Hubungan Beda Agama Rizky Febian dan Mahalini: Bagaimana Anak Muda Memandang Relasi Beda Agama?

Hubungan Beda Agama Rizky Febian dan Mahalini: Bagaimana Anak Muda Memandang Relasi Beda Agama?

Hubungan Beda Agama Rizky Febian dan Mahalini: Bagaimana Anak Muda Memandang Relasi Beda Agama? (Pixabay.com)

Hubungan beda agama dari awal peradaban bermula hingga kini selalu jadi polemik. Tapi, bagaimana pandangan para anak muda tentang hal ini?

Rutinitas pagi hari saya salah satunya adalah sarapan sambil nonton infotainment. Kebiasaan ini saya lakukan agar lebih mudah mendapat ide yang menunjang pekerjaan saya. Selain itu, agar saya paham dan bisa nimbrung obrolan teman kerja yang lebih banyak ngomongin soal gosip artis dalam negeri.

Suatu pagi, sambil menyantap mangut lele, saya memperhatikan infotainment yang menayangkan berita lamarannya Rizky Febian dan Mahalini. Presenter acara itu menggarisbawahi soal acara lamaran yang berlangsung tertutup. Lalu dalam berita yang sama sempat disinggung soal hubungan keduanya yang ternyata beda agama. Rizky Febian beragama Islam, sementara Mahalini penganut agama Hindu.

Saya yakin berita ini akan direproduksi lagi keesokan harinya dan sudah barang pasti banyak dibahas di media berita dan media sosial. Benar saja, banyak media yang membahas soal perbedaan agama antara Rizky Febian dan Mahalini.

Warganet juga sudah menyerbu akun Instagram Rizky Febian dan Mahalini. Seperti yang saya perkirakan, mereka langsung menyinggung soal perbedaan agama antara keduanya. Ada yang berharap Mahalini masuk Islam, bertanya siapa yang bakal “login”, hingga penasaran soal restu orang tua keduanya. Untungnya pasangan ini sudah mengantongi restu dari orang tua.

Selain Rizky Febian dan Mahalini, sebenarnya ada banyak public figure Indonesia yang juga melangsungkan pernikahan beda agama. Sebut saya Dimas Anggara dan Nadine Chandrawinata serta Deva Mahenra dengan Mikha Tambayong. Serupa dengan Ayu Kartika Dewi, dua pasangan itu juga sempat dapat semburan dari warganet.

Beda agama bukan berarti konflik

Saya mewawancarai Melati (23, bukan nama sebenarnya) yang saat ini sedang menjalin hubungan dengan laki-laki berkewarganegaraan Kanada dan beragama Kristen Protestan. Hubungan yang dijalani Melati juga mendapatkan banyak kecaman dari orang-orang di sekitarnya.

Tapi sampai saat ini hubungan Melati dan pasangannya masih bertahan. Melati mengaku ia dan pasangannya sudah sering melakukan premarital talk untuk saling berdiskusi mengenai kehidupan pernikahan mereka kelak.

Selama itu pula pasangan Melati terbuka dan banyak belajar soal agama Islam. “Iya beruntungnya doi terbuka soale dia juga kayak masih meragukan keyakinan dia sendiri. Mungkin bakal beda kasus semisal A sama B yang bener-bener udah keukeuh sama kepercayaan masing-masing. Bisa jadi perang mungkin.”

Senada dengan Melati, Sakura (22, bukan nama sebenarnya) yang beragama Kristen dan pernah menjalin hubungan dengan seorang Muslim menyebut bahwa selama hubungannya nggak pernah ada konflik yang disebabkan oleh agama. Walaupun ia juga sempat diwanti-wanti oleh orang lain untuk nggak menjalin hubungan beda agama, hubungan pacarannya ini tetap berlanjut karena keduanya saling support.

“Dia pernah ke gerejaku. Aku pernah ingetin dia salat dan dia juga justru nyuruh aku makan pas dia puasa. Waktu Natal juga diucapin terus dikasih hadiah juga,” kenang Sakura.

Nilai yang sama belum tentu jaminan bahagia

Sakura juga berpendapat bahwa kesamaan agama belum tentu berpengaruh pada kelanggengan hubungan. “Kata aku tergantung sama personalities dan spiritualitas masing-masing sih. Mau seagama pun kalau value-nya aja beda dan saling memaksa menurutku tetep aja nggak sehat.”

Berbeda dari Melati dan Sakura, Ian (22, bukan nama sebenarnya) tidak pernah mendapatkan kritik dari orang-orang di sekitarnya karena sejak awal ia memang nggak mempublikasikan hubungannya. Ian beragama Islam ini pernah menjalin hubungan dengan pemeluk agama Katolik.

Selama menjalin hubungan, Ian dan pacarnya jarang membahas agama secara intens karena menurutnya itu urusan masing-masing. Tapi, pasangannya yang juga menjadi pelayan di gereja itu kadang mengingatkan Ian untuk beribadah sekaligus juga memberikan kabar setiap kali berpartisipasi dalam acara di gereja.

