Gunung di Korea Selatan, Dulu Jadi Lahan Istana dan Rumah Ibadah, Sekarang Jadi Tempat Melepas Lelah

Gunung di Korea Selatan, Dulu Jadi Lahan Istana dan Rumah Ibadah, Sekarang Jadi Tempat Melepas Lelah terminal mojok

Beberapa waktu lalu saya ikut kelas bahasa Korea gratis selama sepekan. Kelas bahasa Korea ini diadakan lewat grup Telegram dengan dua pengajar sukarela. Salah satu materi yang disampaikan adalah soal hobi. Dalam materi yang dipaparkan lewat Power Point dan rekaman audio, dijelaskan bahwa secara statistik, sebanyak 9 persen masyarakat di Korea Selatan punya hobi naik gunung.

Ketika membaca data statistiknya, saya langsung teringat beberapa acara televisi Korea Selatan yang juga melibatkan aktivitas mendaki gunung. Dalam RUN BTS, naik gunung sering kali dijadikan hukuman bagi kelompok yang kalah saat main gim. BTS juga pernah secara sukarela naik gunung di acara In The Soop dan Bon Voyage. Begitu juga Treasure yang pernah naik gunung demi belajar di kuil di Korea Selatan dalam acara Treasure Map.

Rupanya, gunung nggak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat Korea Selatan. Korea Selatan adalah negara dengan banyak gunung dan dataran tinggi. Wilayah seluas 100.210 kilometer persegi tersebut punya morfologi tanah yang nggak rata. Sebanyak dua per tiga wilayahnya berupa wilayah pegunungan. Gunung sejak awal punya peran sentral di zaman kerajaan di Korea hingga saat ini. Bangunan-bangunan vital bagi pemerintahan dan ibadah, seperti istana dan kuil banyak yang berlokasi di dekat gunung, seperti istana Changdeokgung di dekat gunung Bugaksan, kuil Seokguram di lereng Gunung Tohamsan, dan kuil Haeinsa di lereng Gunung Gayasan. Lagu kebangsaan Korea Selatan, “Aegukga”, juga melibatkan gunung di dalah satu liriknya.

Awal mula kegemaran masyarakat Korea Selatan dalam mendaki gunung nggak bisa ditetapkan secara akurat. Seperti yang dikemukakan oleh Park Wonsik dalam artikel Upwards & Onward: From Challenges to Mode of Leisure, ada banyak pendapat yang saling berseberangan mengenai penetapan asal muasal aktivitas yang sangat digemari oleh masyarakat Korea Selatan ini. Terdapat anggapan bahwa kelompok pertama yang memopulerkan pendakian adalah para pemburu yang sering turun ke lembah untuk berburu dan naik ke gunung untuk memeriksa cuaca. Naik-turun gunung yang dilakukan oleh para penganut kepercayaan untuk melakukan ritual pun menjadi salah satu pendapat lain yang cukup populer. Mazhab lain meyakini bahwa para anggota Hwarang, yaitu kelompok pendekar muda di era Kerajaan Silla yang pertama kali menciptakan kebiasaan naik gunung guna berlatih dan menajamkan kemampuan bela diri yang mereka miliki. Ada pula yang berpendapat bahwa para biksu Buddha yang tinggal di gunung semasa zaman Tiga Kerajaan yang seharusnya disepakati menjadi leluhur yang menghadirkan kegiatan naik gunung sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Korea Selatan. Siapa pun pemrakarsanya, yang jelas mereka sudah berjasa dalam menciptakan gaya hidup yang menyehatkan buat masyarakat Korea.

Kemudian di masa Dinasti Joseon, semakin banyak masyarakat Korea yang naik gunung dengan berbagai alasan seperti kepentingan militer, pendidikan, dan politik. Para leluhur Korea di zaman itu meyakini bahwa mendaki gunung memiliki filosofi tersendiri, yaitu untuk mendisiplinkan pikiran. Sementara itu di zaman modern, gunung menjadi tempat bersantai dan berlibur. Masyarakat Korea Selatan, terutama kaum urban yang sehari-harinya berkutat dengan pekerjaan, menghabiskan hari dengan terkurung di dalam ruang kerja, dan perjalanan pulang ke rumah yang dikelilingi oleh gedung-gedung pencakat langit menganggap gunung sebagai tempat melepas penat. Kawasan gunung yang masih asri dapat sejenak menghilangkan beban pikiran dan tuntutan pekerjaan dari pikiran mereka. Mungkin karena inilah para idol juga ikutan naik gunung karena sehari-harinya pusing dikelilingi dinding ruang latihan atau ruang rekaman.

Nggak cuma penduduk usia kerja, para orang tua pun tak mau kalah untuk ikut mendaki gunung. Malah, rata-rata pendaki yang rutin naik gunung berusia 50 tahunan. Nggak adanya keluarga yang mengurus membuat mereka seorang dirilah yang harus memedulikan kesehatan. Olahraga dan bertemu dengan teman-teman yang sama-sama menggemari kegiatan naik gunung menjadi salah satu usaha mencegah penyakit-penyakit yang mungkin menghinggapi tubuh mereka yang kian merenta.

Jalur pendakian di banyak gunung di Korea Selatan nggak pernah sepi dari pengunjung. Ratusan bahkan ribuan anak tangga dipijak setiap harinya untuk membawa sang pendaki sampai ke puncak. Gunung-gunung ini bahkan bisa dikatakan sama ramainya dengan stasiun kereta api bawah tanah di Korea Selatan tiap jam sibuk. Pemerintah Korea Selatan menyadari betul tingginya animo masyarakat dalam melakukan kegiatan mendaki gunung. Gunung-gunung di Korea Selatan telah terfasilitasi dengan anak tangga yang dilengkapi dengan pegangan serta pembatas untuk menjaga keselamatan para pendaki.

Selain jadi destinasi olahraga dan wisata, gunung juga menyimpan banyak kekayaan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Korea Selatan. Contohnya dalam drama, Go Bok-shil yang dulunya tinggal di gunung kerap mencari ginseng liar di gunung di dekat rumahnya. Di dunia nyata, masyarakat Korea juga sering naik gunung untuk mengumpulkan yaksu, atau air yang dipercaya sebagai media penyembuhan, dan namul, atau tanaman herbal yang tumbuh di gunung. Gunung dan bukit menyimpan banyak sumber daya yang membantu meningkatkan perekonomian rakyat, khususnya obat-obatan herbal bernilai tinggi, seperti ginseng dan mugwort.

Masyarakat yang mencari sumber daya di gunung umumnya nggak memerlukan peralatan lengkap. Kadang mereka naik gunung hanya beralaskan sandal jepit. Ini disebabkan oleh tinggi mayoritas bukit di Korea Selatan yang cukup rendah dan mudah untuk ditaklukkan karena hanya ada sebanyak 15 persen gunung di Korea Selatan yang memiliki tinggi lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut, sementara sebanyak 65 persen sisanya nggak lebih dari 500 meter.

Gunung telah berperan banyak dalam kehidupan masyarakat Korea Selatan, sejak dulu, kini, dan nanti. Terlebih saat pandemi Covid-19 berlangsung yang memaksa warga Korea Selatan nggak bisa berkelana jauh untuk liburan serta harus terus meningkatkan daya tahan tubuh, mendaki gunung menjadi salah satu alternatif olahraga dan penjernih pikiran.

BACA JUGA Apa Salahnya kalau ‘Butter’ BTS Diputar di Final Euro 2020? dan tulisan Noor Annisa Falachul Firdausi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version