Ketika brand lain coba menawarkan ponsel berdesain inovatif, Google memilih cara konservatif. Melihat flagship-nya, keluarga Pixel 3, banyak diidamkan, Google melahirkan ponsel berdesain serupa dengan spesifikasi lebih rendah bernama Pixel 3a dan Pixel 3a XL. Tanpa adanya inovasi dan keunggulan signifikan dari ponsel baru lainnya saat itu, bukan berarti ponsel ini jauh dari ingar bingar.
Mendengar nama produsennya, HTC, kita cukup kebingungan karena perusahaan asal Taiwan ini pamornya terus meredup. Selaras dengannya yang sudah hengkang dari Indonesia, Pixel juga tak melenggang secara resmi di sini. Akan tetapi, di awal peluncurannya, netizen kita rela merogoh kocek sekitar Rp8 juta untuk Pixel 3a dan Rp9 juta untuk Pixel 3a XL demi pengalaman Android murni meskipun harus menyandang status black market, entah kiriman dari Amerika atau Singapura. Kini, ketika rumor mengenai penerusnya, si Pixel 4a, mulai berembus kencang, harganya turun menjadi sekitar Rp6 juta untuk Pixel 3a dan Rp7 juta untuk Pixel 3a XL. Worth it?
Desain konvensional, bukan berarti tak punya pecinta abadi
Ponsel ini mengingatkan kita ke era ponsel tanpa poni dengan bodi dan bezel cukup tebal serta bentuk yang mengotak. Beralih dari bahan aluminium dan kaca di keluarga Pixel 3, keluarga Pixel 3a menggunakan bahan polikarbonat yang tentu saja membuatnya tidak mewah tetapi juga lebih tahan menghadapi jatuhnya perangkat. Bandingkan dengan ponsel sekarang yang banyak berbodi kaca, sekali jatuh bodi langsung hancur lebur.
Seperti biasa di keluarga Pixel, bodi belakang melekatlah sensor sidik jari padanya. Bagi saya, keputusan yang tepat dibandingkan memindahkannya ke bagian samping ponsel (seperti Samsung Galaxy S10e) atau dalam layar (seperti Vivo V15 Pro).
Tak lupa juga, audio jack 3.5mm masih disertakan untuk para penggemar earphone konvensional. Warnanya ada tiga, yaitu putih (clearly white), hitam (just black), dan purpleish. Jelas, ponsel ini ditujukan bagi mereka yang profesional nan sederhana, bukan anak milenial alay yang senang warna-warna ngejreng.
Jadinya, Pixel 3a dan 3a XL sangat cocok untuk para profesional yang menginginkan ponsel berdesain abadi nan simpel. Katakan tidak pada gradasi yang norak, notch atau punch hole yang mengganggu, pop-up camera dan kamera putar yang menghabiskan waktu, serta desain melengkung itu. Jika Anda telanjur cinta pada ponsel berbentuk seperti iPhone SE (generasi pertama), iPhone 5S ke bawah, dan Redmi 5 ke bawah, alias ponsel mengotak, bolehlah Anda beralih ke keluarga Pixel 3a ini.
Layar besar
Pixel 3a memboyong layar berukuran 5.6 inci beresolusi 2220×1080 dan Pixel 3a XL dengan layar berukuran 6 inci berukuran 2160×1080. Selisihnya tipis juga dan saya tidak mengerti mengapa Google tidak mencoba peruntungan untuk layar yang lebih kecil, sebut saja 5 inci seperti Pixel 2, mengingat banyak kerinduan konsumen untuk produk seperti ini dengan spesifikasi mumpuni, genggaman lebih mantap, dan privasi lebih baik. Kepergian Sony XPERIA seri Compact seharusnya mampu dimanfaatkan oleh Google untuk memperluas pasar, malah disalip oleh Apple dengan peluncuran iPhone SE 2020.
Jika Anda mengharapkan resolusi lebih tinggi (misalnya 4K), ingat lagi chipset yang digunakan dan banyak ponsel lebih mahal juga masih mengusung resolusi yang sama, misalnya saja Huawei P30 Pro. Sekali lagi, pandangan Anda tidak akan terganggu karena tidak ada poni maupun lubang di layar!
Teknologi layar OLED tentunya memberikan warna yang memanjakan mata dan kerapatan pikselnya sangat baik, hanya saja proteksi layarnya terdengar kurang mewah dengan Asahi Dragontail, bukan Corning Gorilla Glass. Seperti Samsung, Google juga menyediakan fasilitas always-on-display untuk terus menampilkan informasi ringkas, tentu seputar tanggal, jam, notifikasi, dan sisa baterai, dengan konsumsi daya yang juga lebih boros.