Saat ini, Ian dan pacarnya belum ada pembicaraan sampai ke arah yang lebih serius. Ini karena keduanya masih pengin fokus pada pendidikan dan karier masing-masing dulu.

Proses penentuan di balik keyakinan “they’re the right one”

Selangkah lebih jauh, Melati sudah merencanakan pernikahannya dengan pasangannya. Jika suatu saat keluarganya melarangnya, Melati akan tetap menikah dengan pria pilihannya di Kanada. Sebab, Melati beranggapan bahwa agama adalah hubungan personal antara manusia dengan Tuhan. Ia juga sudah merencanakan apabila punya anak kelak, ia nggak akan memaksa untuk memeluk agama Islam.

Selain itu, ia sudah yakin atas pilihannya karena walaupun berbeda agama, menurutnya perilaku pasangannya itu justru lebih beradab dibanding orang Islam di sekitarnya itu sendiri. Melati juga memastikan bahwa sudah ada kecocokan prinsip antara dirinya dengan pasangannya.

“Kayak ya menurutku lebih baik sama orang non-Islam yang kelakuannya islami daripada Islam KTP yang kelakuannya astaghfirullah,” ungkapnya disertai emoticon tertawa.

Serupa dengan Melati, Sakura juga sudah sejak awal menyadari tantangan hubungan beda agama ini. Namun ia melihat hal positif dari hubungannya ini. “Aku melihat dari nilai, value, ideologi, pemikiran, tingkah laku, dan lain-lainnya bagus banget, dalam artian dia sangat humanis ke orang dan makhluk lain gitu.”

Sementara itu, Ian berkesimpulan bahwa pasangannya adalah pilihan yang baik untuknya karena kepribadian pacarnya sesuai dengan apa yang Ian cari. Menurutnya, kelanggengan suatu hubungan nggak dinilai dari agama. Ian juga nggak pernah mengalami konflik batin ketika menjalin hubungan ini.

“Malah bersyukur sama Tuhan bisa dipertemukan dengan orang-orang lintas agama, jadi bisa kenal dan tahu hal-hal lain dari perspektif orang yang berbeda,” pungkas Ian.

Tidak direstui negara

Dari penuturan tiga informan di atas, di mata anak muda sekarang status agama masih bisa ditawar. Selama perilaku dan tabiatnya baik, para anak muda tetap akan berusaha mempertahankan hubungan dengan pasangan masing-masing. Mereka juga menemukan bahwa menjalin hubungan dengan orang yang agamanya lain justru membawa pengalaman yang baru dan inspiratif, seperti bisa lebih memperdalam ilmu agama sendiri sekaligus memahami perspektif agama lain.

Tapi, realitasnya negara masih belum merestui hubungan beda agama jika nantinya dibawa ke pelaminan. Dari laman Mahkamah Konstitusi, disebutkan bahwa pasangan berbeda agama yang menikah akan lebih banyak merasakan mudarat daripada mereka yang menikah dengan pasangan yang memeluk agama yang sama. Kerugian ini antara lain bentrok psikologis dan kesulitan berinteraksi, terutama setelah punya anak karena sang anak akan dihadapkan pada pilihan berat untuk memeluk salah satu agama orang tuanya.

Masih dari sumber yang sama, disebutkan bahwa dalam hukum Islam, seorang laki-laki nggak diperbolehkan menikahi perempuan dalam beberapa kondisi, salah satunya tidak beragama Islam. Selain itu, dari segi hukum, pernikahan beda agama menyebabkan persoalan hukum berupa pencatatan perkawinan, status hukum anak yang dilahirkan, perwalian, dan kewarisan.

Prosesi pernikahan beda agama yang panjang

Bagi sebagian orang, pernikahan beda agama memang tergolong suatu hal yang eksentrik, terutama jika prosesi pernikahan dilakukan dua kali. Misalnya saja stafsus presiden, Ayu Kartika Dewi yang beragama Islam menikah dengan pria beragama Katolik, melangsungkan akad nikah sesuai agamanya sekaligus pemberkatan pernikahan dengan tata cara agama yang dipeluk suaminya.

Untuk orang yang belum pernah menyaksikan secara langsung pernikahan beda agama, seperti saya, akan merasa asing, terkejut, dan bingung. Saya yang tumbuh di lingkungan yang menilai bahwa agama yang sama adalah harga mati soal pernikahan, sehingga saya juga punya prinsip seperti itu. Tapi prinsip yang saya pegang itu berlaku untuk hubungan saya sendiri.

Kalau bicara soal pasangan lain, saya nggak punya tempat untuk menghakimi mereka walaupun berbeda prinsip dengan saya. Apalagi kalau sampai memvonis pasangan beda agama dengan kemungkinan-kemungkinan terburuk, itu jelas bukan kuasa saya. Toh yang akan menjalani hubungan itu mereka sendiri. Selama hubungan pasangan beda agama ini nggak mengganggu atau merugikan saya, saya juga akan diam saja.

Penulis: Noor Annisa Falachul Firdausi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Tidak Mudah Meminta Putus Pasangan yang Pacaran Beda Agama

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version