Bagi kebanyakan kawula muda, ketika memilih motor bebek terbaik, sering kali yang dipertimbangkan hanya aspek disukai banyak wanita atau tidak. Walhasil, motor yang dipilih hanya dilihat dari segi keindahan, harga sundul langit, dan pokoknya enak aja kalau dibuat bonceng gebetan.
Berhubung saya nggak punya gebetan, teman dekat wanita, atau yang sejenis, Alhamdulillah, saya tidak pernah memasukkan pertimbangan di atas ketika memilih motor bebek terbaik (versi saya) yang akan digunakan. Selain itu, lantaran saya kerjanya serabutan dan sering kali menemui beberapa jenis jalan mulai dari jalan bagus, jalan jelek, dan jalan yang jelek banget, serta butuh motor yang banyak nilai guna. Motor yang saya pilih juga harus bisa menyesuaikan “dirinya” agar lancar melewati beberapa medan tempur.
Saya nggak pengin cari motor yang kegedean ataupun kekecilan. Atau motor manja yang oleh pemiliknya hanya sering terlihat dilap sampai mulus daripada sering terlihat melenggang di jalanan. Saya butuhnya motor yang bisa digunakan untuk banyak hal dan sedikit mengesampingkan masalah penampilan dari si motor tersebut.
Saat ada keinginan untuk beli motor yang seperti itu, ndilalah ayah saya yang kerja di koperasi kecamatan tiba-tiba dikirimin motor. Katanya untuk motor dinas sehari-hari. Motor itu adalah Honda Revo 110 FI. Untuk tahun keluarnya saya nggak tahu persis. Namun, antara keluaran lama dan baru, setelah saya baca nggak punya perbedaan yang mencolok.
Setelah motor Honda Revo sampai rumah, langsung aja saya jajal tanpa banyak omong. Untuk tes pertama, saya bawa motor ini untuk pergi ke Malang bareng temen. Untuk perjalanan Situbondo-Pasuruan, performa yang saya rasakan kalau kecepatan 80 km/jam ke atas, si motor terdengar seperti agak menjerit. Akan tetapi saya maklumi, selain saya bawa tas gede dan bonceng teman, motor ini hanya punya mesin 110 cc. Jadi wajar saja.
Sekadar tambahan cerita, ketika saya sudah sampai ke daerah Lawang, ada mobil yang tiba-tiba nyeruduk motor pemberian kantor ini dari belakang. Alhamdulillah-nya, saya dan mobil yang nyeruduk berada pada kecepatan rendah. Saya, motor, dan teman yang saya bonceng hanya kaget, motor agak naik ke trotoar, dan nyusruk dengan santai. Jadi tidak ada luka serius dan selamat semuanya. Namun, motor Honda Revo saya ada sedikit gejala nggak enak karena pedal remnya jadi agak naik dari posisi semula. Pokoknya bengkok ke atas.
Saya pikir awalnya akan ada gangguan motor lanjutan yang terjadi. Ternyata nggak ada. Sungguh, ia adalah motor bebek terbaik. Setelah dipikir-pikir, mungkin kalau dibandingkan dengan Supra X 125 (yang sering kali jadi idola banyak pekerja), dengan kejadian semacam itu pasti headlamp depan getar dan harus dipegangi terus-menerus. Wong si headlamp Supra, tanpa ada kejadian apa-apa bisa getar sendiri. Apalagi kalau nyusruk seperti yang saya alami. Kayaknya ia bakal copot dan pokoknya bakal tambah merepotkan.
Lanjut ke tes kedua. Saya cobain motor Honda Revo ini di jalanan becek. Lantaran saya sering disuruh ke sawah untuk cek air, mengirim makanan ke petani, dan kegiatan lainnya di sawah, saya jadi punya kesempatan untuk menyukseskan tes kedua ini. Saya pilih saja jalan sulit, yang banyak lumpurnya dan rada licin. Hasilnya, motor ini masih enak dipakai di medan beginian. Didukung oleh modelnya yang ramping dan sporty saya merasa jadi lebih mudah mengendalikan motor ini.
Mulai lagi deh saya bandingin sama si Supra X 125 FI yang modelnya rada besar—mungkin gara-gara kapasitas mesin 125cc—pasti repot dalam mengendalikannya. Belum lagi kalau ketakutan akan headlamp yang bisa saja terjatuh karena medannya kadang sedikit berbatu. Wah, tambah repot. Gimana? Honda Revo adalah motor bebek terbaik, bukan?
Lanjut pada tes ketiga. Seperti biasa, saya coba di jalan raya. Walaupun nggak bisa ngebut-ngebut banget karena memang tujuannya bukan gitu, si Honda Revo ini sangat andal ketika dalam posisi macet. Motor ini bisa dibuat nyelip-nyelip di space kecil antar kendaraan. Pokoknya bisa agak bebas ketika keadaan macet. Ini memang menjelaskan keuntungan yang sama dengan tes kedua, yakni body dari Honda Revo ini sendiri. Coba bayangin kalau motornya bongsor kayak si Supra, pasti susah nyelip dan susah kejar setoran.
Setelahnya, saya coba tes untuk daya tahan dari motor ini. Berhubung saya juga ternak lele dan kebutuhan pakan adalah yang utama, saya sering bolak-balik beli pakan. Dan ya, pakai motor Honda Revo ini. Untuk pakan, saya biasa beli satu sak yang beratnya kurang lebih 30 kg, dan ini nggak terlalu mengganggu performa si Revo. Selain itu, saya cobain untuk lewat jalan kecil yang banyak polisi bobo-nya. Wah, shock-nya enak banget. Pokoknya enak.
Lantaran belum puas, pernah sekali saya beli langsung pakan yang berat 30 kg ditambah dengan yang berat sekitar 10 kg. Dan saya ya nggak terlalu kesulitan membawanya. Untuk yang 30 kg, saya letakkan belakang. Dan untuk yang 10 kg saya taruh di depan. Saya tidak merasa kesulitan membawanya, mungkin karena desain motornya pas.
Dari beberapa alasan inilah, saya ingin memperkuat posisi Honda Revo 110 FI sebagai motor bebek terbaik bagi segala jenis pekerjaan. Untuk di jalanan aspal biasa, oke. Jalan berlumpur, masih mantep. Untuk daya tahan angkut-angkut barang juga masih bisa diadu. Namun, ada satu jalan yang sukar dilewati untuk si Honda Revo ini, yakni jalan menuju rumah kekasih. Bukan tidak bisa, tapi, emang ada ya cewek yang mau dibonceng pakai motor bekas lewatin lumpur, boncengin pakan ikan, dan sering dipakai untuk pekerjaan “kasar” ini?
Kalaupun ada, paling mentok bisa jemput depan gang. Bukan nggak bisa jemput sampai rumah, tapi ya masih malu lah sama orang tua gebetan. Masa iya, anak kesayangannya dibonceng pakai motor begituan? Namun, kalau ternyata ada, yaudah sini langsung hubungi saya saja. Wkwkwk.
BACA JUGA Prima Tossa, Kloningan Honda Supra 100 yang Jauh Lebih Unggul dan tulisan Firdaus Al Faqi lainnya.