Katanya Gunung Penanggungan yang terletak di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, jadi salah satu gunung yang cocok didaki pendaki pemula. Ah, yang bener?
Mendaki gunung kini bisa dilakukan oleh siapa saja. Jalur pendakian yang kian komersil dan banyaknya informasi mengenai dunia pendakian memudahkan siapa saja yang ingin mulai mendaki gunung. Ramainya dunia pendakian juga tidak lepas dari pelabelan beberapa gunung yang katanya cocok untuk pendaki pemula. Hal itu membuat orang makin percaya diri untuk mulai melakukan pendakian yang sebelumnya dianggap menyeramkan.
Salah satu contohnya adalah Gunung Penanggungan yang terletak di daerah Mojokerto, Jawa Timur. Gunung yang memiliki ketinggan 1.653 meter di atas permukaan air laut tersebut kerap disebut sebagai gunung yang cocok didaki pendaki pemula. Entah apa alasannya, namun sebagai orang yang pernah mendaki gunung itu, saya rasa semua pelabelan itu tidak benar.
Daftar Isi
Gunung Penanggungan memiliki jalur terjal dan minim bonus
Gunung Penanggunggan memiliki beberapa jalur untuk mencapai puncaknya. Salah satu jalur yang paling terkenal adalah jalur Tamiajeng. Di jalur inilah saya mendaki gunung yang disebut miniatur Gunung Semeru itu. Saya yang sudah beberapa kali mendaki gunung, tetap menganggap Gunung Penanggungan sebagai gunung yang tidak mudah didaki. Apalagi orang yang baru pertama kali mendaki gunung.
Bukan gunung jika jalurnya tidak menanjak. Tapi bagi para pendaki, jalur menanjak yang terus-terusan akan sangat menguras fisik dan mental. Nanjak lima menit, istirahatnya lima belas menit. Pengalaman seperti itu yang barangkali akan didapatkan pendaki pemula saat mendaki ke Gunung Penanggungan di Mojokerto.
Sesuai pengalaman saya, gunung tersebut memiliki jalur yang terus menanjak dan minim bonus. Oh ya, bonus itu sebutan para pendaki untuk jalan landai yang cukup panjang di jalur pendakian. Sayangnya, kita tidak akan mendapatkan hal itu di Gunung Penanggungan. Dari bawah sampai atas, jalurnya terus menanjak didominasi tanah padat dan makadam.
Saat menuju puncak, jalurnya makin curam, kemiringannya bisa mencapai 45 derajat dengan bebatuan yang cukup licin saat diinjak. Tak jarang batu-batu itu jatuh hingga membahayakan pendaki yang masih di bawah. Sungguh tidak mencerminkan label “cocok bagi pemula”, bukan?
Baca halaman selanjutnya: Tidak ada sumber air…
Tidak ada air di jalur pendakian
Air menjadi hal yang cukup fundamental dalam pendakian. Tanpa persediaan air yang cukup, pendakian bisa berantakan. Risiko dehidrasi akan mengancam.
Beruntungnya, kebanyakan gunung di Indonesia memiliki sumber air yang dapat dikonsumsi di tengah jalur pendakian. Hal itu membuat pendaki tidak perlu membawa banyak air dari bawah. Jadi, beban selama pendakian menjadi lebih ringan.
Sayangnya, hal itu lagi-lagi tidak bisa ditemukan di Gunung Penanggungan. Sumber air hanya ada di pos pendaftaran. Mau tidak mau, kita harus membawa air dari bawah sampai atas. Itu pun tidak boleh asal dihabiskan karena di atas tidak ada air.
Meskipun seingat saya ada warung di salah satu pos pendakian, tapi jarak warung ke puncak masih jauh. Jadi, sama saja. Bayangkan, seberat apa rasanya menggendong 2-3 botol air mineral ukuran besar. Belum lagi peralatan dan logistik lainnya. Bagi yang sudah terbiasa naik gunung, santai saja. Tapi, bagi para pemula, itu cukup menyiksa.
Salah kaprah kata pemula
Saya merasa, arti kata pemula yang dilabelkan ke beberapa gunung ini perlu diluruskan. Pemula yang dimaksud adalah mereka yang baru di dunia pendakian dan sudah pernah beberapa kali mendaki, bukan orang yang pertama kali mendaki. Konsep ini perlu diluruskan agar tidak membuat orang seenaknya saja naik gunung. Mengingat, kegiatan naik gunung cukup berisiko jika tidak disertai pengetahuan dan persiapan yang matang. Toh, pendakian seharusnya menjadi pengalaman yang mengesankan, bukan menyeramkan.
Terlepas dari kenyataan bahwa Gunung Penanggungan di Mojokerto kurang cocok didaki oleh “pemula”, buktinya banyak juga “pendaki pemula” yang selamat mendakinya, bahkan sampai ke puncak. Kalau dipikir-pikir, apa semudah itu naik gunung?
Saya jadi ingat kata Fiersa Besari, yang terpenting bagi seorang pemula ketika naik gunung bukanlah gunungnya, tapi rekan mendakinya. Mau seberat apa pun suatu pendakian, jika kita bersama rekan mendaki yang tepat, kemungkinan akan aman-aman saja. Begitu juga sebaliknya.
Penulis: Rahadi Siswoyo
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Rekomendasi Gunung di Jawa Barat untuk Pendaki Pemula.