Hidup di Bogor Itu Nggak Seindah yang Ada di Bayanganmu, Udah Panas, Macet, Chaos!

Hidup di Bogor Itu Nggak Seindah yang Ada di Bayanganmu, Udah Panas, Macet, Chaos!

Hidup di Bogor Itu Nggak Seindah yang Ada di Bayanganmu, Udah Panas, Macet, Chaos! (Ammar Andiko via Unsplash)

Kalau mendengar kata Bogor, apa yang terlintas pertama kali di benakmu? Sejuk, dingin, luas, lega, asri dan lain sebagainya? Saya juga awalnya begitu, di benak saya Bogor adalah daerah yang pasti dingin dan sangat sejuk. Berbanding terbalik dengan Jakarta yang panas, macet, kumuh dan hal-hal jelek lainnya. Istilahnya, bagai nirwana di selatan Jakarta.

Tapi, pemikiran kayak di atas akhir-akhir ini mulai pudar semenjak saya menikah dan pindah ke Bogor. Sebagai orang yang sudah pindah ke Bogor dan mulai “sadar” dengan kondisinya, saya sarankan agar kalian tidak menaruh banyak ekspektasi kepada Bogor. Ternyata, kota ini tidak seindah itu.

Bogor itu panas, asli

Kalau kamu pikir seluruh Bogor itu dingin dan bikin menggigil terus, kamu harus siap-siap kecewa. Bogor itu luas, nggak cuma Puncak doang. Coba kunjungi Cibinong dan sekitarnya, panasnya naudzubillahi min dzalik. Pusat pemerintahan yang berbatasan dengan Depok itu panas banget, asli. Selain karena dilintasi Jalan Raya Bogor yang merupakan jalan utama non tol, Cibinong dan sekitarnya memang berada di wilayah yang nggak tinggi-tinggi amat plus padat penduduk.

Belum lagi yang daerah pinggiran, baik yang ada di Bogor Barat atau Timur. Semua wilayahnya itu gersang dan panas, loh. Bogor Barat, khususnya Rumpin sampai Cigudeg sana banyak truk-truk besar lalu lalang membawa pasir dan hasil tambang. Jadilah, pepohonannya makin jarang ditambah dengan jalanan yang semakin jelek. Bogor Timur juga nggak kalah, berbatasan dengan Bekasi sudah menjadi alasan yang cukup betapa panasnya daerah sana.

Kota Bogor? Nggak kalah panas. Coba aja kamu jalan-jalan sekitar stasiun, lalu masuk ke Pasar Anyar. Atau, kamu ke Jalan Baru di bawah Bogor Outer Ring Road, sampai bengeut sia hurung nggak bakal dingin.

Macetnya nggak hanya di puncak

Puncak memang sering macet, apalagi kalau musim liburan. Semua orang di Jabodetabek pasti paham. Tapi, titik yang macet itu nggak hanya di Puncak saat liburan. Bogor di beberapa titik itu juga macet terus. Seriusan, bahkan bukan hanya di waktu liburan saja macetnya.

Cobain jangan lewat tol, lewat Jalan Raya Bogor atau lewat Ciputat. Jalan yang saya sebutkan tadi itu penuh dengan perempatan dan pertigaan yang bikin macet, dan itu sudah masuk wilayah Bogor. Nggak hanya di situ, beberapa titik di Kota juga bikin pusing macetnya.

Macetnya bahkan kadang mengalahkan Jakarta. Sudah jalannya nggak terlalu besar, harus berdesakan dengan angkot, belum lagi hujan yang turunnya kadang nggak kira-kira. Lebih chaos dari Jakarta, kan?

Hidden gem yang menguras kantong

Kalau sering main TikTok dan cari wisata di bogor, pastilah yang keluar tempat wisata hidden gem. Masih asri, masih bening airnya, masih dingin dan lainnya. Hal semacam ini yang membuat orang-orang Jakarta dan sekitarnya pengin refreshing ke tempat ini, ditambah isi kontennya pakai copy embel-embel nggak perlu ke sana lah, nggak perlu ke sini.

Tapi, saya peringatkan di sini, khususnya kalau kamu pengguna kendaraan roda empat, siapin aja uang receh yang banyak. Kenapa? Jelas karena adanya pungli lah. Itu tempat wisata hidden gem kan awalnya hanya lokasi di kampung yang kebetulan bagus, lalu saat mulai digembor hidden gem, membuatnya jadi ladang uang untuk para oknum. Modusnya? Banyak banget.

Well, tulisan ini bukan sebagai pematah semangat atau ngatain warga, loh. Justru ini tulisan realitas, jadi biar kita semua tetap selalu sadar. Bukankah kritik adalah bagian dari sayang? Anjay. Kalau ada sesuatu yang kurang baik, sampaikan saja. Perbaikan adalah solusi, khususnya buat pemerintah daerahnya. Masa sih nggak malu, kalau Bogor begitu-begitu aja?

Penulis: Nasrulloh Alif Suherman
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Bogor Kaya Sejarah, tapi Miskin Perhatian: Potensi Besar Perlu Keseriusan dalam Pengelolaannya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version