Membaca esai Mari Berbisnis Buku Bajakan: Cara Cepat Jadi Kaya, Tanpa Risiko, dan Dipuja Banyak Orang dan 8 Fakta Penting yang Wajib Anda Tahu Tentang Buku Bajakan, membuat hati saya miris. Saya kembali mengingat kejadian sekitar sepuluh tahun lalu.
Jangan suuzan, saya sama sekali bukan pelaku pembajak buku. Pasalnya, jangankan jadi pelaku pembajak buku yang kata Mas Puthut EA butuh modal besar, di tahun-tahun itu saya masih susah makan. Boro-boro membajak buku, saya masih menerapkan cara hidup seperti yang beredar di media sosial. Minggu awal makan enak, minggu tengah makan mi instan, dan minggu akhir makan Promag.
Sejak duduk di bangku SMA, saya sudah suka sekali membaca. Saat sudah duduk di bangku kuliah, keinginan saya untuk membaca menjadi berkembang. Saya ingin mengoleksi buku-buku itu. Sayangnya, harga buku tersebut terasa mahal bagi kantong saya. Oleh karena itu, saya masih mengurungkan niat untuk membeli buku-buku tersebut.
Singkat cerita saya bertemu dengan seorang kawan yang juga memiliki hobi yang sama: membaca buku dan mengoleksinya beberapa. Lewat teman saya inilah saya menemukan cara yang terbaik untuk mengoleksi buku tersebut. Saya diajaknya ke sebuah lokasi di Kota Surabaya. Sudut tersebut memang secara khusus menjajakan buku-buku bekas. Terdapat banyak toko buku yang berderet-deret di sepanjang sudut tersebut.
Bagi pecinta buku yang tak punya modal banyak, menemukan toko buku bekas itu saya sudah senang sekali. Setidaknya saya bisa membeli majalah Bobo atau Donald Bebek sebagai oleh-oleh untuk adik saya saat pulang kampung nanti. Saya juga sering menemukan ada buku anak-anak dengan sampul hard cover dan ilustrasi yang menarik di sana. Maka, semakin seringlah saya berkunjung ke gerai tersebut.
Hingga suatu ketika, teman saya tadi menunjukkan ada buku-buku Pramoedya yang dijual murah di sudut tersebut. Sungguh, saya malu menuliskan ini. Begitu naifnya saya sehingga saya tak tahu bahwa yang saya beli adalah buku bajakan. Saya membeli beberapa buku Pramoedya. Bersama kawan saya, kami berbagi judul buku agar bergantian bisa membaca di kos.
Saya sudah mengoleksi sekitar lima judul buku. Sore itu, saya sudah bersiap berangkat ke sudut tersebut untuk menambah koleksi saya. Saya berencana berangkat sendiri tanpa teman saya. Namun, tepat ketika akan berangkat itulah, teman saya itu muncul. Ia bertanya ke mana saya hendak pergi. Saya ceritakan tujuan saya kepadanya.
Ia melongo beberapa saat. Saya mengernyitkan kening dan menunjukkan tatapan yang seolah berbunyi, “Ada apa?” Di luar dugaan, ia menjawab dengan jawaban yang selalu saya ingat hingga saat ini. Mungkin juga selama saya hidup.
“Kok, kamu masih beli buku di sana? Aku sudah tobat, lo. Aku sudah janji pada diriku sendiri untuk tidak mengulanginya lagi.”
Dhuarr! Di dalam hati saya mbatin, “Jadi apa yang selama ini kami lakukan salah?”
Sore itu saya berbincang banyak dengannya. Dari dialah akhirnya saya tahu bahwa buku-buku yang kami beli itu adalah buku bajakan. Meski dari dia juga saya tahu cara membeli buku bajakan. Setidaknya, ia telah melunasi kewajiban moralnya, membawa saya kembali ke jalan yang benar.