Performa biasa saja untuk harga yang luar biasa
Ketika banyak chipset baru bermunculan, Google dan HTC justru memilih Qualcomm Snapdragon 670, RAM 4GB, dan ROM 64GB untuk kedua seri Pixel 3a ini. Optimasi software yang mumpuni dengan sistem operasi Android murni yang lebih ringan tentu memaksimalkan performa ponsel ini sampai bisa mencetak skor AnTuTu sekitar 159.000, tak kalah dengan ponsel bermodal Snapdragon 710. Game sekelas Fortnite pun sudah mendukungnya meskipun jangan mengharapkan frame rate yang tinggi.
Sayang seribu sayang, RAM 4 GB sudah tergolong tak memadai untuk ponsel yang diberi label “premium and helpful” oleh Google, bahkan kini ponsel kelas bawah dan menengah dengan harga sejutaan sudah ada yang mengusung RAM lebih besar. Dengan ukuran dokumen yang semakin besar, konten situs web yang semakin kaya, dan aplikasi yang semakin kompleks, multitasking tak lagi memadai dan bisa jadi aplikasi di belakang layar akan berhenti karena memori tidak cukup.
Sekarang itu, minimal 6 GB lah, Google dan bahkan seharusnya bisa memberikan chipset yang lebih baik lagi. Harganya, baik di Amerika maupun Indonesia, sudah cukup untuk memboyong pulang ponsel dengan Qualcomm Snapdragon 845 (ketika sekarang sudah generasinya Snapdragon 865). Common, jeroanmu itu hanya setara Realme 3 Pro seharga Rp2 jutaan, embarrassing.
Satu hal yang menarik dan melipur lara para professional adalah keluarga Pixel 3a mengusung modul keamanan Titan M untuk memproteksi data perangkat dan hal ini serupa dengan sistem pengamanan iPhone atau Samsung KNOX. Dengan tidak hanya mengandalkan perangkat lunak, ponsel ini menjadi salah satu ponsel Android yang teraman. Tidak bisa sembarang ubah sistem operasi, tidak bisa sembarang ambil data, itulah Pixel.
Kamera tunggal yang luar biasa
Keluarga Pixel 3a memboyong kamera belakang tunggal dari seniornya, Pixel 3, yaitu sensor Sony IMX363 beresolusi 12.2 MP lengkap dengan optimasi perangkat lunaknya. “Keterbatasan” yang ada tidak mengurangi keandalannya dalam mengambil foto bokeh, low-light, dan HDR+ yang memukau, bahkan mampu mengalahkan ponsel dengan dua kamera, tiga kamera, bahkan empat kamera sekalipun berdasarkan uji DXOMark, semuanya berkat optimasi oleh perangkat lunak GCam bawaan tanpa perlu oprek susah payah. Akan tetapi, itu untuk keluaran 2019, bagaimana dengan juniornya yang lahir 2020? Tetap unggul dari Sony Xperia 5 dan Samsung Galaxy A71!
Para profesional pada umumnya tidak memedulikan kualitas kamera depan dan siapa juga yang ingin mencetak foto selfie-nya dalam ukuran besar. Akan tetapi, Google tetap memberikan kamera depan beresolusi 8MP yang sangat lebih dari cukup. Secara keseluruhan, sulit mencari ponsel dengan kamera lebih baik tanpa mengeluarkan kocek ekstra.
Banyak kurangnya
Baik untuk penggunaan di Indonesia maupun di luar negeri, ponsel yang dilabeli premium ini banyak kurangnya. Meski mungkin tidak dipermasalahkan oleh sebagian orang, tetapi tetap saja sangat disayangkan.
Pertama, Pixel 3a hanya dibekali baterai 3000 mAh dengan layar berukuran 5.6 inci, kapasitas baterai yang kecil bahkan di segmen low-end sekalipun. Apa kabar dengan Pixel 3a? Pixel 3a XL memberikan banyak peningkatan ke 3700 mAh, tetapi tetap terasa kurang dibandingkan pasar yang mulai melirik kapasitas 4000 mAh ke atas. Ya, kurang mumpuni sih dijadikan daily driver. Untung saja, pengisian dayanya cukup cepat dengan daya 18W dan bisa pakai kabel aftermarket. Tetap sih, lebih mending Pixel dari Samsung Galaxy S10e dan S10.
