar bahwa Perpustakaan Nasional (Perpusnas) akan membangun 10.000 perpustakaan desa. Ide ini muncul sebagai bentuk perwujudan 1 dari 3 program Perpusnas 2024, yakni penguatan budaya baca dan literasi.

Sebagai seseorang yang lahir dan tumbuh di desa dengan pengalaman kesulitan mengakses buku, jelas ide ribuan perpustakaan itu adalah angin segar. Tapi, entah mengapa dalam lubuk hati, saya merasa ide tersebut sangat utopis, alias kemungkinan terealisasinya minim. Selain karena sudah trust issue terhadap program-program pemerintah, saya merasa ide tersebut kurang tepat apabila diterapkan di desa. 

Biarkan saya sebagai warga desa ini menjelaskan apa yang benar-benar orang desa butuhkan dalam hal literasi. Semoga saran ini lebih tepat dibanding sekadar membangun 10.000 perpustakaan desa

#1 Lebih baik memperbaiki kualitas perpustakaan daerah daripada membangun yang baru

Perpustakaan daerah, khususnya kabupaten-kabupaten di luar Jawa, itu mengenaskan. Perpustakaan terkesan hanya sebagai formalitas mengingat pemerintah memang mewajibkan setiap daerah setidaknya punya 1 perpustakaan. Itu mengapa sangat sering saya temukan perpustakaan yang memang ada gedungnya, tapi koleksinya ambyar. Jangankan bicara koleksi buku, bahkan terkadang bangunannya saja nggak terawat. 

Menurut saya, daripada energi dan dana dihabiskan untuk membangun 10.000 perpustakaan baru, lebih baik Perpusnas punya program untuk memperbaiki dan meningkatkan fasilitas perpustakaan yang sudah ada. Menghadirkan perpustakaan di daerah atau desa sesuai dengan kebutuhan warganya, entah dari sisi koleksi maupun fasilitas. Itu semua diiringi dengan perawatan berkala. Saya rasa cara ini lebih efisien daripada terus-terusan membangun perpustakaan baru.

#2 Jam operasional perpustakaan sampai hari Minggu

Selain fasilitas perpustakaan yang nggak memadai, alasan lain yang membuat orang-orang daerah malas berkunjung ke perpustakaan adalah jam buka perpustakaan nggak tepat. Bayangkan saja, perpustakaan hanya buka di hari dan jam kerja, siapa yang mau berkunjung? Orang-orang masih sibuk melakukan aktivitasnya masing-masing, entah bekerja dan sekolah. 

Baca halaman selanjutnya: Nah, daripada …

Nah, daripada membuka perpustakaan baru, lebih baik Perpusnas memperbaiki hal-hal semacam ini. Percuma juga kan kalau punya perpustakaan baru, tapi jam bukanya di hari dan jam kerja. Dijamin semenarik apapun perpustakaan baru itu, pengunjungnya tetap akan sedikit. 

Bayangkan kalau perpustakaan di daerah dan desa-desa buka sampai malam dan akhir pekan, seperti perpustakaan di Jakarta. Bukan tidak mungkin pengunjungnya semakin banyak. Apalagi, kalau fasilitasnya mendukung, dijamin perpustakaan akan lebih hidup. 

#3 Perpusnas perlu lebih gencar memperkenalkan perpustakaan ke pelajar

Sebenarnya ini hal yang kerap dianggap sepele tapi sebenarnya perlu. Sebelum membangun ini-itu ataupun melengkapi koleksi buku, memperkenalkan keberadaan perpustakaan kepada para pelajar adalah hal yang penting. Apalagi bagi pelajar desa. 

Berdasar pengalaman saya dan kebanyakan teman, saya baru tahu daerah Bangkalan punya perpustakaan ketika duduk di kelas 1 SMA. Saat itu guru bahasa Indonesia saya mewajibkan murid-muridnya berkunjung secara mandiri ke perpustakaan. Apabila perlu, murid-murid bisa meminjam satu hingga dua buku. 

Coba saja kalau guru bahasa Indonesia saya pada saat itu nggak mewajibkan muridnya mengunjungi perpustakaan. Bukan tidak mungkin saya nggak pernah mengenal Perpusda Bangkalan hingga saat ini. Itu mengapa perpustakaan perlu lebih giat melakukan sosialisasi akan semakin dikenali. 

Di atas adalah beberapa hal yang langsung terpikirkan ketika saya mendengar Perpusnas akan membangun 10.000 perpustakaan desa. Sebagai warga desa tentu saja saya sangat senang dengan ide itu, hanya saja saya merasa terlalu utopis hingga terdengar seperti sia-sia. Akan lebih baik kalau Perpusnas benar-benar melihat fakta di lapangan, sebelum memutuskan untuk membangun berbagai fasilitas yang menelan banyak dana dan tenaga. 

Penulis: Siti Halwah
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA Perpustakaan Tidak Akan Sekarat Hanya karena Google Mampu Menjawab Segalanya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version