Saya mengingat begitu bodohnya naifnya diri saya saat itu. Saya hanya tahu bahwa harga buku tersebut lebih murah. Namun, kertasnya lebih tipis dan tulisannya lebih buram. Saya kira penerbit buku tersebut yang sengaja mencetak buku kualitas KW. Tolong, jangan tertawakan saya.
Saya yakin, di luar sana masih ada orang-orang sebodoh senaif saya saat berhadapan dengan buku murah. Namun, bedanya hari ini dengan sepuluh tahun lalu adalah skala penggunaan media sosial yang semakin meluas. Banyak orang bisa mengakses informasi dengan mudah melalui postingan atau feed di sana. Maka, saya rasa edukasi tentang buku bajakan seperti yang dituliskan Bang Tere di akun media sosialnya ada benarnya juga. Biar kita tahu, biar orang-orang membuka mata dan tahu betapa kejamnya bisnis pembajakan buku.
Follower Tere Liye sebagian besar pasti menyukai karyanya. Sebagian besar dari mereka pasti suka membaca dan tentu saja membeli buku. Sementara, orang-orang yang mengoleksi buku bajakan, minimal kita tahu mereka juga suka membaca, serta membeli buku. Ya, tentu saja orang yang nggak hobi membaca jangankan kepikiran membeli buku bajakan, melihat setumpuk buku saja pasti bawaannya pengin diloakkan atau dijadikan pemantik api di dapur.
Nah, sejak saat itu saya benar-benar menyesali perbuatan saya yang telah membeli buku bajakan. Namun, namanya hal yang sudah telanjur, sudah tak bisa diulangi lagi. Maka, yang bisa saya lakukan -mungkin juga saran buat kamu yang juga punya dosa yang sama adalah sebagai berikut:
#1 Hentikan saat ini juga
Hal pertama yang bisa saya lakukan begitu saya tahu bahwa apa yang saya lakukan salah adalah menghentikannya saat itu juga. Ini adalah hal termudah yang bisa kita lakukan. Bukan hanya berhenti, tapi juga berjanji untuk tidak mengulangi hal yang sama.
#2 Kembalikan buku tersebut ke tempatnya semula
Jika kamu punya nyali dan biaya, kembalikan buku tersebut ke tempat penjualnya. Bilang terus terang jika kamu tak mau lagi membeli buku bajakan. Syukur-syukur kalau kamu bisa mengedukasi penjual betapa jahatnya bisnis pembajakan buku, meskipun saya rasa sebagian dari mereka sudah tau. Namun, dengan cara ini, minimal mereka tahu ada pembeli yang tidak suka dengan hal itu.
#3 Belilah buku ori-nya
Inilah alasan kenapa saya hafal betul jumlah dan judul buku bajakan yang sempat saya beli. Pasalnya, dalam hati saya telah berjanji akan membeli buku yang ori dengan judul yang sama. Tentu saja, untuk melakukan hal ini kamu perlu punya bekal uang yang cukup. Tapi saya rasa, itu adalah harga yang pantas bagi saya dan kamu: subyek yang pernah membeli buku bajakan tersebut.
Cara ketiga ini cukup ampuh untuk menebus rasa bersalah saya karena telah menzalimi penulis-penulis favorit saya. Maka, ketika saya akhirnya bisa mengumpulkan uang dan menebus buku ori yang dulu pernah saya beli versi bajakannya, hati saya benar-benar merasa lega.
#4 Melakukan edukasi tentang jahatnya bisnis pembajakan buku
Hal terbaik berikutnya yang bisa kamu dan saya lakukan adalah ikut mengedukasi orang lain tentang jahatnya bisnis pembajakan buku. Misalnya dengan membuat tulisan seperti ini dan mengirimkannya ke Terminal Mojok atau akun media sosialmu. Lewat hal tersebut, saya yakin lebih banyak orang yang akan terbuka matanya. Semoga.
BACA JUGA 3 Buku yang Harusnya Disita karena Berbahaya atau tulisan Rezha Rizqy Novitasary lainnya.