Honda PCX seakan lahir bukan untuk saya. Dan sekalipun si motor ini lahir untuk saya, saya tetap akan menolaknya.
Motor yang lekat dengan varian warna doff ini tak pernah benar-benar membuat saya tertarik. Meskipun harus diakui, motor keluaran Honda dengan jenama PCX ini memiliki basis penggemar yang cukup militan. Ya sebelas dua belas lah sama penunggang NMAX. Namun, meski banyak yang tertarik dan ngidam dengan skutik bongsor satu ini, saya memilih di barisan lain. Barisan yang nggak mau, bahkan menolak meminang Honda PCX. Sekalipun saya dikasih gratis.
Honda PCX memang ditawarkan dengan fitur komplit. Bahkan bisa dibilang lebih unggul jika mau sedikit repot membandingkan dengan kompetitornya, macam Yamaha NMAX, SYM Jet 14, atau yang lainnya. Pun, jaringan servis dan ketersedian spare parts mudah merambah jadi alasan tersendiri kenapa orang-orang suka dengan Honda PCX.
Dan di model terbarunya, terdapat kebaruan soal mesin maupun tampilan secara keseluruhan. Kapasitas mesin jadi sedikit membengkak jadi 160 cc dengan rasio kompresi mesin makin padat, 12:1. Alhasil, sebiji Honda PCX nggak bisa main ngawur isi BBM macam pertalite kalau nggak mau daleman mesin rontok lebih cepat.
Fitur baru bernama Honda Selectable Torque Control (HSTC) juga disematkan untuk tipe tertingginya. Diklaim, adanya HSTC bisa meminimalisir ban slip ketika kondisi jalanan basah atau pas hujan. Dan tentu saja, ada fitur lain yang bisa dibilang lebih kompleks dari kompetitor. Lumrah rasanya jika menemui sebiji Honda PCX di parkiran dengan kunci model keyless dengan mengemas tiga fungsi tambahan seperti immobilizer, answer back, dan alarm anti-theft (anti maling) serta tambahan power charger yang siap siaga menge-charge Hape saat lowbat.
Honda PCX memang serupa kesempurnaan karya tangan manusia di kiwari ini. Tapi itu tak berlaku di sudut ekor mata saya. Skutik bongsor satu ini tak pernah benar-benar mengambil perhatian, meskipun saya sudah pernah mencobanya.
Akselerasi Honda PCX membuat saya ingin turun dan mangaitkannya pada Pajero pakai strobo
Bersama pasangan, saya mencoba Honda PCX pinjaman ketika mau menghadiri kondangan. Jalan menuju lokasi memang tak seterjal dan seberat perjalanan mencari kitab suci. Pun, tak seberat perjalanan Billy dan Wyatt dalam Easy Rider. Kami melaju santai mencoba menyalip kendaraan lain yang seakan cosplay jadi kura-kura. Sial bagi pikiran saya, Honda PCX malahan lebih parah. Skutik ini seperti menjelma jadi siput. Akselerasi beringas yang dibutuhkan untuk usaha menyalip tak saya dapatkan. Seakan motor ini butuh ancang-ancang yang panjang untuk menyalip kendaraan di depannya.
Jujur, saya sempat kepikiran untuk turun dan mengaitkannya pada Pajero yang pakai strobo karena gemas banget.
Baca halaman selanjutnya
Bobot terlampau berat untuk ukuran manusia kayak saya
Bisa memaklumi soal akselerasi tak serta merta menaiki PCX jadi menyenangkan. Ditambah saat menengok soal bobot motor yang berkisar di 130-an kg bikin masalah saya dengan skutik keluaran Honda jadi nggak meredup. Menggeser posisi sebiji PCX, buat saya, hampir setara ujian hidup. Sama beratnya.
Rasanya energi yang dihasilkan satu porsi nasi kondangan hilang seketika saat saya diharuskan memutar motor ini supaya bisa pulang. Posisi sempit dan dihimpit motor lain menambah gemetar tangan. Mundur dan mencoba sedikit mengangkat “bokongnya” bukan pilihan yang tepat. Meski mengerahkan semua tenaga, tangan kecil ini tetap nggak kuat. Hasilnya terdengar suara klakkkk. Saya mencoba biasa. Rasanya nggak lucu kalau harus teriak auhhh di depan banyak orang dan pasangan.
Kalau benar-benar gratis sih boleh
Dengan sedikit pesakitan, saya pulang. Walaupun akhirnya pas sampai di rumah mertua, balsem dan tangan pasangan tak paksa untuk mengurangi sakit di pergelangan yang tadi sempat terkilir. Akhirnya saya bisa bebas teriak “ahhhh wadah” dengan lega. “PCX sialan,” hardik saya.
Menaiki Honda PCX memang bukan suatu pilihan yang tepat. Di awal saya sudah lantang bilang bahwa nggak akan mau meminang skutik satu ini, walaupun itu diberi secara cuma-cuma alias gratis. Tapi semisal ada yang beneran ngasih gratis, boleh saja sih. Saya bisa pertimbangkan…
Untuk dijual, tentu saja. Mayan, je.
Penulis: Budi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Review Honda PCX 150 Setelah Setahun Pemakaian