Kedua, Pixel 3a dan 3a XL tidak dibekali dengan slot microSD dan ditukar ke penyimpanan gratis berbasis cloud dari Google. Indonesia dengan kecepatan internet yang masih tidak stabil tentu menghadapi situasi kurang ideal, terlebih lagi risiko keamanan yang harus ditanggung. Rasanya janggal jika ponsel ini menambahkan modul keamanan tetapi tidak membiarkan penggunanya aman dengan menggunakan penyimpanan tambahan berbasis perangkat. Ingat Google, 64 GB itu tidak besar-besar amat.
Ketiga, penggunaan port USB-C yang masih berbasis versi 2.0. Teknologi ini memang selangkah lebih baik dibandingkan port microUSB yang tidak bisa dibolak-balik, tetapi konsekuensinya Anda tidak bisa seenaknya meminjam kabel charger tanpa membawa kabel adapter. Akan tetapi, rasanya tanggung jika ponsel premium tidak memberikan versi USB yang lebih baik, misalnya 3.0 atau 3.1, untuk transfer data yang lebih cepat. Ketika profesional ingin memindahkan datanya, mereka tentu akan banyak memilih jalur kabel yang lebih aman dan cepat.
Keempat, dengan belum didukungnya eSIM di Indonesia, praktis kita hanya bisa menggunakan satu kartu SIM. Hal ini kurang baik bagi para profesional yang terbiasa memisahkan satu nomor untuk urusan pribadi dan satu nomor untuk urusan karier.
Jaminan pembaruan perangkat lunak, tetapi tanpa garansi
Google menjanjikan jaminan pembaruan perangkat lunak dan keamanan secara berkala selama tiga tahun terhitung sejak Mei 2019 untuk keluarga Pixel 3a, tergolong panjang mengingat biasanya ponsel flagship hanya menerima paling lama dua tahun dengan intensitas yang agak jarang. Dengan sekarang posisi kita ada di pertengahan 2020, masih ada dua tahun lah.
Sayangnya, jaminan ini harus ditukar dengan tidak adanya layanan garansi perangkat keras di Indonesia. Selain sensor kamera yang serupa dengan milik Asus ZenFone 5Z dan Pocophone F1, keluarga Pixel 3a banyak menggunakan komponen yang unik dan konsekuensinya adalah tidak mudah menemukan suku cadang, terlebih yang murah.
Kesimpulan
Tren desain ponsel memang menyulitkan kita untuk menemukan ponsel dengan tampilan yang simpel, warna anti-alay, layar bebas gangguan poni atau lubang, selfie yang cepat tanpa perlu menunggu mekanisme pop-up atau rotating, dan sistem operasi minim bloatware. Bentuk yang agak jadul tentu mengurangi risiko memikat hati maling untuk mencurinya dari tangan Anda dan ini juga sulit ditemukan di pasaran. Terlebih lagi, kemajuan teknologi juga meningkatkan risiko tercurinya data dari perangkat.
Pixel 3a hadir sebagai solusi untuk kelompok yang sampai kapan pun akan senang dengan perangkat berkonsep abadi, jauh dari inovasi yang kurang berfaedah, dan performa mumpuni nan tahan lama alih-alih berganti-ganti perangkat. Hal ini cukup meyakinkan mengingat seri Google Pixel sebelumnya yang juga diproduksi oleh HTC masih memberikan pengalaman yang memuaskan sampai hari ini. Spesifikasinya memang jauh dari kata menakjubkan, tetapi optimasi perangkat lunak mampu memaksimalkan performa alih-alih banyak produk lain dengan gimmick komponen luar biasa tetapi perangkat lunaknya hancur-lebur meski sudah diperbarui berkali-kali.
Akan tetapi, jika dipikir-pikir lagi harganya dan status BM-nya itu, ya saya jadi berpikir dua kali mengingat banyak ponsel yang lebih baik bisa diperoleh dengan mengorbankan kebencian terhadap desain. Gengsi? Iya di luar negeri bisa bersaing dengan iPhone, di Indonesia banyak orang akan geleng-geleng mendengar namanya karena tidak tahu. Saran saya, pikir-pikir ulang sebelum beli ponsel ini ya.
BACA JUGA Potensi Kebaikan Sales Penyebar Brosur di Depan Konter Hape untuk Pengendara dan tulisan Christian Evan Chandra lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.