Belum selesai masalah klepon, kini sudah ada satu hal lagi yang dipaksa diharamkan demi konten. Mengapa demi konten? Karena pada dasarnya, mereka yang memberikan dakwaan haram secara instan, tak lebih dari tinggi dari pohon kecambah yang tinggi menjulang. Mereka butuh like, atensi, validasi, dan marah-marahmu itu.
[cm] emang ini bener ya? pic.twitter.com/paojzCFBJO
— COLLE | BACA PINNED! (@collegemenfess) July 26, 2020
Kembali lagi kepada filsafat yang belakangan ini maknanya menjadi bias. Apa-apa harus ada filsafatnya. Apa-apa harus ada embel-embel ‘dalam perspektif’ biar terlihat ndakik dan syahdu padahal ya biasa saja. Tapi istilah filsafat itu ada banyak. Sebanyak orang yang memberikan istilah kepadanya. Jadi nggak heran jika si pembuat postingan itu palingan mengartikan filsafat sebagai kapitalis maksiatnis liberal jajar genjang spongebob squarepants komunis.
Induk segala ilmu, barangkali bagi mereka bukan filsafat, tapi halal dan haram. Jadi, segala sesuatu hanya bisa ditakar dalam hal yang halal dan haram. Persetan dengan Bacon yang mbacot bahwa paham filsafat maka kian bertambah pula bekal agamanya. Ah, tapi percuma, palingan sama mereka-mereka ini bakal ditutup dengan pertanyaan, “Mas Bacon itu kafir nggak?”
Banyak orang mengandalkan perkataan Imam Syafii namun tidak mempelajari latar belakang sosial, kultur, dan kondisi saat itu. berangkat dari berbagai kondisi tersebut, bisa dijawab mengapa Imam Syafii bilang seperti itu. lantas, dari sana, kita bisa menafsirkan apa yang Imam Syafii maksudkan. Proses berpikir itu banyak dan harus runtut, namun bagaimana mau runtut jika—lama-lama—berpikir saja bakal diharamkan.
Persetan dengan nalar. Saya juga lelah hidup dalam dunia ndakik filosofi kopi mas-mas barista. Dari pada memahami apa yang coba dimuntabkan Slavoj Žižek, mending tutup saja dengan biang haram. Perkara selesai, semua instansi pendidikan dari atas hingga akar rumput ditutup. Lho, proses bernalar kan haram menurut mereka. Padahal, pagi ini makan nastel atau intel saja harus menggunakan proses nalar yang baik dan benar.
Sebenarnya nggak usah jauh-jauh ngomongin Derrida sampai Žižek, kenalan dulu saja sama Thales. Sungkem sekalian (eh, sungkem nggak haram, kan?). Mari darmawisata bareng blio perihal air. Karena nggak ada blio, kalian-kalian ini masih menyiapkan hasil panen untuk Zeus dan Poseidon. Berkat Thales, eksistensi manusia dipertanyakan, muncul kepercayaan macam Monisme dan Hilozoisme.
Namun, memang filsafat ada untuk melawan kebodohan. Barangkali, mereka yang segelintir orang mengharam-haramkan segalanya ini adalah ‘kebodohan gelombang kedua’. Ketika filsafat hendak bobok dengan nyaman dan digantikan dengan anak ilmu yang lain, ndilalah masih bermunculan makluk bodoh yang mengharamkan klepon dan memakai jersey Mancheter United.
Namun, saya mencoba memakai kacamata yang mereka gunakan hingga melakukan generalisasi yang mendebarkan, syahdu, dan lucu itu. Mungkin kondisi mereka sama seperti saya, yang banyak berkawan dengan rencang-rencang yang gemar berfilsafat. Dan ndilalah, orang-orang itu tingkahnya out of the box sehingga mereka berpikir, “duh, temenku edan gara-gara belajar filsafat po, ya? fix, HARAM!” Mungkin lho, mungkin, berprasangka baik kan nggak ada salahnya.
Mari kita berperilaku adil, barangkali mereka mengalami kondisi yang sama seperti saya ketika berkuliah. Begini kemungkinannya:
Selama berkuliah di fakultas filsyahwat, saya banyak menemukan tingkah laku unik bin mandra guna dari kawan-kawan saya. Karib saya contohnya, sebut saja Rio. Ketika ia sedang baca Eichmann in Jerusalem, ndilalah tangan kanannya sedang ngelotak nyengsu yang baru ia beli di belakang Gale. Nggak tahu sengsu? Halah itu lho, tongseng asu. Nggak tahu asu? Halah itu lho, kamu.
Ada juga tingkah Rio yang bikin kemekelen. Ketika sedang kelas, ketika dosen sedang berbicara ngalor-ngidul perihal metafisika, metafora hingga metamatika, teman saya malah mengeluarkan Orang Tua dari dalam tasnya. Katanya, persiapan suporteran. Yang ia bawa bukan orangtua dan wali muridnya, namun Orang Tua yang bisa diminum dan menghangatkan.
Saya yakin, masih ada Rio lain di luar sana. Dan mungkin saja Rio berkawan dengan admin Manhaj Salaf. Dalam kasus seperti ini, ada baiknya menyalahkan Rio saja ketimbang sang admin yang mengatakan filsafat itu haram. Pada dasarnya, yang haram itu bukan ilmunya, kawan, tapi si Rio itu sendiri.
Keluar dari konteks pembahasan filsafat, Rio sendiri kekeuh mengatakan bahwa daging asu itu paling enak sak tata surya. Sebagai manusia yang waras dan berpikiran bersih, saya nggak terima. Dan saya yakin, kalian yang membaca juga nggak terima. Bagaimana bisa mengatakan daging asu itu paling enak sedangkan masih ada sebuah daging lembut, juicy, dan menggairahkan selera makan bernama daging babi di muka bumi ini. Apa lagi daging babi madu. Sebaiknya Rio lekas sadar.
Kembali lagi dalam pembahasan filsafat itu haram, ada hal unik yang diungkapkan oleh akun Twitter @logos_id. Akun tersebut berkata, filsafat itu ibu dari segala ilmu, semua yang kita pelajari. Baik di bidang biologi, fisika, matematika, administrasi publik, bisnis, politik, berasal dari filsafat. Jadi, kalau filsafat adalah “seburuk-buruknya” ilmu, gimana dengan turunannya?”
Saya yakin hanya segelintir orang saja yang selalu ndakik mengharamkan segala sesuatu. Tapi mbok ya segelintir orang ini, mas mbak Manhaj Salaf contohnya, kalau semisal hiperealitas-nya Jean Baudrillard terlalu berat, mbok ya o baca saja Dunia Sophie-nya Jostein Gaarder. Atau kalau nggak ya baca “The Tao of Pooh & The Te of Piglet” biar nggak ngantuk karena ada gambarnya.
Oh iya, jangan lupa, bacanya sambil ngemuti klepon, jangan lupa pakai jersey Manchester United sambil diiringi irama musik metal. Itu pun kalau membaca tidak kalian haramkan.
BACA JUGA Surat Terbuka untuk Mas Pur yang Ditinggal Nikah Mbak Novita dan tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.